Jump to ratings and reviews
Rate this book

Memorabilia

Rate this book
Jingga membangun bisnis majalah online Memorabilia bersama Januar dan Karsha. Media ini melayani jual beli barang bekas melalui kisah kenangan yang tersimpan di dalamnya.

Namun, bisnis itu sedang di ujung tanduk. Jumlah pembaca menurun seiring dengan pemasukan iklan yang menjadi tulang punggungnya. Di saat sulit itu, datang Pak Pram membawa proyek besar. Ia ingin menjual gedung bioskop tua miliknya lengkap dengan segudang kisah kenangan. Semua bersemangat, kecuali Jingga. Ia selalu berusaha menolak tawaran Pak Pram. Di matanya, bioskop itu menyimpan trauma yang sangat mengerikan, yang selalu ia simpan sendirian.

Sebenarnya Jingga dilema, antara ingin menyelamatkan Memorabilia, atau terus melayani ketakutan masa lalunya. Selama ini Jingga membantu banyak orang melepaskan kenangan pahit, tetapi tak mampu menolong dirinya sendiri. Dalam kalutnya Jingga, Januar mencoba masuk lebih dalam ke kehidupan gadis itu. Kalau boleh, sampai hatinya. Januar berusaha meyakinkan Jingga agar berani melepas kepedihan selama ini, bersamanya.

300 pages, Paperback

First published April 17, 2016

5 people are currently reading
51 people want to read

About the author

Sheva Thalia

6 books22 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
9 (15%)
4 stars
25 (43%)
3 stars
20 (34%)
2 stars
4 (6%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 23 of 23 reviews
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews72 followers
October 20, 2018
Setelah membaca buku ini untuk kedua kalinya dalam tahun ini, rasanya bagiku buku ini nggak kalah mengesankan dengan Blue Romance. Hanya saja Blue Romance menyajikan gaya mendayu-dayu untuk 7 cerita. Sedangkan Memorabilia mendayu-dayu sepanjang 1 novel penuh. Kalau dibaca pas mood lagi down seperti saat pertama kali membacanya plotnya bakalan terasa sangat panjang dan lama. Tapi kalau dibaca dalam keadaan netral seperti sekarang ya... oke-oke aja, sih.

Novel ini masih berada dalam universe yang sama dengan Blue Romance, buku omnibus pertama Sheva. Kafe Blue Romance disebut-sebut berada di seberang kantor Memorabilia dan juga menjadi seting yang kegunaannya signifikan dalam cerita.

Ide dasar novel ini unik. Tentang Jingga, Januar, dan Karsha yang berusaha berjuang mempertahankan webzine Memorabilia yang memiliki tagline: Medium untuk Melupakan. Sistem kerjanya begini, orang-orang bisa ke Memorabilia untuk minta bantuan menjualkan barang-barang kenangan mereka. Memorabilia akan menyebarkan berita tentang barang itu lengkap dengan kisah kenangan yang menyertainya. Bisnis yang sangat melankolis. Melalui majalah internet, Memorabilia membantu mencarikan pembeli yang tepat, yang mau memahami dan menjaga kenangan yang ada dalam barang itu.

Bisnis berjalan lancar selama dua tahun meskipun keuangan masih belum bisa dibilang stabil. Setidaknya Karsha dan Januar bisa menegakkan kepala di hadapan keluarga yang selalu menyangsikan pilihan mereka dan lebih suka keduanya bekerja di pabrik Tante mereka. Karsha dan Januar adalah sepupu. Masalah terjadi ketika para sponsor dan investor iklan di Memorabilia ingin menarik dukungan mereka karena Memorabilia mulai kekurangan pembaca. Jingga sebagai pendiri Memorabilia pun harus memutar otak agar investor tetap mau beriklan di majalahnya.

Hingga, datanglah suatu tawaran unik yang menakjubkan ketika seorang pebisnis bernama Pramoedya Lim ingin bekerja sama dengan Memorabilia untuk menjual sebuah gedung bersejarah: Bahagia Theater. Gedung bioskop tua yang sudah kehilangan konsumennya. Ini seharusnya jadi solusi yang ampuh bagi semua permasalahan Memorabilia. Namun, Jingga malah enggan mewawancarai sang pebisnis karena alasan-alasan yang tidak ia jelaskan. Jingga hanya menyiratkan ketakutan yang amat sangat pada gedung itu. Seolah gedung itu berisi momok dari masa lalunya. Karsha dan Januar jelas uring-uringan karena sikap Jingga yang ganjil.

"Ego itu nggak boleh dipelihara, nggak boleh terus-terusan diikutin. Kalau ego kelamaan diikutin nanti jadi ada huruf 'B' di depannya. (Karsha, hal. 129).

CADAS, MEN! Siapa yang udah tersindir dan tersinggung oleh kutipan di atas? Silakan ngacung. Hahahaha!

