Pengin mahir berbahasa asing dan jalan-jalan keliling Eropa? Kenapa tidak coba ikutan program au pair?
Yup, au pair (baca: oper) adalah program yang memungkinkan semua orang dengan batasan usia tertentu bisa terbang ke Eropa dan mempelajari bahasa serta budayanya dengan bekerja sebagai baby-sitter. Selain mendapat gaji yang bisa dipakai untuk traveling, menjadi au pair juga akan menambah “nilai jual” kita setelah pulang ke tanah air.
Mau tahu caranya dan apa saja yang harus dipersiapkan? Di buku ini, akan dibahas secara lengkap all about au pair. Dari mulai cara daftarnya, memilih host family, membuat resume yang menarik, sampai tips dan trik jalan-jalan secara murah meriah di Eropa à la au pair. Bukan itu saja, di buku ini, penulis juga sharing pengalamannya ketika menjadi au pair di Prancis selama dua tahun.
“A journey of a thousand miles must begin with a single step,” Lao Tzu, Hal.113.
Sebagian besar traveler pasti ingin menjejaki tanah Eropa. Bukan hanya untuk menggalang gengsi, namun perjalanan ke benua biru itu tentulah akan menawarkan banyak hal baru di dalam hidup si pengelana. Bagi kalangan borjuis tentulah melakukan perjalanan ke Eropa bukan hal yang sulit. Namun bagi kalangan yang mengaku backpacker kere nan nekat sekalipun, Eropa masih sulit tersentuh. Apalagi jarak Indonesia-Eropa sangat jauh dan tentu tiketnya pun lumayan mahal.
Kenyataan ini tidak membuat Icha gentar. Melalui program Au Pair, Icha berencana menaklukan Eropa! Tidak hanya itu, di sana ia akan berkesempatan untuk belajar sekaligus bekerja. Bekerja sebagai pengasuh tepatnya. Ya, “Au Pair adalah sebuah program yang memungkinkan semua orang dengan batasan usia tertentu, dapat mempelajari bahasa dan budaya negara yang dia inginkan dengan bekerja sebagai pengasuh anak…” Hal.2.
Setelah semua persiapan telah selesai dilakukan, Icha pun memutuskan untuk cuti kuliah dan memulai kehidupan baru sebagai Au Pair di Annecy, Perancis. Akhirnya, cita-cita Icha untuk menjejakkan kaki dan merengkuh ilmu di Eropa berhasil ia gapai. Walau begitu, dari awal Icha sadar betul bahwa keberadaannya di Eropa bukanlah untuk pelesiran semata. Di sini ia harus belajar dan bekerja. “For some people, being an au pair might seem to be a fairytale, but it could actually be your worst nightmare,” sahut Icha.
Keindahan Annecy, Perancis
Di Annecy, Icha bekerja di keluarga Abdul. Ia tinggal di rumah yang besar dan indah. Di sana ia bertugas untuk menjaga Sarah, “…gadis kecil yang sangat aktif dan tidak bisa berhenti bicara.” Hal.32. Sebetulnya Icha sangat diterima baik di keluarga ini. Namun, sayangnya kehidupan pernikahan host family-nya berada di ambang perceraian. Tentulah hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi keadaaan di rumah. Di saat-saat tertentu Icha bahkan harus rela menenangkan Sarah yang sedang down.
Bulan-bulan awal Icha juga sangat kesulitan mendapatkan teman. Di lembaga bahasa tempat ia belajar pun Icha kesulitan untuk masuk ke salah satu kelompok belajar –karena mereka sudah mempunyai geng sendiri. Namun, untunglah melalui forum couchsurfing.com, Icha akhirnya mendapatkan teman-teman yang belakangan menjelma sebagai sahabat terbaiknya selama berada di Annecy. Bahkan, teman-teman baru di CS ini pulalah yang menjadikan impian Icha untuk keliling Eropa menjadi nyata!
