Secara ringkas, ada 11 penulis yang mengisahkan pengalaman mereka mengunjungi negara-negara ASEAN tersebut (termasuk Indonesia). Kisah mereka dikelompSecara ringkas, ada 11 penulis yang mengisahkan pengalaman mereka mengunjungi negara-negara ASEAN tersebut (termasuk Indonesia). Kisah mereka dikelompokkan menjadi empat tema/topik utama yang kemudian menjadi judul dari setiap bab di dalam buku ini. Adapun judul-judul bab tersebut antara lain: People-Culture (Mengenal Manusia, Menyelami Budaya); City (Menghirup Atmosfer Kota); History (Menguak Sejarah, Belajar dari Kekalahan); dan Nature (Menyapa Alam).
Secara keseluruhan aku menyukai buku ini. Cerita perjalanan di dalamnya tidak melulu tentang budget atau mengatur berkunjung ke sini lebih oke daripada ke sini. Isi buku ini tidak kaku dan lebih bersifat personal sehingga terasa seperti cerita dari teman sendiri yang baru pulang dari suatu perjalanan. Tema-tema cerita yang diangkat juga menarik. Belum lagi cara masing-masing penulisnya bercerita. Ada yang membuat tertawa sendiri ketika membacanya dan ada juga yang ikut menjadi sedih karena terlalu perih mengetahui fakta sejarah yang dikuak. Dan agak berpikir double ketika membaca salah satu tulisan yang full dalam bahasa Inggris, haha. Intinya The DestinASEAN dapat menjadi salah satu alternatif untuk menikmati cerita bertema travelling sekaligus menambah pengetahuan khususnya di negara-negara ASEAN. Apalagi jika memang ingin berpergian ke negara tersebut dalam waktu dekat misalnya. Bikin pengen liburan dan jalan-jalan, deh....more
Secara fisik, buku ini memiliki tebal 144 halaman. Mungkin perlu kusebutkan lagi kalau sampulnya jenis yang tebal/hardcover. Kutipan-kutipan di dalamnSecara fisik, buku ini memiliki tebal 144 halaman. Mungkin perlu kusebutkan lagi kalau sampulnya jenis yang tebal/hardcover. Kutipan-kutipan di dalamnya disertai dengan ilustrasi yang cantik dan penuh warna sehingga membacanya tidak membosankan. Ya, selain menikmati kutipannya, kita juga bisa menikmati ilustrasinya yang bisa dibilang “girly”. Isi buku ini sendiri disarikan dari 6 buah novel Jane Austen. Novel-novel tersebut antara lain Sense and Sensibility; Pride and Prejudice; Mansfield Park; Emma; Persuasion; dan Northanger Abbey. Setelah kulihat-lihat, ada 5 diantaranya adalah novel Austen yang belum pernah kubaca #pembacaamatir. Oh, ya, kutipan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga bab antara lain Cinta & Pernikahan; Keluarga & Persahabatan; dan Pelajaran Hidup.
Aku sempat bertanya-tanya bagaimana proses pemilihan kutipannya dan apa saja kriteria yang dipakai. Hal ini dikarenakan (menurutku) karya klasik biasanya memilki banyak kutipan. Apalagi kutipan di karya Jane Austen (meski baru satu karyanya yang pernah kubaca, klik disini). Belum lagi pertimbangan yang dilakukan tentunya tidak boleh subjektif karena boleh jadi kutipan yang dipilih juga mewakili favorit beragam pembaca.
Ringkasnya, untuk menyelesaikan buku ini tidak perlu waktu lama. Membaca semua kutipan di dalamnya sekaligus menikmati ilustrasi yang menyertainya dapat dilakukan dalam waktu singkat. Cocok pula dijadikan selingan ketika mungkin jenuh membaca novel tebal, misalnya. Atau mungkin bisa jadi obat agar reading slumpkamu sembuh. Apalagi jika kamu penyuka karya Jane Austen....more
"Buku kedua seri Sang Monstrumologis ini mengeksplorasi batas antara mitos dan kenyataan, cinta dan benci, genius dan gila."
Mungkin kalimat di atas yg"Buku kedua seri Sang Monstrumologis ini mengeksplorasi batas antara mitos dan kenyataan, cinta dan benci, genius dan gila."
Mungkin kalimat di atas yg kuambil dari blurb di sampul belakang novel ini bisa menyimpulkan isinya secara umum.
Wendigo yang menjadi topik “pembahasan” berulang kali digambarkan sebagai mitos dan kenyataan di dalam fiksi ini. Hingga di akhir buku, aku masih kebingungan untuk memutuskan apakah Wendigo ini memang termasuk monster seperti anthropophagi di seri pertama (The Monstrumologist) atau memang dianggap sebagai tahyul semata.
Ada apa dengan cinta dan benci? Menurutku buku kedua ini lebih kaya. Ada banyak hal yang dieksplorasi oleh penulisnya. Jika kubandingkan dengan seri pertama, The Monstrumologist lebih banyak membahas tentang monster, perburuan monster, dan hubungan antara sang Monstrumolog dengan asistennya serta perihal karakter mereka.
Nah, pada seri keduanya ini, pembaca akan dibawa untuk mengenal perkumpulan para ahli monster, dan berkenalan dengan monstrumolog lainnya. Lalu ada sajian yang menyimpulkan bahwa Dr. Pellinore Warthrop yang dikenal dengan karakter yang dingin, anti sosial dan rasional ternyata memiliki rasa sayang yang dalam terhadap beberapa orang terdekat di dalam hidupnya tersebut.
