Goodreads Indonesia discussion
Buku & Membaca
>
buku bestseller pasti bermutu?
date
newest »



Agak bersyukur ada banyak "pembajak" buku, jadinya bisa baca dulu, kalau memang bagus, langsung beli :D,

untuk novel indonesia, aku sangat jarang membacanya walaupun novel itu kategori best seller. pernah sekali aku membeli novel best seller indonesia,dan hasilnya, aku kecewa berat. ceritanya bagiku sngat tidak menarik. saat temanku meminjam novel tersebut dan tidak mengembalikannya selama berbulan-bulan, ku biarkan saja bahkan jika mau dia boleh mengambil novel tersebut secara percuma. aku tidak ingin novel yang telah membuat ku kecewa bertengger di rak buku ku.

iya Mas Cahyo, hanya yg selinas ingat di benak lgsg ditulis, jadinya nga datanya seserpih...Soal yg kontroversi, gitu ya? Saya beda menilai, mungkin terhipnotis daya dongengnya...

Agak bersyukur ada banyak "pembajak" buku, jadinya bisa baca dulu, kala..."
gitu ya, bisa dikabari di inbox :) tapi setuju, dgn manage public issue dan promo, pasti ada buku semacam ini. jadi menarik, perlu dilacak datanya, lebih sedikit buku yg bestseller nga mutu, atau yg mutu nga bestseller?

Mba Meutia selera tinggi, kalau saya sedikit merasakan hal serupa, cuma nga sampai seluruhnya (gebyah uyah). tradisi nulis Barat emang top mar kotop:)

Definisi bermutu menurut saya, tentu berbeda dengan definisi bermutu milik orang lain. Misalnya buat saya yang doyan sastra klasik, pasti menganggap novel-novel cinta picisan itu nggak bermutu. Tapi buat yang demen mah, beda lagi... Hehe...
Mengenai buku-buku yang disebutkan dan menjadi contoh, yaitu "Voltaire si Lugu" dan "Harimau-Harimau", kenapa mereka nggak jadi novel best seller, itu semua tergantung dari masyarakatnya. Masyarakat sekarang tentu beda dengan masyarakat 10 atau 20 tahun yang lalu. Kebiasaannya beda, pemikirannya pun beda.
Selain itu, sepertinya tradisi pelestarian sastra di negara kita memang agak-agak kurang, kalo menurut saya. Kalo di luar negeri kan mereka bener-bener menghargai sastrawan-sastrawannya tuh. Kalo kita kan, ya... Gitu deh.
Sedih sebenarnya melihat karya-karya sastrawan Indonesia nggak diakui di negara sendiri. Saya sendiri pun sedang dalam tahap untuk mengenali mereka lebih dekat. Soalnya, bagaimanapun yang mereka sampaikan kan tentang kita. Tentang budaya kita. Sebagus-bagusnya novel best seller luar, banyak yang nggak menggambarkan kondisi Indonesia, baik di masa kini maupun masa lalu. IMO :)

terus, adapula bestseller buat buku populer, jadi biasanya khalayaknya remaja yang ceritanya mudah ditebak tapi berdasarkan kenyataan remaja-remaja itu sehingga menarik bagi mereka.
Mungkin buat mbak mutia, biar ga mudah kecewa sama novel indonesia, jangan beli berdasarkan rekomendasi bestseller, tapi berdasarkan sinopsis dibelakang bukunya. mungkin mba bisa memprediksi apakah novelnya menarik atau tidak. beberapa novel Indonesia tanpa label bestseller karyanya luar biasa loh

Bermutu IMHO adalah kriteria "objektif" hasil interaksi (intersubjektif) pengarang dan segmen pembaca/peminatnya. Untuk segmen sastra klasik, misal, karya Ernest Hamingway atau Paula Coelho diakui bertengger sebagai karya2 klasik lasting, di sini misal karya Pramudya Ananta Toer dan Umar Kayam. Jadi hanya (lebih) berlaku untuk kal peminatnya.
Sama Mba saya juga mulai tertarik mengenali, dan saya apresiet sama Grafindo yg nerbitin buku2 serial biografi sastrawan dan karyanya, misal tentang Umar Kayam dan Kuntowijoyo.

yup yg lebih lasting tentunya lebih teruji:)...mantab saran mas Surya buat Mba Muetia, tambah lagi, kalau boleh, cicipi isinya dulu...


ya Mba, kasus (kecil) yg disebut mas Ihsan tadi

seingat saya sih, sejak pertama kali laskar pelangi terbit sudah banyak yg bilang kurang bermutu sebagai karya sastra. inspiratif, mungkin, tapi bukan bermutu. tapi toh laskar pelangi tetap menjadi best seller. :)