Pasca perceraian host family yang berakhir menegangkan, dengan uang yang dikumpulkan dari bekerja sebagai Au Pair, Icha bersama sahabat barunya –Kanthy, memutuskan untuk menjelajahi Eropa dengan cara-cara yang lumayan ekstrem. Ya, hal ini mereka lakukan terlepas dari minimnya dana yang mereka punya. Untuk berpindah dari satu kota ke kota yang lain misalnya… alih-alih menggunakan angkutan paling murah sekalipun, Icha dan Kanthy melakukannya hanya dengan bermodal jempol! Ya mereka hitchhike dan berharap ada pengemudi baik yang bersedia memberikan mereka tumpangan.
Akomodasi sepenuhnya mereka dapatkan dari couchsurfing. Bahkan, dalam perjalanannya, Icha dan Kanthy juga melakukan Wwoofing! Yakni menjadi sukarelawan di perkebunan dengan imbalan makan dan tempat tinggal! Benar-benar perjalanan yang ‘gila’! Tak sedikit halangan menghampiri perjalanan mereka. Seperti terjebak di mobil pria hidung belang misalnya… namun syukurlah Icha dan Kanthy bisa melewati itu semua. “The most difficult situation is always being the most memorable thing that stays in our memory,” Hal.172.
Lyon, Perancis. Kota yang menghangatkan hati si penulis ;)
Bahkan, dari pengalaman mereka wwoofing, mereka diingatkan untuk betapa pentingnya mengkonsumsi makanan lokal. “…karena produk impor membutuhkan banyak energi untuk sampai ke perut kita. Mulai dari proses pembekuan, hingga minyak yang digunakan untuk distribusi. Jadi, untuk membuat makanan sampai ke meja kita membutuhkan banyak energi yang bisa saja digunakan untuk makanan para anak kelaparan di belahan dunia sana…” Hal.181.
Au Pair adalah buku yang menawan. Icha berhasil menuliskan kegelisahan-kegelisahan hati dan impiannya yang meledak-ledak dalam bahasa yang ringan. Siapa sangka, buku dengan tampilan sederhana ini menyimpan sajian yang luar biasa. Terakhir kali aku merasakan nuansa yang sama ketika aku membaca Travellous-nya Andrei Budiman. Sama-sama ‘manis’, sama-sama ‘mencerahkan’.
Kaver buku ini sebetulnya sangat pas dan sangat menggambarkan tentang isi buku ini. Walau maaf, menurutku desainnya terkesan tua. Aku membayangkan, jika gambar kereta dorong diganti dengan ilustrasi dan warna kaver lebih berani menggunakan warna-warna ceria, pastilah Au Pair akan semakin menarik. Keberadaan foto-foto di bagian isi juga kurang kece. Saya yakin buku ini akan diterima baik. Siapa tahu akan dicetak ulang. Nah, ketika kesempatan itu datang semoga saja hal-hal itu bisa diperbaiki. Terlepas dari kaver dan tampilan buku secara fisik. Aku suka sekali buku ini. Keren! ;)
Pertama kali tau tentang buku ini dari twitter @Stiletto_Book . Langsung tertarik pengin beli karena: 1. Settingnya di Eropa. Gue punya memori tersendiri dengan benua ini. 2. Karena judulnya (pake bold dan caps lock) AU PAIR Gue langsung melotot baca judul bukunya, karena gue pun punya pengalaman nano-nano dengan Au Pair. 3. Gue suka dengan buku yang memiliki tema Au Pair/Babysitter/Nanny. So far, gue udah baca dua buku Hollywood Nanny yang seru, tapi belum pernah baca buku tema ini dengan penulis orang Indonesia.
Asli gue ngiri berat sama Icha. Gimana nggak? Icha bisa berkelana 2 tahun di Eropa dan merasakan pahif getir hodup di sana. Dan yang paling bikin gue sirik adalah menikmati outdoor yang jarang banget bisa gue dapatkan di ibukota tercinta ini.