Dan, sepertinya tidak banyak yang bisa kuceritakan mengenai poin “genius dan gila”. Mungkin bisa kita tangkap dari karakter dan jalan cerita di novel ini, hehe. #gaje Silakan baca langsung, ya....more
Twilight sendiri merupakan seri pertama dari empat seri Twilight Saga karangan Stephenie Meyer. Untuk novel grafisnya ini, adalah Young Kim yang mengiTwilight sendiri merupakan seri pertama dari empat seri Twilight Saga karangan Stephenie Meyer. Untuk novel grafisnya ini, adalah Young Kim yang mengilustrasi dan mengadaptasi kisah Twilight tersebut. Pada seri pertama ini, pembaca diajak berkenalan dengan para tokoh dan konfliknya. Dan sejauh yang bisa kulihat, konfliknya lebih tentang rasa cinta Isabella Swan dan Edward Cullen. Cinta yang terlarang #sudahkayakjudullagu #hehe. Eh, tapi, mengapa terlarang?
Edward adalah vampire. 😈👿
Bella yang baru pindah ke Forks, bertemu Edward di sekolah barunya. Bella menemukan dirinya sangat menyayangi Edward bahkan hingga sangat berlebihan (dalam deskripsi di novel ini). Seakan Bella dapat meninggalkan apapun dan siapapun. Di sisi lain Edward juga mendapati dirinya menyayangi Bella. Sejak awal bertemu dia sudah merasa Bella berbeda. Love at the first sight, maybe.
Membaca novel grafis ini tidak makan waktu lama. Apalagi saat itu aku sudah lama tidak membaca komik. Rasanya seperti refreshing karena bagiku membaca komik juga menyenangkan. Novel grafis memang solusi untuk membaca novel dengan singkat. Tidak memakan banyak waktu meski ada beberapa review di Goodreads yang kubaca bahwa novel grafis ini sudah disingkat sedemikian rupa. Ada pro dan kontra. Dan, ya, setelah menamatkan novel ini, aku setuju jika novel grafisnya memang lebih mirip dengan versi film adaptasinya....more
Maybe Not lebih tentang Warren dan Bridgette. Siapa Bridgette? Bagaimana masa lalunya? Bagaimana Bridgette bisa menjadi penghuni apartemen tersebut? MMaybe Not lebih tentang Warren dan Bridgette. Siapa Bridgette? Bagaimana masa lalunya? Bagaimana Bridgette bisa menjadi penghuni apartemen tersebut? Mengapa Warren kecanduan menonton film biru? Ya, sebagian besar bercerita seperti apa sebenarnya hubungan kedua orang tersebut dibalik sapaan manis Warren setiap pagi yang selalu dibalas dengan ketus oleh Bridgette. Ada beberapa adegan penting di Maybe Someday yang kembali di ulang di Maybe Not. Tidak banyak, tetapi ada. Kebetulan aku membaca berurutan atau memulai dari novelnya dulu. Jadi lebih mudah menikmati novellanya sekaligus melihat adegan tersebut dari sudut pandang yang berbeda.
Ada bagian yang menyenangkan untuk dibaca. Misalnya, di novella ini ada diceritakan sedikit mengenai masa lalu keluarga Ridge dan adiknya Brennan. Pun begitu dengan kehangatan keluarga Warren. Aku paling suka dengan adegan pura-pura mati keponakannya itu. bagian tersebut enak dibaca dan bikin senyum-senyum. Namun ada juga bagian yang mengesalkan yang hampir membuatku untuk skip membaca. Mau tahu bagian yg mana?
Jawabannya adalah bagian mengenai isi kepala Warren yang tentang itu. Agak mengesalkan ketika isi pikiran Warren hanya itu ke itu. Dan beberapa kali ada adegan dewasanya yang bagiku terkesan repetitif. Itu, itulah yang dituturkan ketika Warren melihat Bridgette pertama kali. Kemudian itu saja yang terbayang di kepalanya. Itu, itulah. Tahu kan maksudku dengan “itu”? Dan mungkin itulah mengapa kaver depan novel ini bergambar tempat tidur.
Jika menyukai Maybe Someday tidak ada salahnya ikutan membaca Maybe Not. Kisah pelengkap ini membantu mengetahui masa lalu Warren-Ridge-Brennan sekaligus melihat bagaimana kisah cinta Bridgette dan Warren. Ah, ya, masa lalu Bridgette sehingga dia tumbuh menjadi gadis yang berkarakter unik juga diungkap di sini. Dan sejauh ini aku masih menyukai tulisan CoHo....more
Sydney mengagumi permainan gitar Ridge dan cara dia bermain ketika bersantai di balkonnya. Kedua apartemen mereka berseberangan. Sydney yang mempunyaiSydney mengagumi permainan gitar Ridge dan cara dia bermain ketika bersantai di balkonnya. Kedua apartemen mereka berseberangan. Sydney yang mempunyai ketertarikan dengan musik, tanpa sadar ikut bernyanyi, menciptakan lirik untuk musik yang dilantunkan oleh Ridge. Dua minggu setelah mereka bertukar nomor telepon, tepat di hari ulang tahunnya, hati Sydney hancur mengetahui kekasihnya, Hunter berselingkuh dengan teman seapartemen yg juga sahabatnya yaitu Tori.
