I wish to Offer my best thanks to my fellow travellers, Mr. And Mrs. Malcolm Giles, their niece, Miss Smith, and to Mrs. Shrimpton, for allowing me to use some of their photographs in this book. Also to Miss Butters, F. H. Sikes, Esq., and Professor F. Wright, of Washington, for their kind encouragement and eriti cism. But especially do I desire to acknowledge my indebtedness to Miss Edith Rowe for her unwearied expenditure of time and trouble in.
About the Publisher
Forgotten Books publishes hundreds of thousands of rare and classic books. Find more at www.forgottenbooks.com
This book is a reproduction of an important historical work. Forgotten Books uses state-of-the-art technology to digitally reconstruct the work, preserving the original format whilst repairing imperfections present in the aged copy. In rare cases, an imperfection in the original, such as a blemish or missing page, may be replicated in our edition. We do, however, repair the vast majority of imperfections successfully; any imperfections that remain are intentionally left to preserve the state of such historical works.
ini merupakan buku catatan perjalanan, lebih tepatnya: perjalanan turistik di awal abad XX [1914].
dengan istilah itu yang saya maksud adalah penggunaan perspektif turis yang takjub dengan dunia di luar dirinya. meski demikian, catatan perjalanan ini sudah dilengkapi dengan bahan-bahan lain selain yang dilihatnya ketika kunjungan.
berangkat dari australia, ia menumpang kapal yang bernama MATARAM. sebuah kapal uap yang tergolong baik seberat 3.300 ton. lebih baik katimbang kapal-kapal tua yang masih dioperasikan oleh perusahaan lain.
kapal ini dipuji karena makanan yang disajikannya enak, tapi juga dikritik karena jumlah kamar mandi yang terbatas serta kamar tidur yang panas.
buku terjemahan ini bertaburan typos sehingga menjengkelkan. juga, penerjemah kurang paham dengan istilah-istilah bahasa belanda yang sudah populer seperti rijstaffel yang ditulis ‘riz tavel’. agaknya, proses penerjemahannya menggunakan mesin. seperti borobudur disebut sebagai ‘kuil borobudur’, ini tentunya karena inputnya berbunyi ‘borobudur temple’ sehingga oleh mesin penerjemah kata ‘temple’ dialihkan menjadi ‘kuil’ dan bukan ‘candi’ sebagaimana kata terakhir ini lebih kita kenal.
namun demikian,menarik juga mengetahui pandangan orang australia di awal abad ke-2o mengenai jawa, ketika pulau itu dipopulerkan sebagai kawasan dengan banyak destinasi wisata.
mengenai borobudur, ia menulis lebih banyak, dengan mengandalkan banyak keterangan tambahan dari bacaan, tidak melulu dari kunjungannya sendiri. buku ini aslinya dihias dengan ilustrasi, tapi di terjemahannya blas gak ada ilustrasinya... eman rek!
Buku ini berisi catatan perjalanan McMillan dari Sidney hingga terakhir di Batavia. Tidak jelas kapan perjalanan ini bermula, penulisnya hanya menuliskan keterangan tahun 1914 di akhir kata pengantarnya.
Di Jawa ia dan kerabatnya mengunjungi Surabaya, Bromo, Jogja, Garut, Bandung, Bogor dan Batavia. Melihat gunung dan candi-candi, menyaksikan keseharian penduduk asli dan lansekap Jawa yang mengagumkan. Bromo, Keraton Jogja, Borobudur, Tangkuban Perahu, Kebun Raya Bogor, Kota Tua, dan tempat-tempat lainnya.
Karena ia dari Australia (Anggapanku sih begitu. Tapi mungkin saja dia dari Inggris. Tidak terlalu jelas sih), ia sepertinya menaruh banyak sekali perhatian pada sajian teh. Juga topi. Inggris bangetlah pokoknya. Oh iya, ia juga beberapa kali mengolok-olok Belanda yang kurang baik dalam memerintah Hindia Belanda sebelum Inggris masuk (di bawah pemerintahan Raffles tahun 1811-1816) dan mengubah itu semua. Ya mungkin ada benarnya juga. Tapi hmmm tapi sama aja sih, sama-sama menjajah 😩.
Ceritanya seru dan asyik. Beberapa tempat yang ia datangi masih bisa kita kunjungi juga saat ini. Bedanya ya dulu masih lebih alami, hijau ada dimana-mana. Tapi mungkin kekaguman yang dulu ia rasakan masih juga akan muncul di saat ini. Yang kusuka dari buku ini, ia menyelipkan beberapa informasi yang cukup penting seperti cara membudidayakan teh, asal-usul penanaman kina sebagai kebun obat, kepindahan pemukiman Belanda dari Batavia tua ke Weltevreden (sekarang Sawah Besar) karena wabah penyakit yang mematikan, dan informasi lainnya
Oh ya, yg paling mengagetkan buatku adalah ternyata pelancong bule kaya macam gini tuh dulu naik gunungnya ditandu gaes 😩. Gak kebayang gimana pegelnya orang pribumi berbadan kecil nandu bule-bule raksasa. Hiks kasian.
Nb: Jangan tertipu dengan covernya. Dia gak ketemu harimau lagi makan badak. Nb lagi: banyak typo dan kata-kata yang berulang. Ih kesal.