Menjadi Au Pair memang gambling. Sukur-sukur dapat keluarga yang asik. Segala harapan dan excitement Icha harus pupus ketika ia tinggal di rumah keluarga Abdul. Gue bisa ngebayangin gimana seremnya tinggal di rumah itu. Mungkin lebih baik tinggal di kastil Count Dracule kali ya, secara itu kan tokoh fiktif, sedangkan a scumbag with a name Abdul itu nyata. Gue juga ikut emosi saat membaca detik-detik terakhir Icha dan Abdul bertemu.
Dan dari buku ini gue juga jadi tahu istilah couchsurfing dan wwoofing. Sounds like a dog *ngikik*. Pas baca bagian wwoofing, gue jadi teringat cerita suami waktu kuliah di Perth. Waktu jalan mau piknik sama teman-temannya, di tengah jalan ada cewek Jepang hitchhiking. Dia cerita kalo dia itu sebenarnya turis yang kehabisan uang. Jadi dia kerja di fruit farm, sampe duitnya terkumpul, baru dia traveling lagi. Memang terdengar nekat, tapi fun karena bisa merasakan real adventure, and I miss the adventure. Menurut cerita si Jepang, banyak orang Jepang yang kerja sebagai waiter atau wwoofing di Australia. Kalo yang gila, bahkan banyak yang jual diri segala *knock on wood, amit-amit jabang babon yah* Gue jadi inget juga sama film yang dibintangi Keanu Reeves, "A Walk In The Clouds". Kalau seandainya gue suatu saat wwoofing, gue pengen wwoofing di kebun anggur atau pabrik wine di Prancis. Seru kayaknya nginjek-nginjek anggur sampe benyek.
Icha juga nekat ber-hitchhiking yang memang menurut gue sangat berani. Trust is the key word. Pake feeling juga supaya nggak dikerjai sama orang yang kita tumpangi.
Lalu, bab tentang Samuel bikin gue deg-degan. Ooh la la, ternyata memang ada apa-apanya. Gue belum baca buku pertama Icha. Setelah ini, gue bakal baca bukunya yang sepertinya nyambung dengan Au Pair.
Yang bikin gue held my breath adalah waktu Icha cerita kisahnya di Italia. Salah satu impian gue adalah mengunjungi Verona yang kebayang sangat romantis. Jujur, gue jauh lebih kepengen pergi ke Verona daripada Paris. Pernah lihat di channel TLC yang membahas kota Verona, dan gue langsung terpesona dengan keindahan kunonya. Yes, rumah Juliet juga salah satu sitis wajib untuk dikunjungi.
Di akhir buku, gue ikut menitikkan air mata, langsung teringat dengan beberapa sahabat gue di Swiss. Hari terakhir waktu gue diantar ke stasiun, gue berpelukan sambil nangis.
Au Pair bukan hanya sekedar buku tips traveling ke Eropa, tapi ada kisah di dalamnya yang bikin gue nggak mau berhenti baca. Emosi gue ikut teraduk saat membaca buku ini. Ngakak, senyum-senyum, mengumpat dalam hati, melonjak, melotot, dan menangis. Belum pernah gue baca buku traveling sampe emosional bacanya.
Thumbs up untuk penulisnya. Gue tunggu karya Icha selanjutnya.
Siapa sih yang tidak ingin tinggal di luar negeri dan mendapat uang saku plus bisa travelling? Siapapun yang baca ini pasti akan menjawab "Mau!" Tidak terkecuali saya yang baru menulis sampai sini saja sudah ileran #eh
Kebetulan saya sudah tahu tentang Au Pair dari sebuah majalah lifestyle. Mengurus anak? Aduh saya ini kan ceroboh, tidak sabaran, sukanya main saja sama anak2 tapi ga bisa ngurus.. jadi mana mungkin cocok sebagai baby sitter! #HardFeeling Hehehe.
Oke! Diluar saya yang "merasa" tidak cocok menjadi baby sitter jadi apa salahnya saya baca pengalaman orang Indonesia mengurus anak orang asing di luar negri?
Awalnya, saya pikir buku ini hanya bercerita tentang bagaimana menjadi baby sitter atau bahasa Perancisnya disebut Au Pair. Karena di awal bukunya dibahas prosedur untuk melamar sebagai Au Pair, dari pengajuan lamaran melalui website, visa, sampai urusan birokrasi di Indonesia, semuanya dijelaskan dengan detail dengan penuturan bahasa yang tidak teoritis (seperti menggurui) tapi menggunakan bahasa yang friendly untuk dibaca.