Sydney marah dan memutuskan untuk keluar dari apartemen tersebut dan lupa membawa dompet. Ridge memintanya tinggal di apartemennya (setidaknya untuk sementara waktu).
Hubungan mereka menjadi intens. Satu demi satu hal terungkap seperti Ridge yang ternyata tunarungu dan telah memiliki kekasih yaitu Maggie. Bagaimana keduanya (Ridge dan Sydney) mencoba mengendalikan perasaan cinta yang mulai tumbuh di hati mereka demi hati Maggie adalah inti dan bahasan sebagian besar isi novel ini. CoHo dapat menampilkan narasi yang asik untuk diikuti terutama mengenai tokoh-tokohnya. Ya, cerita ini digulirkan melalui dua sudut pandang yang saling bergantian. Satu dari sudut pandang Ridge dan satunya dari sudut pandang Sydney
Singkatnya, novel ini mengangkat kisah yang sensitif namun dibuat sedemikian rupa agar tidak menyakiti hati siapapun. Penulisnya bercerita dengan baik melalui dua sudut pandang tokoh utama yang ditampilkan bergantian. Awal buku dibuka dengan konflik yang mengejutkan. Kemudian dilanjutkan dengan “masa-masa tenang” sebelum ditutup dengan konflik yang jauh lebih nendang. Jika mau bocoran sedikit, ending-nya semacam win-win solution. Masing-masing bahagia dengan hidupnya. Silakan menikmati buku ini sambil mendengarkan kumpulan lagu soundtrack-nya yang memang sudah dibuat khusus. Dan nantikan review aku tentang novella-nya, ya, hehe. Selamat membaca buku, teman....more
Kutipan di atas kuambil dari sampul Persembahan teruntuk Bapak. Tulisan kecil di sudut kanan bawah. Ya, jalan hidup. Bisa dikatakan itulah isi sebagiaKutipan di atas kuambil dari sampul Persembahan teruntuk Bapak. Tulisan kecil di sudut kanan bawah. Ya, jalan hidup. Bisa dikatakan itulah isi sebagian besar kisah di novel ini. Mengangkat tokoh utama bernama Arya Sena beserta problematika tentang hidupnya dan keluarganya. Tentang lelaki yang kehilangan kebanggaan, tentang perempuan yang pasrah dan yang memberontak. Pun tentunya tentang proses menjadi dalam hidup dua sahabat yang harus dilalui, harus dihadapi.
Persembahan teruntuk Bapak memiliki tebal 184 halaman. Bisa dibaca sekali duduk namun aku memerlukan waktu sekitar 3 hari. Selain karena ada kesibukan lain, ada juga bagian-bagian dari kisahnya yang membingungkan. Maksudku, ada bagian yang membuatku mengerenyit ketika perpindahan waktu, dan ada beberapa percakapan yang aku bingung itu siapa yang berbicara. Ada waktu ketika aku kesulitan mengikuti jalinan kisahnya. Sebagai contoh, ada nama Pak Margono di halaman 152. Sejauh yang kuingat, aku belum menemukan nama tersebut di buku ini. Aku menduga seharusnya bukan Pak Margono tetapi Pak Wikyo.
Meski demikian, ada dua hal yang khas dan kusukai dari novel ini. Pertama adalah tema ceritanya yaitu tentang masa depan dan cita-cita. Bagaimana setiap cita-cita layak diperjuangkan tanpa ukuran besar ataupun kecil. Penulis pun mengangkat latar yang tidak muluk-muluk. Sebuah keluarga biasa yang bisa ditemui di sekitar kita sebagai bagian inti cerita.
Satu hal lagi yang kusukai yaitu novel ini penuh kearifan lokal. Bukan hanya latar cerita dan sisipan istilah dalam bahasa Jawa, namun terutama bahasan tentang kesenian wayang kulit. Ada rasa yang menggelitikku, rasa penasaran. Aku bisa dikatakan awam soal kesenian yang satu ini.
Mata pembaca ternyata tidak hanya dimanjakan oleh bagian sampul buku saja. Ketika membuka halamannya, ada lebih banyak ilustrasi yang menjadi pelengkaMata pembaca ternyata tidak hanya dimanjakan oleh bagian sampul buku saja. Ketika membuka halamannya, ada lebih banyak ilustrasi yang menjadi pelengkap dalam menikmati novel ini, terutama di bagian awal dan akhir bab. Aku lebih dulu menelusuri setiap ilustrasi di naskah ini sebelum memulai membaca ceritanya.
Kisah yang ditawarkan oleh Spora sebenarnya menarik. Sesuatu telah menyebabkan jatuhnya korban. Perlahan (cenderung lambat) pembaca diajak penulis mencari tahu perihal penyebabnya. Kisah tersebut sedikit mengingatkanku tentang suatu film yang dibintangi oleh “Frodo”. Selain itu, bagian kisah tentang si Kurcaci dan Hartanya di dalam gunung mengingatkanku dengan The Hobbit karya J.R.R. Tolkien.
