Jump to ratings and reviews
Rate this book

Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe

Rate this book
Mari melongok Jakarta selagi masih bernama Batavia atau Betawi ...

Apa kiranya topik pembicaraan masyarakat saat itu? Macam-macam tentang Tambahsia, anak pemuka masyarakat Cina yang menghamburkan uang ayahnya untuk mengumbar nafsu. Tapi akhirnya pemuda ini kena batunya. Dia mati di tiang gantungan. Ada Si Pitung yang begitu legendaris. Masyarakat percaya dia punya ilmu menghilang secara gaib.
* Perkembangan kota? Dari sebuah wilayah terbatas tembok mengelilingi sebuah Kastil di daerah Pasar Ikan, Batavia terus berkembang ke Selatan. Lahirlah Pasar Senen, Tanah Abang dan Weltevreden nenek moyang Jakarta Pusat sekarang.
* Kemakmuran meningkat. Gedung-gedung mentereng bermunculan. Ada hotel megah, gedung pertemuan yang mentereng.Gedung kesenian yang anggun. Beberapa dari gedung-gedung itu masih tegak sampai sekarangc Sebagian memang hilang tanpa bekas.
*Bagaimana gaya hidup masyarakat Batavia? Kemewahan tempo doeloe tentu berbeda dengan sekarang. Percaya atau tidak. Orang Belanda dulu minum air Ciliwung. Daerah Tanah Abang merupakan kawasan peristirahatan. Mobil baru terbatas dimiliki beberapa gelintir orang kaya. Itu pun belum tokcer seperti sekarang. Klaksonnya masih berupa ... terompet seperti ular!

... kisah-kisah di atas terungkap dari serangkaian tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini.

192 pages, Paperback

First published January 1, 1988

4 people are currently reading
45 people want to read

About the author

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
4 (25%)
4 stars
7 (43%)
3 stars
5 (31%)
2 stars
0 (0%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 4 of 4 reviews
Profile Image for Larasestu Hadisumarinda.
188 reviews34 followers
September 21, 2014
AKHIRNYA SELESAI BACA BUKU INI. Ternyata dari tanggal 2 saya bacanya, lama juga padahal cuma 192 halaman. Dan agak sedih karena cuma 12 orang yang review buku ini. Saya penasaran berapa banyak yang udah baca Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe, soalnya saya bakalan bilang ini buku recomended banget, yes, yes. Bikin saya langsung pengen travelling keliling Jakarta. Buku ini mengubah penilaian saya tentang bangunan-bangunan familiar yang dikumpulkan Intisari di dalam sini.

Btw, ini review pertama saya lho, pertamax (meskipun ini buku kedua yang saya baca tahun 2014 ini, ehe, kalau 1 bulan saya nyelesain satu buku, satu tahun saya menang 12 buku, whoa, whoa, mungkin bisa lebih, tapi jelas gak boleh kurang)

Ah ya, review, gak boleh curcol.

Buat anak-anak RPG saya yakin jadi pengen nge-role play atau bikin cerita dengan latar Batavia setelah baca buku ini karena buat sebuah plot dan latar belakang lokasi-lokasi & suasana yang dituliskan dan dilukiskan di sini gak kalah sama Eropa, serius.

Saya sendiri pun terpesona.

Bener-bener terpesona.

Sayang, gak banyak cerita-cerita fiksi dengan latar yang makai lini masa ini.

Bab pertama berkisah tentang Oey Tambahsia (jujur aja tokoh-tokoh di sini saya gak kenal, paling cuma pernah denger si Pitung) Pokoknya makasih buat Pak'e (panggilan kesayangan buat mamang-mamang yang ngasih buku ini ke saya) karena udah ngasih bonus buku ini, saya suka banget isinya lho Pak'e, dan kasihan sama beberapa temen yang pengen baca & punya juga tapi gak bisa berhubung buku ini terbit 1988 dan stok di Pak'e udah gak ada lagi.

Gimanapun bab pertama ini yang paling merasuki saya & menginspirasi saya untuk menulis. Semua orang suka kisah tentang playboy badass termasuk saya, dan Tambahsia ini benar-benar memenuhi kriteria kesewenang-wenangannya. Masalahnya diilhami dari kisah nyata tanpa dramatisasi itu "wow" endingnya pun oke, si tokoh di gantung karena rencana fitnah pembunuhannya gagal.

Saya suka si pemberontak kecil ini, bagaimana dia menyalahi aturan-aturan di zamannya, tapi akhirnya kena getahnya juga. Hum. Hum.

Kisah pendek beberapa lembar ini bakalan bagus banget kalau digali karakterisasinya. Dengan penulis sebagai eksekutor yang pas, seharusnya packagingnya bisa luar biasa, gak bakalan kalah sama cerita-cerita impor.

Dari buku ini saya tahu banyak hal. Dari buku ini saya semakin mencintai Indonesia. Meskipun emang sih kalau kita menoleh dan menilik lagi ke belakang yang kita lihat dari Batavia ini cuma Belanda, orang-orang Tionghoa, pribumi-pribumi justru diperbudak, zaman dulu satu Tuan Tanah aja bisa punya puluhan budak, dan pas mereka mati "kaboom" orang-orang itu diwariskan. Tapi, kerennya, budak-budak itu juga punya banyak keahlian misalnya main musik buat menghibur tuannya, gak cuma diperah keringatnya buat ngegarap rawa-rawa yang udah disulap jadi sawah. Menurut penjelasan dari buku ini, budak-budak itu belian dari Bali yang emang belum menghapuskan perbudakan.

