Goodreads Indonesia discussion
Indonesia belum Punya Infrastruktur Pengetahuan
date
newest »


Gw cuma nyengir di belakang...... Susah...

Bosnya ga tau Isaac Asimov kayaknya hehe
mangkanye enakan jadi peneliti fiksi kali ye... apa faksi?

*kok jadi ngrasani orang tho ya..hehehe.. maap..
anyway, banyak peneliti natural science dan social science yang saya kenal, hobi membaca fiksi.

Btw, buat gw sendiri sih berusaha menyeimbangkan kedua kepentingan itu, satu kepentingan karir/ilmu/otak, satu kepentingan jiwa......

tergantung kebutuhan sih

Sepanjang sejarah Indonesia pendidikan dan learning itu letaknya elitist, dianggap privilege kaum tertentu. Attitude ini masih kebawa sampe sekarang dimana sekolah itu ga dianggap hak setiap anak, tapi privilege (uang sekolah mahal, masuk sekolah persaingan susah, sekolah didirikan bukan untuk kepentingan anak didik tapi buat bisnis dan prestise, etc).

tapi ada sebuah learning system yang sederhana yang sebenarnya bisa dimulai dari hal kecil: interaksi, bincang-bincang. kultur yang mendukung hal itu menjadi sebuah media pembelajaran adalah kultur dialogis. Bukan menggurui.
Di banyak perusahaan, pengaturan tempat duduk dan interaksi menjadi bagian dari learning system itu. Bukan cuma dari tour duty.

Contoh paling ekstrimnya masalah banjir Jakarta tuh. Tiap taun banjir, ga ada yg berinisiatif bertanya 'Kenapa ini terjadi' 'Apa yg bisa diperbuat untuk menanggulangi?' Kalo masalahnya udah lewat dilupakan, kalo kena masalahnya dianggap nasib.
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/
JAKARTA--MI: Indonesia secara empirik belum memiliki infrastruktur pengetahuan yang
kuat. Ini tidak menutup kemungkinan sebagai penyebab berbagai evolusi sosial budaya di Indonesia berlangsung dengan kegagapan.
Hal inilah yang menjadi salah satu pembahasan Hans-Dieter Evers, guru besar sosilogi Universitas Bonn, Jerman, dalam kuliah umum "Knowledge for Development" di Universitas Indonesia pada Kamis (15/1) siang.
Evers menilai Jakarta yang merupakan representasi Indonesia memiliki kepribadian ganda. Hal ini dibuktikan dengan adanya areal-areal kumuh dengan infrastruktur tidak memadai selain juga
terdapat megahnya kota yang diisi lalu lintas aktifitas perusahaan-perusaha an multinasional.
"Membangun masyarakat yang mengandalkan pada pengetahuan (knowledge-based society) menjadi sebuah keharusan dalam mengatasi berbagai ketimpangan sosial yang terjadi,"ujar Evers di hadapan ratusan peserta.
Dengan berbekal dan mengandalkan pengetahuan, evolusi ataupun transisi sosial masyarakat Indonesia akan lebih baik, karena menuju perubahan yang lebih baik melalui sebuah inovasi. Hal ini telah terjadi dan dibuktikan melalui penelitian Evers pada negara Ghana dibanding Korea. Pertumbuhan menuju kesejahteraan masyarakat bergerak naik secara signifikan pada Korea yang telah banyak menciptakan sebuah produk inovatif, jauh melebihi negara Ghana yang terlihat statis.
Salah satu hal yang menurut Evers mendukung terciptanya masyarakat yang mengandalkan pengetahuan adalah dengan penggunaan internet. Dalam hal ini, Indonesia menduduki posisi tertinggi dalam jumlah pengguna internet, melebihi Malaysia, dan Filipina. "Sebetulnya selain buku, penggunaan internet dapat mendukung terciptanya pengetahuan baru, yang merupakan sumber daya yang sangat besar," tambah Evers.
Keberpihakan Dieters pada negara-negara berkembang berdasar pada fakta bahwa negara berkembang merupakan sebuah laboratorium sosial yang sangat besar, dimana tersimpan banyak "harta karun" materi penelitian yang unik dan spesifik. Karakternya yang secara geo-sosial paling luas di dunia, namun dengan distribusi ekonomi yang tidak merata, persoalan imigran, evolusi politik dan banyak kasus lain, membuat studi mengenai negara berkembang seperti Indonesia menjadi sangat kompleks.
Kepada Mediaindonesia. com secara khusus Evers menerangkan bahwa Indonesia kini sebenarnya sudah berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan sistem pengetahuan agar semakin baik. Hal ini dapat lebih lagi didukung melalui jalinan kerja sama berbagai institusi dengan melakukan penelitian-penelitian, seperti dengan universitas- universitas. Memang diperlukan banyak metodologi untuk mencapai hasil yang diharapkan.
"Yang menjadi indikator dari berhasil tidaknya sebuah knowledge for development terlihat dari dari seberapa besar penelitian-peneliti an yang dilakukan serta produk-produk yang merupakan sebuah inovasi. Sudah sepuluh tahun terkahir ini Indonesia menunjukan perkembangan, setelah sebelumnya stagnan. Saya yakin krisis finansial tidak akan mempengaruhi sektor pengembangan pengetahuan ini." Ujar Evers.
Saat ditanya trik-trik untuk menjadi seorang yang inovatif, Evers menjawabnya, "Bacalah buku, baca buku, dan baca buku...dan jangan gunakan internet hanya untuk bermain." (OL-02)