Mungkin eksekusi novel ini masih kurang maksimal. Aku agak kelelahan membaca dan menyimak karakter si tokoh utama yaitu Alif. Belum lagi ada banyak pengulangan kata mengenai tingkah lakunya. Kata-kata seperti: menghela napas, mengerling, mengerjap, dst lumayan intens muncul di banyak halaman dalam novel ini. Hal tersebut membuatku kurang nikmat membacanya. Aku juga merasa pace-nya terlalu lambat untuk novel yang katanya mengusung genre horror sci-fi ini....more
Sebenarnya aku bingung apakah buku ini bisa dinikmati oleh anak-anak. Dari segi packaging, ilustrasi dll terlihat seperti buku anak. Namun dari segi Sebenarnya aku bingung apakah buku ini bisa dinikmati oleh anak-anak. Dari segi packaging, ilustrasi dll terlihat seperti buku anak. Namun dari segi cerita, apalagi kedalaman makna di dalam cerita itu, membuat kesan buku ini jadi berbeda. Aku sendiri sehabis membacanya jadi merasa haru dan sesak. Entah mengapa si Pohon mengingatkanku dengan orangtua dan anak lelaki itu seperti anaknya yang perlahan tumbuh dewasa. Sulit untuk mengungkapkannya. Apakah memang begitu tingkah laku sebagian besar anak-anak terhadap orangtua mereka setelah mereka tumbuh besar? Apakah buku ini merupakan luapan perasaan dan kerinduan dari penulisnya untuk orangtua, terutama ayahnya? Aku belum mengulik sampai sejauh itu.
Intinya aku sulit memutuskan apakah aku menyukai buku ini atau tidak. Satu hal yang kusuka yaitu ada makna di dalam ceritanya yang mengingatkan kita dengan pengorbanan dan kebaikan hati orangtua (menurutku, sih, itu). selain itu tentu warna warni ilustrasi dan hardcovernya juga memberi nilai tambah kepada buku ini. Di sisi lain, aku cukup terkejut ternyata buku ini lumayan tipis dan tidak padat/penuh dengan kata-kata. Ada juga bagian kisahnya yang bikin gemes melihat si anak yang tegaan begitu.
Sistem di sekolah Whyteleafe memang menganut semacam sistem parlementer. Siswa memiliki kekuatan untuk membuat peraturan dan pengadilan sendiri. HukumSistem di sekolah Whyteleafe memang menganut semacam sistem parlementer. Siswa memiliki kekuatan untuk membuat peraturan dan pengadilan sendiri. Hukuman dan apresiasi diberikan kepada setiap siswa secara adil dan bijaksana. Banyak anak yang kemudian menjadi kerasan bersekolah di sini. Seperti empat orang murid yang baru saja masuk ke Whyteleafe di semester berikutnya dimana Elizabeth menjalankan posisinya sebagai Pengawas. Namun tentunya proses adaptasi mereka diiringi lika-liku yang tidak mudah, terutama juga untuk Elizabeth.
Keempat murid baru tersebut adalah Julian, Martin, Rosemary, dan Arabella. Mereka berempat memiliki karakter atau kepribadian yang berbeda-beda. Julian mempunyai otak yang cemerlang dan merupakan anak yang sangat cerdas lagi terampil. Namun sayangnya ia malas untuk belajar dan bekerja keras. Martin anak yang baik dan suka memberi namun ia sering merasa kesepian dan sulit mendapatkan teman. Rosemary juga anak yang baik, namun sayangnya kurang percaya diri, pemalu, serta tidak berani mengungkapkan pendapat. Sementara Arabella adalah gadis yang tahu betul tata karma serta sopan santun. Ia juga cantik serta kaya raya. Hanya saja, ia begitu pesolek dan sombong serta kurang pintar karena malas belajar. Tidak bisa dihindari, saat membaca tentang mereka, aku teringat dengan beberapa orang-orang di sekitarku di dunia nyata, yang memiliki gambaran kepribadian mirip mereka, hehe.
Lumayan terasa getir dan menggemaskan saat Elizabeth menuai beragam kesulitan dengan beberapa anak baru tersebut dan juga bagaimana Elizabeth mulai beradaptasi dengan posisi barunya sebagai Pengawas. Aku merasa sangat bersimpati kepadanya ketika ada banyak situasi yang terjadi tidak memihak Elizabeth dan membuat keadaan semakin buruk. Beberapa tingkah anak-anak baru tersebut sangat keterlaluan. Ya, aku tahu akan ada jalan keluar dan happy ending di akhir buku ketiga ini (seperti biasa). Namun, hal-hal yang menimpa Elizabeth sangat membuat gregetan dan emosional.
Ringkasnya, buku ketiga ini jauh lebih dramatis dan menarik. Konflik yang dihadirkan lebih kental daripada dua buku sebelumnya. Ditambah ada aneka kepribadian dari empat orang anak baru di Whyteleafe, sangat menarik untuk disimak. Enid menuturkan kelebihan dan kekurangan pada kepribadian mereka dan bagaimana akhirnya kepribadian mereka dapat meningkat menjadi lebih baik. Jika saja memang ada sekolah seperti Whyteleafe, ya.
Alur cerita yang ditawarkan mungkin sederhana. Konfliknya berkaitan dengan sekolah (guru dan murid dimana kali ini setara siswa sekolah dasar). HanyaAlur cerita yang ditawarkan mungkin sederhana. Konfliknya berkaitan dengan sekolah (guru dan murid dimana kali ini setara siswa sekolah dasar). Hanya saja, Enid mengemasnya dengan baik. Sedikit belajar tentang psikologi anak melalui novel ini. Karakter anak-anak lainnya yang menjadi “teman” Elizabeth di sini juga menarik untuk dinikmati. Salut untuk pengarang buku anak karena menjelma menjadi anak-anak dengan segala perasaan dan pikiran mereka yang kemudian ditampilkan dalam sebuah cerita tanpa harus terasa berlebihan itu tidak mudah.
