Jump to ratings and reviews
Rate this book

Catatan Pinggir #3

Catatan Pinggir 3

Rate this book

634 pages, Paperback

First published January 1, 1991

8 people are currently reading
240 people want to read

About the author

Goenawan Mohamad

107 books506 followers
Ia seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tanpa lelah, ia memperjuangkan kebebasan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikan-nya. Tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Seminggu sekali menulis kolom “Catatan Pinggir” di Majalah Tempo.

Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo kelahiran Karangasem Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum.

Ia juga pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B. Jassin. “Mbakyu saya juga ada yang menulis, entah di harian apa, di zaman Jepang,” tutur Goenawan.

Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Goenawan Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.

Ketika Majalah Tempo kembali terbit setelah Pak Harto diturunkan pada 1998, berbagai perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan mutunya. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo.

Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohamad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tomy Winata, (17/5/2004). Pernyataan Goenawan yang dimuat Koran Tempo pada 12-13 Maret 2003 dinilai telah melakukan pencemaran nama baik bos Arta Graha itu.

Goenawan yang biasa dipanggil Goen, mempelajari psikologi di Universitas Indonesia, mempelajari ilmu politik di Belgia dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.

Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982).

Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah.

(from tokohindonesia.com)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
66 (29%)
4 stars
101 (45%)
3 stars
44 (19%)
2 stars
5 (2%)
1 star
5 (2%)
Displaying 1 - 9 of 9 reviews
Profile Image for Ivan.
79 reviews26 followers
October 24, 2010
Seperti catatan pinggir sebelumnya yang pernah saya baca. Catatan pinggir ini hadir dengan halaman lebih tipis - beda 34 halaman dari Catatan Pinggir 2.
Jika pada kata pengantar buku kedua ditulis oleh Ignas Kleden yang waktu itu - November 1989 - tengah menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Sosiologi Femonologi di Universitas Bielefeld, Jerman Barat. Kata pengantar buku ketiga ini ditulis oleh R. William Liddle, mahaguru di Ohio State University, Colombus, Ohio, Amerika Serikat, seorang sarjana politik yang dikenal sebagai pengamat perkembangan Indonesia. Disitu Liddle menyebutkan bahwa Goen merupakan salah satu penyair di Indonesia yang telah memiliki "rumah". "Rumah" menurut Liddle langka dimiliki penyair di Indonesia. Dalam intelektual modern Indonesia jarang yang secara tegas menolak dengan tegas pengkotakan Timur dan Barat. Tidak seperti Goen yang telah jelas menulis sebagai warga sah masyarakat Indonesia yang sudah berkebudayaan nasional. Dengan kata lain Goenawan Mohammad sudah mempunyai "rumah".
Jika di Caping sebelumnya terdapat 15 bab di Caping 3 ini hanya 10 bab. Diantara 10 bab itu adalah Ideologi, Birokrasi, Kekuasaan, Kemerdekaan dan kebebasan, Tragedi manusia, Moralitas, Tata Ekonomi dan Keadilan Sosial, Perubahan Sosial, Etos Budaya, Serbaneka.

Profile Image for Laras.
160 reviews
April 11, 2016
Goenawan Mohamad adalah burung langka dalam sangkar intelektual modern Indonesia. – R. William Liddle

Masih, belum menjadi kapasitas saya untuk mengomentari atau mereview Catatan Pinggir 3. Begitu banyak – terlalu banyak malahan, bagi saya, hal baru yang ditemukan, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan dalam buku ini . Sedangkan Goenawan Mohamad merangkumnya dalam 160 catatan yang kemudian dikumpulkan dan menjadi bacaan wajib – setidaknya bagi para intelektual di Indonesia, atau bahkan dunia.
Profile Image for Naufal Arifin.
39 reviews8 followers
April 21, 2025
Buku perkenalan dengan Goenawan Mohamad, resepnya adalah membaca dua atau tiga chapter per malam untuk mengiris-ngiris dan mengintip Indonesia pada masa itu. Saat-saat sebelum jatuh rezim Orde Baru, saat-saatnya demokrasi mulai berbicara sesungguhnya.
Displaying 1 - 9 of 9 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.