What do you think?
Rate this book


316 pages, Paperback
First published November 1, 2015
"Karena menikah itu untuk bahagia. Dua orang yang saling cinta, pasti akhirnya akan menikah Dengan begitu, mereka akan bahagia." (hal. 43)
"Seperti yang kubilang sebelumnya, meja makan merekam kisah-kisah yang ada di sebuah keluarga. Kadang-kadang aku bertanya, kalau meja makanku bisa bicara, apa benda itu akan memohon untuk berganti pemilik, sehingga bisa merekam kisah-kisah yang lebih bahagia?"Ini merupakan kali pertama aku membaca karya Anggun Prameswari, meskipun buku ini bukanlah novel pertama yang ia terbitkan. Ditulis dari sudut pandang karakter utamanya, Bi, novel ini mengangkat tema domestic violence atau kekerasan domestik/kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Aku sendiri sangat jarang atau hampir tidak pernah membaca novel yang mengangkat tema sejenis ini, oleh karena itu apa yang dialami Bi dalam buku ini menjadi semacam pengalaman / pengetahuan yang baru untukku. Alur ceritanya menurutku lebih banyak terfokus pada perkembangan karakter Bi; dari sosok yang memandang rendah dirinya sendiri karena selalu mendapat perlakuan yang buruk hingga kemudian ia bertemu dengan Sindhu dan orang-orang yang menyadarkannya dirinya tentang banyak hal.
"Jangan jadikan orang lain alasanmu bahagia atau sedih. Pada dasarnya manusia itu sendiri. Kita lahir sendiri, mati juga sendiri. Jadi, jangan takut pada kesendirian."Selain karakter Bi, karakter-karakter yang lain pun tidak kalah menarik. Karel, anak lelaki Bi yang masih SD, adalah salah satu karakter favoritku. Meskipun usianya masih sangat muda, Karel memiliki sisi dewasa karena keadaan yang terpaksa membentuknya demikian. Kata-kata yang ia ucapkan untuk Bi selalu berhasil membuatku terenyuh. Dan tentunya aku tidak akan melewatkan karakter Sindhu, sang pengacara yang bagaikan sosok malaikat dalam hidup Bi. Aku suka bagaimana penulisnya juga memberi latar belakang masa lalu yang kelam untuk Sindhu. Dengan posisi yang demikian, Sindhu bisa lebih mengerti apa yang sedang dihadapi oleh Bi dan bagaimana cara menanganinya. Di buku ini, Sindhu bisa dibilang nyaris sempurna tanpa cela, sehingga tidak sulit untuk jatuh cinta pada karakternya.
"Itulah yang saya bilang dengan tersesat dalam pencariannya sendiri. Seumur hidup, ayahmu selalu mengata-ngataimu. Kamu menerimanya mentah-mentah. Tapi, hatimu menolak. Makanya hatimu terus mencari. Mencari sosok yang mencintaimu. Menghargaimu. Menghormatimu. Sayangnya, pencarianmu tidak dibekali dengan rasa cinta diri sendiri. Makanya, lelaki perrtama yang menunjukkan sedikit jawaban yang kamu cari, langsung kamu telan begitu saja. Langsung kamu percayai. Dan, kamu pun lelah mencari."Secara keseluruhan, buku ini memberikan sebuah gambaran yang bagus tentang KDRT serta mendalami perasaan dan pikiran korbannya. Penulisan Anggun Prameswari berhasil membuatku bersimpati dengan keadaan yang dihadapi oleh karakternya dan membuatku terlibat secara emosional dengan keseluruhan ceritanya. Sejujurnya, aku akan jauh lebih senang jika karakter Bram juga digali lebih jauh dalam buku ini; pastinya ada alasan tertentu di balik sikap serta tingkah lakunya yang demikian. Pada akhirnya, buku ini merupakan sebuah perkenalan yang manis antara aku dan gaya penulisan Anggun Prameswari. Di kesempatan berikutnya, aku tidak akan ragu untuk membaca apa saja yang ia tulis :)
“Orang lain akan mencintaimu persis seperti caramu mencintai diri sendiri, Bi.”
“Kebanyakan kasus KDRT terjadi karena perempuannya dibuat lemah, ketergantungan, dan merasa sendiri. Dengan begitu, korban akan merasa tergantung pada pelaku. Ketergantungan secara ekonomi adalah salah satu yang dominan. Begitu korbannya tidak bisa mandiri, pelaku akan memperoleh kekuasaan lebih besar untuk terus mendominasi. Semakin korban lemah, maka pelaku semakin kuat. Kekerasan semakin nggak bisa dihindari. Salah satu cara untuk lebih percaya diri adalah dengan mandiri.”
“Bi, setiap orang layak dicintai. Kalau di kepalamu selalu tertanam ide bahwa kamu nggak pantas dicintai, maka itulah cara orang akan memperlakukanmu.”
“Jangan jadikan orang lain alasanmu bahagia atau sedih. Pada dasarnya manusia itu sendiri. Kita lahir sendiri, mati juga sendiri. Jadi, jangan takut pada kesendirian.”
“Bi, setiap orang layak dicintai. Kalau di kepalamu selalu tertanam ide bahwa kamu nggak pantas dicintai, maka itulah cara orang akan memperlakukanmu.”