Singkatnya novel ini mengandung nilai pendidikan yang bagus. Meski endingnya dapat ditebak (apalagi sudah baca buku keduanya, hehe), proses menuju ending itu layak untuk disimak.
Sirkus Pohon merupakan novel kesepuluh hasil karya beliau yang telah diterbitkan. Wangi khas buku yang baru dicetak menguar ketika aku membuka segel dSirkus Pohon merupakan novel kesepuluh hasil karya beliau yang telah diterbitkan. Wangi khas buku yang baru dicetak menguar ketika aku membuka segel dan lembaran-lembaran Sirkus Pohon. Wangi ini semakin menggugah rasa untuk segera membaca dan menikmati dua kisah kehidupan plus percintaan dari dua pasang tokoh di dalamnya. Kisah tersebut dipaparkan bergantian dengan alur maju serta dilengkapi dengan deskripsi yang mengalir lancar sejak paragraf pertama. Awalnya kedua kisah tersebut tampak tidak saling berhubungan karena pasangan yang menjadi tokoh utamanya berbeda umur dan latar belakang. Namun akhirnya di halaman 46, kedua kisah tersebut mulai bersinggungan.
Sejak bagian awal, aku telah menikmati buku ini dan dibuat tertawa padahal masih di halaman tujuh. Humor yang disajikan memang lebih banyak berkaitan dengan kehidupan orang Melayu. Sempat terlintas pertanyaan, apakah akan terus tertawa hingga membaca kalimat terakhirnya nanti? Dan jawabannya: iya-sebagian besar kita akan dibuat tertawa. Hal ini membuatku berpikir jika kata “sirkus” yang menjadi judul novel ini memiliki arti ganda. Arti pertama memang merujuk kepada seni pertunjukkan sirkus yang memang menjadi benang merah alur ceritanya. Sementara arti kedua lebih bersifat konotasi dan merujuk pada rasa novel ini sendiri yang menghibur sekaligus membuat takjub. Seolah-olah kita menyaksikan pergelaran sirkus kehidupan dari para tokoh di dalamnya.
Saat melihat Neverwhere, aku langsung suka…sama kavernya. Ilustrasinya keren. Ada gambar kunci samar di bagian tengah. Ketika membacanya, aku menungguSaat melihat Neverwhere, aku langsung suka…sama kavernya. Ilustrasinya keren. Ada gambar kunci samar di bagian tengah. Ketika membacanya, aku menunggu-nunggu di bagian mana kuncinya akan muncul. Melalui blurb-nya, aku sedikit teringat dengan dongeng Alice in the Wonderland. Mungkin Neverwhere terinspirasi dari sana namun dengan versi yang lebih modern dan tokoh utama seorang pria. Setelah selesai membaca, Neverwhere tidak mengecewakan. Aku menyukai buku ini dan semakin suka sama tulisan Neil Gaiman.
Jalinan kisahnya unik dan out of the box. Petualangan Richard di London Bawah bersama Door serta selingan dari dua pembunuh bayaran itu bikin kisahnya tidak membosankan. Jika harus menyebutkan kekurangannya, ada beberapa typo yang kutemukan. Ada yang mengganggu dan ada juga yang terabai karena aku lebih fokus mengikuti cerita.
Semoga bisa koleksi karya Neil Gaiman yg lainnya....more
Ada lima cerita terbaik yang dihimpun di buku ini antara lain: Oliver Twist, Bleak House, Great Expectations, A Tale of Two Cities, dan David CopperfiAda lima cerita terbaik yang dihimpun di buku ini antara lain: Oliver Twist, Bleak House, Great Expectations, A Tale of Two Cities, dan David Copperfield. Ah, lagi-lagi Oliver Twist berada di urutan pertama. Gelombang kesedihan kembali menghampiriku sehingga aku melompati Oliver Twist dan langsung memulai dengan Bleak House dan seterusnya. Ketika sampai di A Tale of Two Cities, aku meletakkan buku ini di meja lalu berdiri dan menarik napas sambil berjalan mondar-mandir. Oh, Tuhan, mengapa karya Dickens berisi kehidupan yang suram dan penuh tragedi, sih?
Syukurlah cerita di buku ini telah ditulis ulang dan dipersingkat. Syukurlah dilengkapi dengan ilustrasi berwarna yang kece. Aku kembali duduk dan melanjutkan membaca hingga tamat. Bahkan hingga kisah Oliver itu dapat aku baca sampai selesai.