Perjalanan sang penulis ber-travelling inilah yang menjadi inti dari buku Au Pair. Buku ini tidak menjelaskan secara deskriptif seperti buku2 travelling yang pernah saya baca sebelumnya, tapi lebih kepada sebuah diary perjalanan penulis berikut pelajaran maupun makna hidup yang dipetik dari pengalamannya selama menjadi Au Pair sekaligus memanfaatkan waktu liburannya dengan jalan2.
Kemudian pembaca akan dikenalkan sesuatu yang baru seperti budaya Perancis, forum silaturahmi di couchsurfing, mencari transportasi ke luar kota dengan hitch hike, menjadi volunteer dengan bertani di organic farm atau dinamakan wwoofing. Semua ini dilakukan penulis selama perjalannya ke beberapa kota di Eropa seperti Lyon, Paris, Ghent, Oolen, Antwerp, Cologne, Giessen, Bologna, Verona, Milano, Turino, Chambery, dan kota2 lainnya di Eropa. Ngomong2 seperti apa ya couchsurfing? hitch hike? atau wwoofing? Semuanya dijelaskan di buku ini plus cerita dari pengalaman menarik si penulis tentang ketiga hal tersebut :D
Selama di Eropa tidak mungkin penulis tidak mengalami romansa. Saya suka sekali ceritanya Icha tentang dua pria perancis (yang diceritakan di buku) yang menjadi warna dalam hidupnya di Eropa. Kadang di sela2 cerita, Icha memasukan sedikit interaksinya dengan mereka yang membuat pembaca menjadi tersenyum. Ceritanya tidak terkesan dibuat2, penulis menceritakan dengan alami dan wajar seperti kisah anak muda pada umumnya. Buku ini tidak hanya menceritakan betapa menyenangkannya mengurus anak kecil yang lucu dengan keluarga yang hangat, atau menikmati kota-kota di Eropa dengan gajinya sebagai Au Pair, melainkan pentingnya nilai persahabatan dengan teman2 asing, betapa berharganya arti kasih sayang antara orang tua asuh dengan pengasuh anaknya, dan pengalaman tak ternilai yang didapatkan dari perjalanan panjangnya selama ber-travelling.
Buku ini adalah sebuah diary seorang wanita yang berasal dari negri yang jauh, seorang Au Pair yang sudah menggapai mimpi dan cita2nya.
Forever in our heart and forever in our life.
What a change for us to meet you during one year.....
Only one year.
But it's just the beginning of a such wonderful history between us.
Buku catatan perjalanan yang gado-gado isinya. Ada tips traveling, ada kisah cinta terpendam, cerita tentang persahabatan dan kepercayaan. Macem-macem. Walau buku ini banyak memberikan tips dan trik traveling murah bahkan cara dapat duit di Eropa, tapi bagian yang saya suka justru soal sisi-sisi emosional penulis saat menjadi Au Pair (baca: oper) bersama dengan family host-nya. Menarik banget di bagian di mana Icha ditelantarkan Abdul(fam host-nya yang pertama). Saya sampai deg-deg.an membaca larik demi larik kisahnya. Duh, nggak kebayang deh 'dibuang di jalan' secara tiba-tiba begitu. Pada dasarnya saya pencinta novel sih ya, jadi kisah nyata yang dituliskan seperti fiksi justru yang paling menarik.
Kalau kisah perjalanannya sendiri menurut saya biasa aja. Memang banyak informasi berguna, tapi cara penulisannya cenderung datar dan terlalu banyak informasi yang malah membuat tulisan terasa berat saat dibaca. Tapi tetap berguna jadi pedoman buat yang mau backpacking-an ke Eropa. ^_^
Bintang 2 deh yaaa :*
This entire review has been hidden because of spoilers.