Jingga malah lebih memilih meliput, menulis, dan memuat berita-berita lain asal bukan tentang Bahagia Theater. Cerita pertama yang ia ajukan untuk menghindar adalah cerita tentang Sofia, seorang ahli hukum yang ingin memberikan CD berisi rekaman permainan piano gandanya dengan kawan SMAnya, Romi. Ini menarik. Karena kemudian aku tahu bahwa Sheva Thalia tahun kemarin mengeluarkan novel berjudul Recalling The Memory dan tokoh-tokohnya bernama Sofia, Romi, serta menyertakan piano dan musik sebagai elemen penting. Ternyata cerita itu adalah perpanjangan dari cerita yang sudah dikutip sedikit di Memorabilia. Jadi pingin berjodoh dengan novel yang itu. UGH!

Jingga kemudian menulis tentang cerita Pandu, yang berada di ambang perceraian dengan istrinya. Sampai ia tak sengaja menemukan sebuah kupon terselip di salah satu tempat CD musik favorit sang istri. Kupon yang memperbolehkannya untuk mengajukan satu permohonan apa saja untuk sang istri.

Meskipun kedua cerita itu bagus, Memorabilia tetap harus menaikkan hit pembaca di internet. Akhirnya Jingga pun tak punya pilihan selain mendekati Om Pram dan mengajukan jadwal wawancara. Menghadapi ketakutannya yang terus membuat pembaca bertanya-tanya.

"Bukankah hidup adalah melihat ke dalam sumur yang dalam, bersama dengan orang-orang lain, melihat, dan berbagi apa yang ada di dalam sumur itu?

Di titik ini ia seperti melihat sumur yang gelap dengan bayangan yang selalu ia takuti di atas permukaan airnya. Tapi, tidak ada orang yang bisa ia bagi tentang gelapnya sumur itu, atau tentang betapa menakutkan bayangan yang ada di dalamnya." (halaman 166)


Pada akhirnya Jingga mulai sedikit demi sedikit membuka diri pada Januar dan Karsha. Membagi kisah pahit di masa lalu yang hingga sekarang terasa menakutkan baginya. Kisah yang erat hubungannya dengan Bahagia Theater.

"Mungkin, kita memang nggak boleh bilang penderitaan kita lebih sakit daripada penderitaan orang lain. Karena, rasa sakit itu nggak punya ukuran. Sesepele apa pun itu, jika itu bikin kita menderita, itu namanya sakit.

Intinya kita nggak bisa ngecap 'gue merasakan rasa sakit yang lebih daripada orang lain'. Besar atau kecilnya rasa sakit, tetap saja menyakitkan.

(Karsha to Januar halaman 168)"


Sebenarnya apa yang terjadi pada Jingga adalah ironi. Ia membuat Memorabilia untuk membantu orang-orang agar mereka bisa melupakan kenangan yang menyakitkan. Tapi ia sendiri malah kesulitan melupakan kenangan menyakitkannya.

Semua barang yang disimpan karena nilai kenangannya, jika kelamaan disimpan, hanya bikin gudang penuh dan hati semakin lemah (Jingga to Januar, kata-kata tantenya, halaman 266).

Proses pemuatan edisi khusus Bahagia Theater hingga edisi ketiga berjalan lancar. Sampai pada sebuah konferensi pers, datang seorang preman yang mengancam Oom Pram karena tak mau menjual gedung itu kepadanya. Lebih jauh lagi, sang preman membayar beberapa preman lain untuk menciptakan huru-hara di hari pemutaran film-terakhir di Bahagia Theater. Akibatnya gedung menderita kerusakan parah dan proses pelelangan harus dipercepat. Tulisan tentang Bahagia Theater yang direncanakan berakhir di edisi kelima akhirnya dipercepat. Hanya jadi empat edisi.

Adegan kerusuhan itu memang jadi semacam pemantik api yang mengoyak ketenangan plot novel ini. Sayang kemudian tak ada tindak lanjut berarti atas kejadian ini yang diceritakan dalam novel. Karena orang yang dicurigai sebagai otak kejadian bebas dari tuduhan akibat kurangnya bukti. Huhuhu. Gaya bercerita Sheva Thalia tampaknya memang lebih condong pada konflik internal para tokohnya. Para tokohnya lebih menghadapi permasalahannya dengan renungan pribadi, omong-omong, dan diskusi dengan tokoh lain. Sehingga adegan aksi nyata di novelnya tidak terlalu disorot. Mungkin tidak semua orang bisa cocok dengan gaya mendayu ini.

Pada akhirnya kawan-kawan Jingga membantu gadis ini menghadapi kenangan menakutkannya. Karena a shared sorrow is a half sorrow. Tak semua permasalahan harus dihadapi sendiri. Berbagi cerita dengan teman yang tepat pun bisa mengurangi beban di hati.