Bisa disimpulkan bahwa kisah-kisah yang Dickens tulis memang sarat akan hal-hal yang mengerikan (tragis, miris, menyedihkan) yang menimpa anak-anak dan orang miskin. Namun bila kita lihat kembali, boleh jadi kisah tersebut mengandung kritik sosial yang mungkin ingin Dickens suarakan atas kengerian kehidupan banyak orang yang ia saksikan disekitarnya. Karya sastra memang bisa terlahir karena kegelisahan sang sastrawan terhadap kondisi masyarakat, ketegangan budaya, dsb. Singkatnya sastra dapat menjadi potret sosial yang terjadi di suatu tempat pada kurun waktu tertentu. Ya, mungkin bukan simpati yang diinginkan setelah membaca cerita-cerita Dickens melainkan pemahaman yang kemudian disertai tindakan untuk mencegah agar kesedihan dan kepedihan seperti itu tidak kembali terjadi khususnya terhadap anak-anak....more
ada dua kata yang sempat melintas di kepalaku setelah berhasil menamatkan The Monstrumologist. Kedua kata tersebut adalah Ironis dan Kelam. Abaikan teada dua kata yang sempat melintas di kepalaku setelah berhasil menamatkan The Monstrumologist. Kedua kata tersebut adalah Ironis dan Kelam. Abaikan tentang kekelamannya karena sudah pasti bisa ditebak: ini buku tentang monster dan darah. Mari membahas kata lainnya. Mengapa ironis? Ada beberapa alasan. Salah satunya karena tokoh utama di kisah ini adalah seorang anak kecil berusia 12 tahun. Ya, Will Henry kecil yang ditinggal oleh kedua orangtuanya melalui sebuah peristiwa yang cukup tragis. Selanjutnya ia diasuh oleh Dr. Warthrop. Di dalam buku ini ia mengerjakan sesuatu yang tidak seharusnya dia (atau manusia lainnya) kerjakan. Adapun keironisan lainnya, bisa dilihat melalui pada penggalan berikut:
Perlahan-lahan aku menoleh, dan melihat sosok menjulang itu bangkit seperti Venus buruk rupa dari permukaan berombak, kulit pucatnya penuh pecahan granat serta berlumur darahnya dan darah Malachi, satu lengan hilang sepenuhnya, koyak akibat ledakan, tubuhnya luka parah tapi tekadnya tidak kunjung padam. Dalam ironi yang paling kejam, tubuh Malachi melindunginya dari ledakan. (hal. 439)
Malachi (seorang anak yang agak sedikit lebih tua dari Will Henry) meledakkan dirinya dengan tujuan membalas dendam. Ia ingin membunuh monster yang merenggut hidup keluarganya. Namun ironisnya, monster tersebut malah terlindungi (dari ledakan) oleh badan Malachi sendiri. si Monster masih tetap hidup dan melawan dan menyerang.
Aku menantikan seri keduanya yang berjudul The Curse of the Wendigo. Ah, semoga aku bisa membaca dan mengoleksinya. Dan semoga kisahnya tidak kendor, masih akan tetap sebagus ini atau malah lebih bagus lagi dari seri pertamanya. Adakah yang juga sudah membaca The Monstrumologist? Bagaimana menurut kalian buku ini?
Le Petit Prince sendiri bercerita tentang seorang Pangeran Cilik yang berasal dari asteroid/planet kecil. Dia berkeliling ke planet lainnya untuk men Le Petit Prince sendiri bercerita tentang seorang Pangeran Cilik yang berasal dari asteroid/planet kecil. Dia berkeliling ke planet lainnya untuk mencari kesibukan dan pengalaman. Planet ketujuh yang dikunjunginya adalah Planet Bumi. Disana dia bertemu dengan manusia atau si Penerbang (aku/tanpa nama). Pesawat orang tersebut rusak dan membuatnya terdampar di gurun tersebut. Pengeran Cilik menemaninya selama memperbaiki pesawat dan mereka saling bertukar cerita. Pangeran Cilik suka bertanya namun tidak suka menjawab pertanyaan. Si Penerbang mencoba merangkai apa yang Pangeran Cilik katakan dan ceritakan–yang tentunya bercerita hanya atas kemauannya sendiri.
Keseluruhan cerita berdasarkan sudut pandang si penerbang tersebut. Perjumpaan mereka yang aneh sangat berkesan. Yang bisa kita ketahui adalah pangeran ini telah mengunjungi 6 planet sebelum Bumi dan setiap planet yang dikunjunginya berbeda-beda serta aneh plus hanya dihuni oleh seorang saja. Sama halnya dengan planet si Pangeran Cilik yang begitu kecil dan penghuninya hanya dirinya sendiri plus setangkai bunga yang dijaganya dengan sebaik mungkin serta yang dirindukannya ketika dia berada dalam perjalanannya.
Sungguh buku ini sangat memukau. Sebenarnya sulit untuk menuliskan reviewnya karena perasaan kagum tersebut. Buku ini benar-benar layak untuk dibaca. Tidak salah jika Le Petit Prince banyak diterjemahkan di dunia dan bahkan telah disadur dalam 230 bahasa asing. Ada banyak hal tentang kehidupan yang disentuh oleh buku ini dan bisa menjadi bahan perenungan. Ada banyak pula quotes manis yang kutemukan bahkan hampir di setiap halamannya. Aku pun memutuskan untuk tidak membuat daftar quotes-nya seperti biasa karena terlalu banyak. Silakan nikmati langsung, fellas. Ini buku pertama di 2017 yang kuberi rating the best (3/3). Syukurlah keisenganku memasukkan buku ini ke dalam wishlist berbuah manis. Bravo, Le Petit Prince!
Aku tidak mempunyai ekspektasi apa-apa terhadap novel ini. Alasan membawa 2 Menantu ke kasir karena menyukai kavernya. Alasan lainnya karena nama pengAku tidak mempunyai ekspektasi apa-apa terhadap novel ini. Alasan membawa 2 Menantu ke kasir karena menyukai kavernya. Alasan lainnya karena nama pengarang novel lokal ini sering terbaca olehku saat itu di beberapa bagian toko. Aku tidak mengecek reviewnya di Goodreads atau Google. Bahkan tidak masalah jika nanti setelah baca, kisahnya berbau seperti sinetron. Dan ternyata disitulah kejutannya. Terkadang tidak ada salahnya untuk tidak berharap atau memasang harapan yang terlalu tinggi.