Buku ini nyeritain gimana gemerlapnya dunia kalangan atas di Batavia dulu.

Buku ini nyeritain apa aja yang Batavia punya jaman dulu hingga jadi Jakarta sekarang (1988), mungkin gak semuanya secara lengkap sih tapi beberapa gedung kayak Kastel Batavia di Pasar Ikan (sekarang tinggal reruntuhannya), bangunan macem Museum Fatahillah yang dulunya dijadiin Balai Kota (beberapa orang pernah digantung di sana, bahkan Pangeran Diponegoro pernah dipenjara di penjara bawah tanah Museum Fatahillah sebelum diasingkan, dibuang). Lucu-lucu ironis, gimana dulu banyak orang dipenjara di dalem situ mulai dari gak bisa bayar hutang, budak yang dihukum majikannya supaya patuh, sampai kriminal beneran kriminal. Bahkan diceritain metode-metode penyiksaan di abad itu, keji, tembak mati jadi terasa manusiawi sekali dibanding kisah sayat, potong, gantung, dan cukil sana-sini, oh my..

Beberapa tempat seperti Departemen Keuangan (sekarang) gak luput dari kisah di dalem buku ini, Museum Nasional atau Museum Gajah, Gedung Arsip, Museum Kesenian, Museum Wayang, Pasar Pagi, Pasar Senen, Hotel-hotel yang memelintir lidah saya, pokoknya kita harus ke sana, bener-bener harus napak tilas karena mereka punya kisah yang seru banget.

Dibanding nyeritain "pribumi" karena yang dimensyen kayaknya cuma Si Pitung yang aslinya ternyata gak ganteng kayak dicerita, kebanyakan nyeritain tentang Belanda & Tionghoa, gaya hidup mereka gimana, kebudayaan, etc, etc, di masa itu. Tapi buku ini emang layak dibaca & dimiliki. Dari sini kita bakalan mulai menghargai sejarah, kisah & peninggalan-peninggalannya. Semua hal bahkan yang paling kecil, punya kisah mereka sendiri, tinggal gimana kita menggali & mencari tahunya.

Entah kenapa saya ngerasa belum ngereview buku ini dengan baik, saya belum cerita soal sungai-sungai di Jakarta yang maha banyak dibanding kota lain, saya belum cerita soal perahu-perahu yang dipungut tol air sebagai sarana transportasi selain trem, saya belum cerita tentang kereta-kereta kuda, lampu-lampu gasnya yang berwarna merah remang-remang, bioskop-bioskop bisu, pemain musiknya, ondel-ondel, tanjidor, pengaruh Portugis & Perancis. Saya belum cerita soal Lapangan Banteng yang dulunya Lapangan Singa, saya belum cerita soal perburuan rusa dan banteng, a a a, banyak-banyak, padahal buku ini cuma 192 halaman tapi super informatif dan mengagumkan. Mi wan mor.
Profile Image for Angelina Enny.
Author 11 books8 followers
October 21, 2020
Suka banget sama buku ini. Buku sejarah yang dibungkus dengan artikel dan bahasa ringan, kadangkala juga diambil dari beberapa sumber terpercaya. Seperti menjelajah masa lalu, di antara trem dan dokar, di atas jalan berpasir dengan pepohonan bebas polutan. Makin cinta dengan Jakarta yang melewati perjalanan sejarah bangsa dengan banyaknya cerita cinta, amarah, dan kuasa.
Profile Image for Kristoporus Primeloka.
116 reviews6 followers
October 29, 2016
Mungkin dengan membaca artikel-artikel yang dikumpulkan majalah Intisari tahun 1988 ini kita bisa membayangkan bagaimana jakarta di masa lalu, perkembangan kota yang bermula dari kota benteng VOC kemudian menyebar terutama ke arah selatan. Jangan bayangkan kawasan Pasar Senen yang berada di pusat kota seperti sekarang, dulu sebelum Justinus Vinck membuka sebuah pasar di Weltevreden, daerah ini dianggap berada luar kota, juga kawasan Tanah Abang yang semula hanya menjadi area pekuburan tambahan bagi orang-orang di dalam Batavia yang hanya bisa dijangkau dengan perahu melalui Kali Krukut, juga kampung-kampung pribumi yang sudah ada dan muncul kemudian. Jakarta menjadi kota besar ramai dengan keragaman, lalu ketika pemerintah kota saat ini mengingkari kampung-kampung lama di pusat kota, melabeli mereka dengan kata 'ilegal', sepertinya pemerintah kurang makan micin, mereka kurang bodoh untuk disebut bodoh!
Profile Image for Rizky.
34 reviews37 followers
December 18, 2011
Kumpulan artikel mengenai kisah-kisah menarik dari Batavia dulu. Dari yang faktanya kuat sampai yang sekedar gosip (tapi ramai dibicarakan pada masanya). Keren.
Displaying 1 - 4 of 4 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.