Hhhmm... Jadi kalo inspiratif itu belum tentu bermutu, ya? Tapi kalo nggak bermutu, kok dia dapat banyak penghargaan, ya?


banyak? *ngintip goodreads page LP*
hmmm...sepertinya belum ada yg di-list ya?

hmmm...sepertinya belum ada yg di-list ya? "
Eh, apa cuma perasaanku doang? Kayaknya dia menang beberapa penghargaan ya? Yang barusan kemaren apaan tuh namanya... #mikir #tapimalesnyari xp
Buku pemenang penghargaan bisa mencantumkan hal itu di sampul untuk mendongkrak penjualan. American Library Association, yang menganugerahkan beberapa penghargaan buku, termasuk Newbery Medal yang bonafid untuk buku anak, menjual stiker medalinya kepada penerbit, yang kemudian bisa ditempelkan pada sampul buku sebagai alat pemasaran. http://www.ala.org/awardsgrants/seals

Ambil contoh aja deh, Harry Potter best seller dimana - mana termasuk Indonesia. Apakah termasuk buku bermutu? Belum tentu. Kayak katanya si Tika (aka bakaneko) ukuran mutu tiap orang beda - beda. Yang suka sastra klasik akan bilang Pride and Prejudice itu buku bermutu , bagiku yang ga suka klasik pasti akan bilang sebaliknya

Harry Potter kalo dinilai dari standar cerita fantasi, mungkin dianggap sebagai kisah yang bermutu. Tapi kalo dilihat dari standar buku-buku pemenang nobel sastra, nggak masuk bermutu lagi...
Soalnya, pas baca Laskar Pelangi dulu, saya nganggap itu buku bermutu (dari standar mahasiswa dan jenis bacaan saya dulu sih ini... xp). Tapi nggak tau deh kalo sekarang saya baca lagi, masih nganggep begitu apa nggak. Hehehe...
Pada akhirnya, standar bermutu itupun yang nentuin juga kita sendiri, ya... :D
Tapi aku setuju sama yang ini:
Ramli wrote: "Mengapa buku-buku bermutu ini tidak mendapat sambutan luas? Jawabannya bisa macam-macam. Bisa karena tidak sepenuhnya cocok dengan minat masyarakat, bisa pula karena kurang publikasi. "
Eh, tapi kok dari penjelasan Mas Ramli, kayaknya buku bermutu harus diujicoba tahunan dulu, ya? Berdasarkan long lastingnya?
Diskusi yang menarik, tapi bikin puyeng... XD

Dari pengalaman membaca 5 tahun belakangan, saya punya kesan hampir semua buku bestseller memang bermutu. Hanya beberapa saja yang tidak. Misalnya, siapa yg bisa mengingkari mutunya Laskar Pelangi Andrea Hirata (terlepas dari adanya kontroversi sekarang)? Novel 5 cm, Negeri 5 Menara, novel-novel Dee, Muhammad The superleadar The Supermanager, dan seterusnya?
Ini sekaligus membetikkan kabar gembira bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang cerdas, yg lebih gandung pada buku-buku berkualitas.
Sayangnya, tidak semua buku bermutu lalu otomatis bisa bestseller. Istilah insan perbukuan, buku begini bisa disebut "mati syahid".
Contoh, dari Yayasan obor ada buku Si Lugu karya Voltaire, atau Harimau Harimau Mukhtar Lubis. Dua buku ini luar biasa kerennya, biarpun tidak bestseller. Buku pertama bercerita tentang tokoh Si Lugu yang kecerdasan dan keluguan serta liku-liku pengalaman tragisnya habis-habisan menelanjangi kemunafikan agama formal dan masyarakat Perancis abad 18, yg ajaibnya terasa masih sangat menyengat sampai sekarang. Buku kedua tentang 6 tokoh pencari kayu damar di pedalaman hutan, di mana tragedi dikejar dan diterkam harimau memporakporanda kedok-kedok watak manusia.
Mengapa buku-buku bermutu ini tidak mendapat sambutan luas? Jawabannya bisa macam-macam. Bisa karena tidak sepenuhnya cocok dengan minat masyarakat, bisa pula karena kurang publikasi.
Namun, ke depan, tampaknya akan tambah menguat hanya buku-buku bermutu yg akan betseller. Kenapa? Karena buku yg beredar semakin berlimpah, sementara masyarakat semakin cerdas dengan ledakan informasi IT. Apalagi dengan hadirnya komunitas-komunitas pembaca buku, seperti GRI ini,Cendolers, Klub Buku Indonesia, dan sebagainya.