2 Menantu berkisah tentang dua orang pria tampan yang merupakan menantu dari sebuah keluarga kaya raya. Mereka menikahi putri keluarga tersebut yang wajahnya biasa saja (maaf, bisa dikatakan jelek). Mereka melakukannya karena mengincar harta. Kedua menantu ini sangat jahat hingga melakukan perbuatan yang kelewat batas. Intinya mereka bagai serigala berbulu domba. 🐑🐑
Deskripsi V. Lestari dalam novel ini mengalir lancar. Pembaca tidak merasa dibodohi dengan kisahnya meski bersinggungan dengan dunia roh. Kisah percintaan di dalamnya pun tidak terasa "menye-menye". Ini novel dewasa dan semua tokoh di dalamnya memiliki karakternya sendiri yang kuat. Alur kisahnya rasional sehingga tidak terkesan dipaksakan. Caranya menuturkan kisah membuatku terkesan sehingga meskipun novel ini setebal 560 halaman, aku tidak bosan membacanya. Bahkan hingga cara penyelesaiannya (ending) pun menarik untuk dibaca.
Ada 30 novel V. Lestari yang sudah diterbitkan oleh Gramedia. Novel-novel tsb telah mulai diterbitkan sejak tahun1982. Yap, aku berencana utk membaca novelnya yg lain.🌿🌼...more
THPaoT terdiri dari tujuh cerita pendek. The Happy Prince adalah kisah pertama atau pembuka. LaluThe Birthday of the Infanta adalah kisah terakhir sekTHPaoT terdiri dari tujuh cerita pendek. The Happy Prince adalah kisah pertama atau pembuka. LaluThe Birthday of the Infanta adalah kisah terakhir sekaligus yang paling panjang diantara kisah lainnya. Jika ditanya apa kisah favoritku, umm, untuk saat ini adalah The Selfish Giant. Sepertinya kisah itu berbeda dengan yang lain terutama dari segi endingnya. Jauh lebih nyaman dan bahagia, hehe.
Setelah kupikir-pikir #halah sepertinya kisah yang Oscar Wilde tulis di buku ini kebanyakan berupa fable atau dongeng memgenai hewan dan tumbuhan yang mampu berbicara seperti manusia. Selain itu ada juga benda mati seperti patung dan roket yang tidak hanya berbicara melainkan juga memiliki sifat-sifat seperti manusia. Apa, ya, istilahnya? Mungkin metafora (pengandaian) #bukanahlibahasa. Dan melalui tokoh-tokoh seperti itulah Oscar menuturkan kisahnya yang juga mengandung filosofi. Oscar memberikan tokoh-tokohnya perasaan sehingga kita bisa larut dan turut sedih misalnya melihat sang Pangeran (The Happy Prince) dan si burung layang-layang (Swallow).
Buku ini merupakan perkenalan yang baik dengan karya-karya Oscar Wilde. Semoga kali berikutnya bisa membaca kisah Dorian Gray. Meski bisa menerka bagaimana jalan ceritanya, namun tetap aku ingin merasakan sensasi membaca karya Oscar yang paling terkenal itu....more
Merujuk ke kaver buku, Pride and Prejudice and Zombies merupakan versi plesetan. Seri klasik dari Jane Austen dibubuhi zombie oleh Seth-Grahame-SmithMerujuk ke kaver buku, Pride and Prejudice and Zombies merupakan versi plesetan. Seri klasik dari Jane Austen dibubuhi zombie oleh Seth-Grahame-Smith dan voila jadilah versi ini yang terbit pertama kali pada tahun 2013.
Kisah di buku ini langsung dibuka dengan huru hara yang ditimbulkan oleh zombie di daerah Netherfield Park. Kasus tersebut telah berlalu dan tempat tersebut telah kembali dihuni oleh keluarga terhormat. Di lain tempat (namun masih berdekatan) Nyonya Bennet merasa uring-uringan. Bukan karena serangan zombienya namun lebih kepada nasib kelima putrinya yang belum juga menikah. Dia merasa perkenalan dengan anggota penghuni Netherfield yang baru dapat membuka jalan bagi putrinya untuk segera melepaskan masa lajang mereka.
Lain halnya dengan Tuan Bennet, ia lebih fokus mempersiapkan anak-anaknya untuk bertarung melawan zombie. Dia telah membawa mereka bahkan hingga ke negeri Cina untuk belajar ilmu bela diri Shaolin. Meski demikian, dia menyetujui perkenalan kelima putrinya dengan keluarga baru di Netherfield tersebut. Dua dari pemuda kaya yang baru menempati kawasan tersebut bernama Tuan Bingley dan Tuan Darcy.
Kisah pun bergulir. Seperti khas pada masa itu, pesta dansa diadakan di Netherfield dan ajang perkenalan pun dimulai. Tuan Darcy merasa tertarik dengan Elizabeth yang merupakan putri kebanggan Tuan Bennet. Ia mempunyai skill ilmu bela diri paling baik diantara kelima putrinya yang lain diikuti dengan sifat yang jauh lebih rasional dan berani. Namun baik Elizabeth dan Tuan Darcy sama-sama terlalu angkuh untuk menunjukkan perasaan mereka. Beberapa kesalahapahaman bergulir dan memenuhi jalan cerita percintaan klasik ini (yang boleh jadi merupakan khas kisah Jane Austen kali, ya, hehe).