"Kalau nggak ada duka, kita nggak tahu rasanya bahagia, tahu mana hal yang berharga sekali buat kita. Kalau nggak ada duka yang muncul karena ayah dan ibu lo meninggal, nggak ada rasa senang saat mengingat-ingat bagaimana mereka hidup dan menunjukkan bagaimana mereka sungguh-sungguh sayang sama lo." (Januar to Jingga, hal. 273)

Novel ini ditutup dengan cukup menghentak karena menggambarkan kepergian salah satu tokoh penting di dalamnya. Lagi-lagi Jingga harus dihadapkan pada kenyataan bahwa perpisahan itu pasti. Namun, kini ia tak menghadapinya seorang diri.

"Orang-orang berkesan dalam hidup Jingga selalu saja pergi. Mengingat mereka adalah hal yang menyakitkan. Tapi, kata-kata Januar dan pelukan Karsha membuat Jingga menyadari bahwa rasa sakit, duka, dan kecewa tidak pernah bisa menyingkirkan kenangan menyenangkan. Rasa-rasa itu takkan menyingkirkan perasaan istimewa mengenai setiap manusia yang hidup dan meninggalkan kesan dalam hati kita." (halaman 274)

Yang menarik kemudian, datang seorang ayah ke Memorabilia untuk menjual sebuah gaun dan sepasang sepatu milik anaknya. Cerita ini merujuk pada kisah Happy Days di Blue Romance. Kurasa aku akan terus mengikuti perjalanan kreatif Sheva Thalia demi bisa menemukan benang-benang merah yang menghubungkan multinovelnya.

Novel ini cocok dijadikan teman perenungan buat mereka yang sedang berusaha move on dari masa lalu demi menghadapi masa depannya.
Profile Image for Rizky.
1,067 reviews89 followers
May 10, 2016
"Bagaimana jika ada tempat kamu bisa memberikan bahkan menjual semua kesedihanmu? Menjual semua kesedihan yang menempel dan meninggalkan jejak di barang-barang milikmu? Barang-barang yang tidak ingin kamu bakar karena tidak tega. Barang-barang yang tidak bisa kamu buang karena punya nilai istimewa. Barang-barang yang tidak akan kamu jual ke sembarang orang, karena kamu ingin menemukan orang yang tepat."

"Barang-barang itu mungkin bukan barang historis. Bukan sesuatu yang dinilai tinggi oleh kolektor. Tapi,barang-barang itu, dulunya, pernah menjadi barang-barang berharga bagi kamu, sebagai pemiliknya. DULU."

Disinilah Memorabilia hadir, sebagai medium yang tepat. Medium yang bisa membantumu melupakan dan menawarkan sebuah solusi untuk menampung semua kisahmu sekaligus mencarikan pemilik baru bagi barang kenanganmu. Namun, benarkah melupakan merupakan satu-satunya solusi untuk semuanya?

"Memorabilia adalah majalah digital yang dibuka pada website khusus. Berisikan foto barang yang hendak dijual,serangkaian cerita tentang kenangan, dan kriteria orang yang bisa membeli memorabilia-memorabilia peninggalan dari kenangan tersebut. Majalah ini merangkum barang-barang bersejarah dalam memori banyak orang. Kebanyakan adalah memori yang pahit, yang ingin dilupakan. "

Memorabilia ini bisnis majalah digital yang dibangun oleh Jingga dan kedua sahabatnya, Januar dan Karsha. Bisnis yang ingin membantu setiap orang yang punya benda kenangan namun sulit untuk dibuang atau dilepaskan begitu saja. Awalnya bisnis ini tidak terlalu menjanjikan dengan bisnis lainnya, namun ada kepuasan tersendiri setiap mereka bisa membantu banyak orang untuk melupakan kenangannya. Akhirnya klien demi klien yang hadir itulah yang menjadi pengiklan tetap yang membantu menyokong kelangsungan Memorabilia.

Memorabilia hadir 2 minggu sekali setiap bulannya, akan membawa kisah yang berbeda untuk dinikmati sekaligus mencari pemilik dari barang yang dibagikan kisahnya. 2 tahun telah berlalu, namun saat ini Memorabilia sedang dalam masalah. Beberapa pengiklan tetap mulai berpikir ulang untuk tetap menjadi sponsor Memorabilia, bagaimana pun bisnis tetaplah bisnis. Para pembaca Memorabilia akhir-akhir ini menurun drastis, grafik kunjungan yang dibaca dan diakses tidak sebanyak saat awal-awal Memorabilia diluncurkan.

Jingga dan tim Memorabilia tidak bisa diam saja, mereka harus mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. Jika tidak, bersiaplah kehilanganan satu per satu sponsor tetap dan itu berarti Memorabilia terancam gulung tikar. Memorabilia bukan sekedar bisnis bagi Jingga, Januar dan Karsha tetapi lebih daripada itu.

Suatu hari, Pak Pram hadir membawa solusi bagi Memorabilia. Solusi yang terasa bagai oase di tengah gurun pasir, semua tim Memorabilia semangat membantu, sayangnya berbeda dengan Jingga. Pak Pram menawarkan kepada Memorabilia untuk menjual gedung bioskop miliknya, sebuah gedung bioskop *Bahagia Theater* dan menawarkan segudang kisah kenangan.