Baca bukunya kak Icha jadi makin terinspirasi buat menjelajahi Eropa! Dunia juga sih kalo bisa. Bagus banget, inspiring banget pengalamannya. Dan kata-kata di buku itu udah aku buktiin sendiri, bahwa good people are everywhere! Udah berhasil ke Perancis jadi au pair dan dapet unforgettable experience and amazing friends! Pokoknya buku ini highly recommended! :) Seneng banget bisa baca buku itu dan ternyata tanteku kenal sm teh Icha *ganyambung* hehe really excited to meet her!
Beruntung sekali saya mendapatkan buku ini dari Stiletto Book. Sejak lembar-lembar pertama saya langsung terkesima oleh cerita awal mula petualangan Icha Ayu di Eropa. Kalau saya seorang mahasiswi sastra Prancis atau bahasa asing lainnya, saya akan mengikuti jejaknya dan membuka web http://aupair-world.co.uk. Bagaimana tak kepengen, Icha menjelaskan secara rinci mengenai Aupair,segala persiapan dari administrasi hingga persiapan pribadi. Step by step menjadi Aupair dijelaskan dengan gamblang. Apa daya, saya hanyalah seorang emak yang tak menguasai satu pun bahasa asing jadi cukup pengen saja mengikuti cerita petualangan Icha menjadi Aupair di benua biru :D. (kalau soal petualangannya berkelana, tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti, amin)
Oiya, Aupair adalah sebuah program yang memungkinkan semua orang dengan batasan usia tertentu, dapat mempelajari bahasa dan budaya negara yang diinginkan dengan bekerja sebagai baby sitter (pengasuh anak) di rumah host family (keluarga penerima) dengan jangka waktu enam hingga delapan belas bulan (hal. 2)
Icha Ayu menceritakan pengalamannya menjadi aupair dengan gaya bercerita serenyah novel, jadi pembaca tidak akan merasa sedang membaca buku nonfiksi, akan terhanyut dengan suka dukanya hidup di rumah host family. Secara kebetulan, Icha Ayu mendapatkan keluarga yang sedang menghadapi jurang perceraian. Karena pengalaman yang sama dialami oleh Icha ketika kecil, ia bisa memberikan motivasi dan gambaran yang berarti terhadap Sarah, anak yang menjadi korban. Pengalaman menghadapi keluarga yang setiap saat berseteru itu menjadi pengalaman penuh emosi, sebab itu berpengaruh terhadap hidupnya di ujung kontraknya sebagai pengasuh Sarah.
Menjadi Aupair memungkinkan Icha menjelajah Eropa. Namun, jalan terjal harus dilalui karena masalah keuangan. Selama menjadi Aupair, Icha harus menghemat keuangan sehingga di akhir pekan ia bisa menjelajah berbagai kota sekitar tempatnya bekerja. Gaji yang didapat sebagai Aupair tidak lah banyak dibanding dengan biaya hidup di negara Eropa yang terbilang tinggi.
Lepas dari host family pertama, Icha mendapatkan host kedua yang ideal. Selama dua bulan jeda menunggu kontrak dimulai, petualangannya menjelajah Eropa penuh dengan cerita luar biasa. Kota-kota indah yang dimiliki negara Prancis, Italia, Belgia, dan Jerman tak hanya dinikmati pesonanya namun juga mengenal budaya dan penduduk lokal dengan beraneka karakternya yang menarik.
Masalah keungan tidak menjadi hambatan untuk berpetualangan. Dengan dana yang supermepet untuk hidup di Eropa, dihadapi Icha dengan 3 solusi:
Cochsurfing Ini adalah jalinan silaturahmi para traveler internasional. Dengan jaringan ini, traveler bisa menginap di penduduk lokal sesama teman CS secara gratis bermodalkan kepercayaan. Selain mendapatkan tumpagan gratis, traveler bisa lebih mengenal kebudayaan lokal sebab host CS yang juga seorang traveler akan memberikan banyak pengetahuan bahkan menjadi tour guide. Jalinan ini akan membuat traveler memiliki saudara di berbagai belahan dunia.