Namun, Jingga tidak antusias bahkan cenderung menghindar. Jingga berusaha mencari kisah-kisah lainnya selain kisah Bahagia Theater, dengan harapan bisa menaikkan jumlah pembaca sayangnya tidak berhasil. Jingga akhirnya dihadapkan pada 2 pilihan, menerima proyek Pak Pram dengan risiko hatinya terluka lagi atau menolaknya dan mengorbankan Memorabilia dan rekan-rekan kerjanya.

Ada alasan khusus mengapa Jingga tidak bisa langsung menerima proyek itu. Alasan yang hanya diketahui oleh Jingga seorang, Jingga tak pernah berbagi kepada siapa pun termasuk Januar dan Karsha. Menerima proyek Bahagia Theater milik Pram seperti membuka kotak masa lalu Jingga. Kotak masa lalu yang ingin ditutupnya serapat-rapatnya, karena ada kenangan menyedihkan sekaligus menyenangkan dari gedung bioskop tua itu. Kenangan yang terus menghantui bahkan membuat trauma tersendiri bagi Jingga. Sanggupkah Jingga lepas dari masa lalunya?

Bagaimana akhir kisah Memorabilia? Mampukah Memorabilia menolong Pak Pram dan menemukan pembeli yang tepat? Benarkah melupakan merupakan satu-satunya solusi untuk kenangan yang buruk?

"Cara satu-satunya untuk selamat dari kenangan yang buruk dan melelahkan adalah melupakan" - Barthes

Ini adalah kali kedua aku membaca karya Sheva. Setelah sebelumnya aku dibuat sangat menikmati omnibooknya "Blue Romance." Jika kamu pernah membaca Blue Romance, kamu akan bernostalgia dengan kafe itu, karena beberapa adegan dalam Memorabilia akan bergulir disana.

Saat membaca novel ini, aku dibuat hanyut dengan kisah Jingga dan Memorabilia. Membaca novel ini seperti diajak untuk mengenang semua kenangan yang pernah terjadi dalam kehidupan kita, baik suka maupun duka. Suka sekali dengan ide novel ini, bagaimana sebuah majalah digital bisa menjadi medium untuk membantu orang lain untuk mengatasi masalahnya.

Novel ini begitu dekat dengan kehidupan kita, setiap orang pasti punya barang kenangan. Barang-barang yang memang ingin disimpannya sampai kapan pun dan ada juga barang yang ingin dibuang atau dilepas namun terlalu sayang untuk dilakukan. Kayaknya seru juga jika ide Memorabilia itu benar ada, pastinya bakal banyak sekali orang yang akan berbagi kisah dengan barang kenangannya.

Bagaimana pun juga, setiap fase kehidupan yang kita lalui pasti meninggalkan momen dan kenangan tersendiri. Aku pun juga punya beberapa barang kenangan, bahkan aku termasuk orang yang sulit untuk membuang barang-barang kenangan itu. Jadi jangan kaget jika menemukan banyak bareng dari zaman aku masih remaja dulu dengan keadaan yang penuh sesak di lemari. Rasanya seru saja jika kembali bernostalgia jika melihat barang-barang tersebut, mengenang kenangan yang pernah hadir karena barang tersebut. Namun, ada kalanya juga hati dibuat teriris untuk kenangan yang menyakitkan yang mungkin hadir.

Aku bisa merasakan pergulatan batin Jingga saat ditawari proyek Bahagia Theater. Tentunya tidak mudah langsung menerima begitu saja, mungkin ada sebagian yang bilang itu berlebihan tapi manusiawi sekali. Tapi aku salut dengan Jingga, yang akhirnya mau berjuang mengatasi rasa takut dan traumanya demi kebahagiaan orang-orang terdekatnya sekarang.

Novel ini sederhana sekali, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membacanya. Aku dibuat penasaran bagaimana Sheva akan mengakhiri kisah ini. Novel ini memang berfokus bagaimana Jingga menghadapi traumanya dan juga kelangsungan Memorabilia membantu para kliennya. Ada sedikit selipan kisah romansa Jingga, tapi tidak terlalu dieksplor lebih jauh hanya untuk membuat novel ini menjadi semakin berwarna saja.

"Kebahagiaan yang dibagi akan menjadi kebahagiaan yang berkali-kali lipat. Tetapi, kesedihan yang dibagi akan berkurang setengahnya. Ditransfer menjadi perasaan yang menyenangkan bagi pemilik selanjutnya, atau menjadi pengingat maupun pembelajaran bagi mereka."

Novel ini menyadarkan kepada pembaca bahwa kita juga butuh orang lain. Ada kalanya perasaan kita akan lebih tenang jika berbagi. Bahwa kenangan pahit itu bukan untuk dilupakan tetapi dilepaskan demi masa depan yang lebih baik.

Membaca novel ini sungguh menghangatkan hati. Perasaanku dibuat campur aduk, mungkin itulah yang dirasakan oleh Jingga dan rekan kerjanya di Memorabilia tentang barang-barang kenangan yang mereka tangani. Setiap barang akan berbagi kisah tersendiri dan menjadi pembelajaran.

Kamu mencari sebuah kisah sederhana yang akan mengajakmu bernostalgia dengan kenangan atau membuatmu merasa tidak sendiri lagi, aku rekomendasikan Memorabilia untuk kamu baca :)

Semoga bisa mengambil hikmah dari kisah Memorabilia.

"Melupakan berbeda dengan melepaskan. Melupakan seolah membuat segalanya tidak berarti. Melepaskan adalah kata yang lebih cocok. Dengan melepaskan, kita mengerti bahwa masa lalu ada di belakang, dan perlahan kita bergerak maju ke depan. Masa lalu yang ditinggalkan adalah sesuatu yang amat berarti, dan harus dilepaskan agar bisa menjalani hidup."

"Hidup tidak baik-baik saja. Hidup penuh dengan rasa yang terkadang terlalu pahit, atau manis pada ujungnya. Melepaskan berarti menerima bahwa hidup memang inilah adanya, dan setiap memorabilia yang dilepaskan berarti satu langkah menuju masa depan. Bukan untuk melupakan masa lalu."
Profile Image for Pradnya Paramitha.
Author 19 books459 followers
June 23, 2021
Idenya menarik, tentang barang-barang berharga dan trauma masa lalu yang meninggalkan rasa bersalah. Aku bisa merasakan sebalnya jadi Karsha waktu ngadepin Jingga yang well ... mau nggak mau emang egois, walau kalau ditilik dari sisi Jingga, dia berhak kok merasa trauma. Bagian ini yang paling kusuka.

Karakternya juga terbaca dengan baik. Karsha yang keras dan blak-blakan, Januar yang selalu berusaha jadi penengah atau malah ogah ikut-ikutan sekalian, Dion yang usil dan kadang nggak tahu tempat.

Cuman aku kurang cocok dengan gaya penceritaan yang mendayu-dayu sepanjang cerita. Jadi berasa sendu banget gitu. Selain itu, banyak informasi yang diulang-ulang sepanjang buku, misalnya maksud dan tujuan pendirian memorabilia. Atau soal barang kenangan perlu dipindahtangankan untuk melupakan. Itu diulang-ulaaaang terus, jadi lama-lama kayak "hmm" gitu.

Ada satu lagi, sesungguhnya aku masih heran dengan konsep bisnis memorabilia wkwk ada yaa ternyata orang yang berniat membeli kenangan orang lain (dalam hal ini mungkin dibebani dengan luka orang lain). Kalo yg soal bioskop itu okelah, karena kenangannya bersifat kolektif. Tapi yang semacam kuponnya Pandu itu? Ha-ha, ini udah dibahas sama Januar sih, tapi ya ... mungkin ada aja sih. Jika Memorabilia beneran ada, hebat lho Jingga dkk bisa mempertahankan Memorabilia sampai dua tahun.
Profile Image for Ifa Inziati.
Author 3 books60 followers
October 24, 2016
Sebetulnya belum selesai, tapi saya tandai 'read' dulu agar saya terpacu merampungkannya. Awalnya saya berniat menjadikan buku ini bagian dari literasi 15 menit sebelum kelas berlangsung, nyatanya saya tak bisa menikmati bacaan yang hanya selesai 2-3 halaman saja per hari (meskipun mereka bilang 'lumayan bisa dijadikan storytelling ke anak-anak'). Nope. Saya justru kehilangan sensasi membaca buku baru dan lebih condong melakukannya karena kepala sekolah yang mengecek ke kelas-kelas, apakah para gurunya juga membaca buku saat reading time.

(YA, SAYA TAHU, INI BAKAL JADI CURHAT) Program baru pendidikan ini jelas amat bagus. Habit membaca kita masih di titik rendah dalam standar dunia dan seyogyanya dikenalkan sejak dini agar terus meningkat. Mungkin kekurangnyamanan ini hanya terjadi pada saya (semoga). Kalau boleh saran, selain program membaca, akan lebih baik jika ada program merawat buku juga. Sudah lama sekolah tempat saya bekerja mengadakan reading time bahkan sebelum diwajibkan pemkot Bandung, tapi buku-buku yang ada dibiarkan tanpa sampul bahkan sampai tercecer halamannya. Kalau ada program merawat buku oleh anak-anak juga, mereka jadi berteman dengan buku tidak hanya ketika saat dibaca. Tapi tentu saja, ini tetap menjadi satu awal yang baik yang diharapkan bisa dilanjutkan dengan program tentang buku dan membaca lainnya (CURHAT SELESAI).

Buat cerita novel ini sendiri, konsepnya saya suka. Saya tipe orang yang menghargai buah pikiran, dan saya hargai ide cemerlang Sheva dalam membuat cerita seputar anak muda yang penuh arti.