Hitch hike Mencari tumpangan secara gratis dengan mengacungkan jempol dan senyum manis, plus kertas bertuliskan nama tempat yang akan dituju tentu membutuhkan keberanian tinggi. Pengalaman ini menjadi hal yang luar biasa yang Icha lakukan. Berjam-jam berdiri di pinggir jalan, terkatung-katung di pom bensin, hingga perjalanan ber-hitch hike terpanjang pernah dialami. Semuanya menyisakan kesan manis bahwa banyak orang baik bertebararan di muka bumi
Wwoofing Travaler menjadi relawan di perkebunan organik. Tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan penginapan dan makanan gratis, tapi juga untuk belajar perkebunan organik itu sendiri (hal.179)
Trik dan tips yang diberikan Icha dalam buku ini bermanfaat banget untuk para traveler, jadi buku ini cocok dibaca mereka yang hobi berkelana ke luar negeri. Nah, buat pembaca pada umumnya, buku ini asyik dibaca karena banyak muatan edukasi di dalamnya. Selain deskripsi apik kota-kota di Eropa yang dikunjungi Icha, pembaca akan mendapat pengetahuan lebih mengenai sejarah dan budaya kota-kota di Eropa, beserta karakter penduduknya.
Bertemu dengan traveler dari berbagai belahan bumi pun menjadikan Icha memahami karakter mereka. Seperti misalnya ketika ia duduk satu meja makan dengan traveler dari Israel, ia dibuat terkaget-kaget dengan habit mereka yang stereotipikal: suka menyerobot hak milik orang lain. Traveler dari Israel tersebut suka mengambil makanan dari piring orang lain.
“Kalau aku sama temen-temen di Israel sering begitu, that’s one of our habits,” ucapnya berusaha membela diri.
“Oh ternyata memang begitu kebiasaan orang Israel, suka mencomot hak milik orang lain…” candaan dilanjutkan dengan humor yang menyangkut stereotype masing-masing negara yang sebenarnya apabila dilanjutkan akan berubah menjadi humor rasis. (hal.195)
Pengalaman wwoofing tidak hanya memberikan pengetahuan bertani yang berharga namun juga kesadaran pada lingkungan yang ditularkan oleh petani yang ditumpanginya.
“…betapa pentingnya untuk selalu mengkonsumsi makanan produksi lokal, karena produk impor membutuhkan banyak energi untuk sampai ke perut kita. Mulai dari proses pembekuan, hingga minyak yang digunakan untuk distribusi. Jadi, untuk membuat makanan sampai ke meja kita membutuhkan benyak energi yang bisa saja berguna untuk makanan para anak kelaparan di belahan dunia sana. Hal yang sama sekali tidak pernah saya pikirkan sebelumnya.” (hal.181)
Pada akhirnya, Aupair bagi Icha memberikan beragam perspekif yang memperkaya hidupnya, seperti film dalam bisokop yang sangat indah.
“Dalam hidup semuanya tergantung pada diri sendiri. Kitalah yang memutuskan apakah gelas ini setengah kosong atau setengah isi. Itulah rahasia kebahagiaan, kitalah, dan hanya kita, yang berhak memutukan apakah kita akan bahagia atau sengsara. Apakah kita ingin mengeluh atau bersyukur, pesimis atau optimis, melihat sisi negatif atau positif semua kejadian dalam hidup kita. Hanya kita dan selalu kita. (hal.66)
Lewat buku ini kita jadi tahu seluk beluk program Au Pair, sebuah program belajar bahasa asing sambil menjadi baby sitter. Yang menarik dari buku ini adalah penulisnya menceritakan pengalamannya sendiri selama mengikuti program Au Pair di Perancis dan sentuhan personal namun sangat informatif. Tak hanya soal step by step dan bagaimana cara beradaptasi dengan budaya baru, tetapi juga kisah pribadi penulis yang sangat menyentuh.