*UPDATE*
Saya sudah coba baca ulang dan... saya kurang bisa terhubung dengan ceritanya. Bisa jadi karena perbedaan persepsi, bukan berarti novel ini gimana-gimana kualitasnya. Typo? Tidak menemukan. Kaver? Ciamik. Riset, atmosfer, dan karakterisasi? Menurut saya sudah dipikirkan matang-matang. Apa karena aura yang mendayu? Saya juga kurang teryakinkan dengan kehadiran Om Pramoedya. Tapi ini hanya saya saja. Buktinya, banyak yang bisa sangat menikmatinya, mungkin juga termasuk kamu. Jadi, coba baca saja.
Profile Image for yanti.
117 reviews2 followers
October 18, 2016
Memorabilia....
Sejak awal diterbitkan saya sudah mengincar buku ini. Dan akhirnya berkesempatan membacanya.
Saat membaca buku ini, entah kenapa saya merasa "tidak ada di masa ini" saya benar-benar larut dalam cerita di dalamnya, yang membawa pikiran saya mengembara ke masa lalu itu.
Saya termasuk penyimpan benda-benda "bersejarah" masa lalu. Ada diary dari waktu SMA sampai sekarang, yang masih kusimpan. Dan hanya memandang cover diary itu,maka puzle puzle kenangan itu muncul ke permukaan dengan jelasnya.
Andai Memorabilia benar ada di dunia nyata...mungkin akan banyak benda yang kujual kesana
Saya berterimakasih banget sama penulisnya, selain menambah perbendaharaan kata baru "memorabilia" saya juga belajar banyak hal untuk menghadapi kenangan masa lalu saya
" cara satu-satunya untuk selamat dari kenangan buruk dan melelahkan adalah melupakan" Tetapi sayang sekali, saya tipe orang yang sangat sulit melupakan, apalagi jika terkait kenangan buruk.
Ini malah kebanyakan saya curhat...:)

Setelah membaca ini saya jadi pengin nonton bioskup Megaria, eh, Metropole. atau jalan-jalan di sekitar jalan cikini..
Review lengkapnya menyusul


Profile Image for Mia Prasetya.
403 reviews268 followers
July 19, 2016
Membaca karya Sheva selalu memberikan rasa nyaman, seperti layaknya pulang ke rumah sambil menikmati coklat hangat diiringi suara hujan rintik-rintik. Melankolis yang manis, tidak dibuat-buat sendu ataupun terlalu berlebihan dalam merangkai kata.

Sederhana.

Ya, jalan cerita Memorabilia pun demikian. Tidak ada klimaks nangis bombay atau galau maksimal. Semuanya mengalir begitu saja, konflik yang dialami Jingga, si tokoh utama berpadu dengan klien-klien Memorabilia dengan pas. Menang ada cerita cinta Jingga namun tetap tidak mengambil spot utama Novel Memorabilia yang sesuai judulnya berbicara tentang kenangan.

Manis dan hangat. Layaknya segelas coklat hangat. Ditunggu novel selanjutnya ya Sheva, review panjang akan dibuat saat berhadapan dengan laptop:*
Profile Image for Priska nur.
5 reviews3 followers
October 20, 2016
satu lagi buku yang quotable abisss ,,,

buku pertama yang saya baca dari sheva ,, suka banget sama penulisannya sheva ringan dan enak dimengerti...

sheva bisa banget bangun karakter dan kejadian-kejadian di cerita ini nyata di imajinasiku dan bikin senyum senyum sendiri setiap ada adegan si januar dan jingga lucukk gemay gemay gimana gituuu

pokoknya sukses terus dan mau baca lagi bukunya sheva yang lainnn ....
Profile Image for Arintya Widodo.
60 reviews31 followers
August 4, 2017
Untuk review lengkap silakan berkunjung ke: https://arintyawidodo.wordpress.com/2...

Mendengar kata Memorabilia, saya langsung membayangkan foto-foto tua yang disimpan di dalam album yang usang. Sedikit mirip dengan apa yang saya bayangkan tersebut, Memorabilia yang satu ini berkisah tentang perjalanan sebuah majalah online dengan nama serupa, yang digunakan sebagai tempat untuk berbagi barang-barang yang penuh kenangan. Sesuai dengan tagline-nya yaitu “Medium untuk Melupakan”, Memorabilia menjadi satu-satunya majalah online yang banyak menyimpan kenangan di dalamnya.

Dari awal kisah hingga akhir, Memorabilia ini nggak bikin saya bosan untuk melahapnya sampai tuntas. Terlebih, ada penggunaan satu lokasi yang menjadi favorit saya. Blue Romance, sebuah coffee shop dengan jendela besar-besar di lantai dua. Sementara di lantai dasarnya terdapat sebuah perpustakaan bernama Blibiomania. Bahkan nama beberapa baristanya saya sampai hafal di luar kepala. *dadah ke Edi dan Darren*

Berpindah ke desain covernya, buku ini tak jauh-jauh dari Memorabilia. Sebuah proyektor lawas dan lembaran film jadul yang menjadi highlight utama. Tulisan Memorabilia ditempatkan mengikuti alur dari bentangan roll film jadul tersebut. Warna dominan ungu, baby blue dan kuning menjadi paduan yang pas entah kenapa. Saya terlampau suka!
Profile Image for Rin.
Author 1 book17 followers
January 31, 2022
Kembali ke universe Kak Sheva: ada Blue Romance dan karakter Sofia dari buku Recalling The Memory, lalu pembaca dikenalkan dengan Memorabilia─medium untuk melupakan. Tempat seseorang bisa melepaskan barang-barang yang mempunyai kenangan, entah itu baik atau buruk.

Idenya menarik banget, membuatku nyaris berharap kalau ini bukan sekadar fiksi, tapi nyata. Aku ingin berkunjung ke Memorabilia, deh. Kak Sheva selalu berhasil menarik pembaca untuk tenggelam dalam universe yang ia ciptakan, aku selalu terhipnotis pada detail-detail yang ada.

Sayangnya, aku membaca Recalling The Memory terlebih dahulu sebelum buku Memorabilia meskipun RTM terbitnya lebih belakangan. Hal ini menyebabkan cerita Sofia (as support character) di buku ini sudah kuketahui detailnya di RTM dan aku agak bosan saat membaca ulang ringkasnya di Memorabilia. Yah, meskipun akhirnya aku tahu bagaimana kejadian Sofia di Memorabilia, tapi kurasa itu tidak sebanding. I'm so sorry for this. :')

Lalu untuk alur cerita dan penokohannya, it's all good. Aku terbawa suasana melankolis sepanjang cerita dan itu rasanya menenangkan. Ada beberapa bagian yang membuatku meneteskan air mata karena haru. Kurasa buku ini bisa menemanimu untuk self-healing dan ikut berdamai dengan diri sendiri.

4🌟, you should read this. A heartwarming novel.
Profile Image for Ratih Cahaya.
413 reviews7 followers
August 19, 2017
Dari segi tema cerita cukup menarik. tentang sebuah majalah digital yang menampilkan barang-barang kenangan untuk dijual, bernama Memorabilia. Masalah dimulai ketika hits Memorabilia menurun dan menyebabkan pengiklan menghentikan iklan untuk Memorabilia. Jingga, Januar, dan Karsha harus memutar otak agar cerita-cerita yang diangkat Memorabilia dapat menarik pembaca. Sampai akhirnya datanglah Om Pram yang ingin menjual gedung bioskop tua miliknya. Pada saat yang sama, gedung bioskop itu menyimpan kenangan tak menyenangkan bagi Jingga yang bertugas untuk mewawancara Om Pram.

Inti cerita ini adalah tentang masa lalu yang menyakitkan, tentang barang-barang yang menyimpan kenangan, dan apakah mereka dibawa selamanya atau dilepaskan. Dari segi konflik, menurutku biasa aja sih. Nothin special. masalah yang dialami tokoh juga ya sudah banyak diangkat di berbagai novel. Tentang orang tua yang memaksakan suatu jenis pekerjaan kepada anak. tentang kehilangan.

Saat mendekati akhir dan di bagian akhir, penulis terlalu banyak memberikan 'ceramah' tentang melepaskan atau tidak melepaskan kenangan, yang membuat akhir cerita novel ini menjadi kurang greget.
Profile Image for Yonea Bakla.
321 reviews36 followers
December 24, 2017
*ini subjektif banget, btw*
2⭐untuk alur maju mundur yang bikin bingung di awal-awal
4⭐untuk deskripsi detail yang bikin aku hanyut sama ceritanya
4⭐untuk Penokohan yang kuat. Persahabatan Jingga-Januar-Karsha kerasa solid banget.
4⭐untuk plot twist yang nggak ketebak dan bikin nyesek
5⭐untuk insight dari cerita ini 💕

Rata-rata 3,8⭐ yey! 🙌
--
Aku suka banget klimaksnya. Semua tokoh terlibat. Walaupun menurutku pacenya terlalu lambat di awal dan tengah, tapi di akhir tiba-tiba selesai. Aku suka proses menuju ending yang tidak terburu-buru.

Jika diawal Memorabilia - Medium untuk Melupakan, maka diakhir berubah menjadi Medium untuk Melepaskan. Lho, koq bisa?

Silahkan baca sendiri ya~
Ini salah satu novel gloomy dengan akhir manis 🍨
Profile Image for Alya N.
306 reviews12 followers
January 6, 2019
Sebenarnya mau kasih bintang 4 seandainya cara bercerita penulis bisa sedikit lebih dinamis.

Premis ceritanya padahal menarik.
Buku ini bergerak dengan satu objek utama: kenangan. Memorabilia adalah majalah elektronik yang basisnya adalah menjual "kenangan".
Tokoh utama dalam buku ini, Jingga, juga memoroskan hidupnya dalam "kenangan".
Poin plus lain yang membuat saya juga suka dan merasa relate dengan buku ini adalah buku ini hidup dalam universe Cikini.