Poin kelebihan lainnya adalah lengkapnya ulasan soal Couch Sourfing, WWOF dan juga cara traveling murni backpacker dengan segala suka-dukanya ketika Icha berkeliling Eropa. Bagian yang paling saya suka soal perjalanan traveling Icha dengan seorang sahabat perempuan yang baru diakrabinya. Di beberapa bagian, saya sampai menangis terharu terutama ketika keluarga host yang ditinggali Icha sedang menghadapi perceraian dan si anak tidak mau ditinggalkan oleh Icha. Warm, so touchy and very informative!
Travelling, siapa yang tak suka melakukannya. Bagi sebagian orang, travelling merupakan kegiatan yang seru dan menyenangkan. Dengan travelling, kita bisa melihat bagian dunia lain yang belum pernah kita temui dan belajar darinya, sehingga mendapatkan pengalaman yang berharga.
Eropa merupakan salah satu belahan dunia yang sering jadi tujuan travelling karena negaranya yang indah, banyak peninggalan sejarah, pendidikannya, serta alasan lainnya. Eropa juga merupakan Negara dengan biaya hidup yang mahal, terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesia. Namun Icha Ayu, mahasiswa sastra Prancis Unpad ini mampu travelling keliling Eropa dengan biaya terbatas dengan cara menjadi Au pair.
Nyesel, kenapa dulu tidak mencoba ikutan program Au Pair.
Kalau saja ketika aku kuliah di Sastra Prancis dulu ikutan Au Pair, pasti aku bisa merasakan semua hal yang Icha Ayu ceritakan dalam buku ini.
Persahabatan yang hangat dengan sesama Au Pair, petualangan seru dengan travel mate-nya, kemampuan berbahasa Prancis yang tidak diragukan lagi, dan dapet pacar bule, eerrrr... yang terakhir bonus! :))
Anyway, ini buku lengkap banget. Berisi jurnal perjalanan Icha ketika keliling Eropa, diary Icha ketika menjadi baby sitter, juga buku panduan buat teman-teman yang pengin menjadi Au Pair. All you can read on this book.
Wahai para pemuda pemudi, yang masih kuliah (baru lulus), ngebet traveling gratis atau modal pas-pasan (terutama ke luar negeri), ayo wujudkan mimpi kalian. Salah satunya bisa ikutan program au pair. Jangan sampai menyesal kayak saya, yang sudah ketuaan buat ikut au pair =____=. Buku ini bisa jadi referensi simpel buat yang tertarik au pair. Ditulis dengan ringan dan cukup informatif. Plus pengalaman Icha Ayu, sang penulis, ber-hitchhike, numpang nginap di rumah orang lokal (hospitality/couchsurfing), hingga wwoofing, demi memangkas biaya backpacking. Inspiratif, meski banyak tersebar typo, editing please... :)
Ketika di negeri orang, ada baiknya kita membekali diri dengan mengetahui banyak hal tentang negara tersebut. Mungkin sama seperti menjadi Au Pair yang pernah dilakoni Icha Ayu di Eropa, susah senangnya, ia tulis dalam buku ini. Termasuk tips2 untuk bisa keliling Eropa dengan biaya seadanya. Jelas, ini buku bagus buat kamu yang pengin jadi Au Pair. Kalau orang bilang, "belajarlah kamu dari pengalaman". Tapi dengan baca buku ini, "belajarlah kamu dari orang yang telah berpengalaman".
When do you think who can't around eroup without much money. Icha ayu can! Icha ayu mengajak kita untuk benar-benar tangguh selama perjalanannya. Ada sedih ketika harus menambah satu tahun lagi di eropa sebagai aupair ada perasaan bahagia karena bertemu dengan keluarga baru dan yang pasti bertemu dengan jodoh yang tidak pernah dibayangkan diparis. romantic ♥
ceritanya kurang menarik, datar tapi informasi di dalamnya sangat membantu teman-teman yang ingin bepergian ke prancis. Lebih disarankan buku travel karya windy ariestanty atau trinity dibanding buku ini
Cukup kecewa sih sama buku ini. Saya berharap mendapatkan lebih banyak cerita-cerita menarik mengenai menjadi au pair, tapi ternyata saya malah lebih banyak mendapatkan cerita-cerita travelingnya :))