Kalau yang cari cerita mellow dengan happy ending, buku ini boleh dicoba baca.
6 reviews
May 15, 2021
Bukunya heartwarming sekali, emang terkadang kita bisa nyelesain masalah yang berkaitan dengan orang lain, tapi susah buat nyelesaikan masalah sendiri

Alurnya gak buru-buru tapi gak lelet juga, karakternya konsisten, emosinya campur aduk dan dapet banget, dan terakhir endingnya bikin aku sedih tapi lega..

Saat ini belum nemu novel yang sekeren ini, jadi aku rate 5
Profile Image for Fauzia Salma.
33 reviews
February 6, 2022
tema dan pesan yang mau disampaikan tertulis dengan baik. meski sempat nggak suka sama jingga yang kesannya nggak bertanggung jawab di depan, reasoningnya di akhir sangat menceritakan beratnya perasaan dia.

penokohan karakter-karakternya menonjol dan alurnya juga enak dibawa. ku suka juga dengan romance yang dibikin antara jingga dan januar :)
Profile Image for Peni Astiti.
249 reviews21 followers
December 31, 2018
Nggak semanis Blue Cafe ceritanya. Tapi ini cerita yang berbeda. Tapi benar. Apapun bentuk kesedihannya, sedih tetap sedih. Sakit tetap sakit. Nggak ada pembanding
Profile Image for Anangga.
17 reviews
December 26, 2019
Kisah dimana proses 'Melupakan' yang dijadikan sebuah cara paling mudah untuk selamat dari kenangan buruk, akan berubah menjadi 'Melepaskan' kenangan buruk itu pergi⌛
Profile Image for sarah.
15 reviews
November 2, 2021
beli di pameran buku, dulu aku tutup tengah tengah soalnya ga kuat nangis terus tiap baca. bener bener bagus bgtt, gimana cara dia naklukin trauma nya, cerita tiap barang yg ada
Profile Image for nana ☆.
85 reviews1 follower
July 14, 2025
Sebenernya belum selesai banget, sewaktu-waktu nanti lanjutkan. :] ipusnas sih, bikin emosi.
Profile Image for Putri Review.
74 reviews13 followers
June 29, 2016
Actual score : 4,6 from 5 stars

Baca lebih lengkap review novel ini di blog Putri Review : Mengurai Simpul Kenangan dalam "Memorabilia" by Sheva

Satu elemen yang menurut saya paling jempolan dari novel ini adalah karakterisasi. Memorabilia yang ditulis dengan sudut pandang orang ketiga tidak hanya membawa alur cerita lewat Jingga, Januar dan Karsha saja. Si penulisnya, Sheva, juga menyelipkan cerita2 kenangan dari klien2 Memorabilia. Ada gadis yang ingin menjual CD permainan pianonya, pria yang sempat hampir kehilangan istri, ada juga kakek bernama Pramoedya yang ingin menjual sebuah gedung. Saya cukup terpukau dengan cara Sheva menggambarkan masing-masing dari karakter tersebut. Bukan hanya dari cara bicara, namun cara pikir dan keragaman latar pendidikan, ekonomi dan pergaulan dari masing-masing karakternya lumayan terasa.

Saya juga suka pesan moral yang berusaha diusung oleh novel ini. Tentang seberapa jauh kenangan dapat mempengaruhi seseorang. Tentang identitas diri yang mau-tidak-mau terbentuk seiring bertambahnya kenangan kita akan hidup. Plotnya pun cukup berbobot. Menurut saya Sheva berhasil menjaga rasa penasaran pembaca dari awal sampai akhir cerita.

Romancenya ada dan terasa, namun yang menyenangkan (bagi saya) adalah kedekatan Januar dan Jingga yang jauh dari gombal, malah terasa manis dan mengalir. Ceritanya tidak mendadak menggarisbawahi Januar dan Jingga seorang, plotnya tetap membahas tema kenangan dengan ciamik dan saya sangat menyukai itu.

Satu hal lagi yang perlu saya beritahu, novel ini juga memperlihatkan tema start-up anak2 muda yang cukup kental. Mulai dari rapat, menyusun strategi, sampai pertengkaran antar tim--jiwa muda yang masih sangat membaranya begitu terasa, membuat novel ini terasa tetap segar di tengah2 tema kenangan yang seringkali mendayu2 menuju masa lalu.

Adapun yang sedikit mengganggu saya adalah alur novel yang terasa sedikit lambat. Ada beberapa bagian yang menurut saya dibahas terlalu lama dan bertele2. Meskipun begitu, rasa penasaran yang sudah telanjur terbangun berhasil membuat saya bertahan dan saya bersyukur membaca Memorabilia sampai halaman terakhir.

Puas! Resmi menjadi fans baru Sheva! Recommended!
Displaying 1 - 23 of 23 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.