Overall, buku setebal 534 halaman ini memang menawarkan ide yang unik. Pun dilengkapi dengan ilustrasi yang oke di beberapa bagiannya yang menjadikannya lebih semarak. Namun jalinan kisahnya yang berkaitan dengan zombie masih kurang kuat dan tidak terlalu asik. Oh, ya ada beberapa bagian terjemahannya yang membuat bingung hanya saja aku tidak bisa menyebutkan yang mana karena sudah lupa....more
Emma sendiri berkisah tentang seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya. Dia cerdas dan baik hati namun sepertinya di masa itu kental sekali dengaEmma sendiri berkisah tentang seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya. Dia cerdas dan baik hati namun sepertinya di masa itu kental sekali dengan perbedaan derajat. Dia bergaul dengan banyak orang (termasuk yang tidak sederajat). Dia menyayangi sahabatnya Harriet. Dan dari situlah konflik bermula, konflik seputar percintaan tentunya.
Emma bersikeras meminta Harriet menolak lamaran dari petani sederhana bernama Robert Martin dan menjodohkan gadis itu dengan Tuan Elton. Emma mengira Elton cocok mengingat dia memiliki kelas sosial yang lebih baik daripada Robert. Namun Emma tidak memahami budi pekerti yang Robert miliki dan sifat sebenarnya dari Elton yang jelas menolak Harriet karena menganggap gadis itu tidak sederajat dengannya. Terlebih Elton bersikap manis karena dia menyukai Emma dan bukan Harriet. Selanjutnya muncullah beberapa pria dan wanita lainnya seperti Frank Churchill, Jane Fairfax dan George Knightley yang ikut meramaikan kisah cinta itu dan bentuk kesalahpahaman lainnya.
Secara keseluruhan, meski melalui Emma namun perkenalanku dengan Jane Auten tidak terasa buruk. Aku menyukai caranya berkisah. Romance yang ditampilkan di buku ini tidak berlebihan. Jalan ceritanya menarik meski bisa ditebak ending-nya. Setidaknya Jane membuat proses menuju ending tersebut dengan baik. Masih ada beberapa typo namun versi singkat dari Emma ini layak untuk dinikmati. Dan sehabis ini aku mau membaca Murder on the Orient Express karya Agatha Christie. Lagi-lagi klasik. Apa sebenarnya aku termasuk penyuka klasik, ya? Haha, entahlah. Semoga selanjutnya bisa membaca karya Jane yang lainnya.
Les Masques bercerita tentang seorang anak perempuan yang memiliki trauma mendalam bahkan sejak ia dalam kandungan. Nama anak itu Fleur Rudella. TraumLes Masques bercerita tentang seorang anak perempuan yang memiliki trauma mendalam bahkan sejak ia dalam kandungan. Nama anak itu Fleur Rudella. Trauma yang bisa dikatakan berlangsung seumur hidup itu membuatnya memiliki banyak kpribadian dan hal itulah yang digambarkan berganti-ganti sepanjang alur kisah di buku ini yang bergerak maju mundur. Ketika alurnya bergerak mundur pembaca akan dibawa perlahan menguak apa penyebab Fleur tumbuh demikian, apa penyebab Neneknya yang bernama Marini begitu membencinya, dan bagaimana perlakuan orang-orang yang seharusnya melindunginya malah bertindak tidak semestinya. Ditambah pula pergaulan di sekolahnya dan beberapa kenalan yang terasa begitu kejam mewarnai hidup Fleur yang memang sudah malang.
Terlepas dari beberapa hal yang kurang kusukai, ada beberapa pengetahuan baru yang kudapat dari membaca Les Masques. Seperti tentang mealy bug dan cara penangan hama tersebut. Pastinya Indah berupaya melakukan beberapa riset terkait hal-hal tersebut. Dan kurasa juga riset mengenai kepribadian ganda/majemuk yang sebagian begitu ekstrim dan membuat penderitanya melakukan hal-hal di luar norma tanpa menyadarinya.
Lebih jauh, buku ini juga sepertinya ingin menggugah pembaca terkait efek kekerasan dan pelecehan kepada anak yang sangat tidak baik. Kasihan sekali jika membayangkan anak–anak mengalami hal tersebut di masa seharusnya mereka merasa dunia itu penuh keajaiban dan kebebasan untuk bermain, tumbuh serta berkembang.
Secara keseluruhan, aku tidak terlalu puas membaca Les Masques. Namun Indah Hanaco adalah salah satu penulis yang produktif sekali mencetak karya dan aku suka semangatnya. Belum lagi aku luluh dengan pengantar / halaman ucapan terimakasih yang Indah sampaikan. Satu kata: Humble. Aku masih ingin membaca karya lainnya. Ada yang mau memberi rekomendasi judul?
Nama Okky Madasari boleh jadi sudah tidak asing lagi terutama di kalangan penikmat novel Indonesia. Maryam-salah satu novelnya- pernah memenangi penghNama Okky Madasari boleh jadi sudah tidak asing lagi terutama di kalangan penikmat novel Indonesia. Maryam-salah satu novelnya- pernah memenangi penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2012 untuk kategori prosa. Aku pribadi lumayan penasaran ingin mencoba membaca tulisan Okky. Syukurlah, ada empat bukunya yang telah “duduk manis” di rak bukuku menunggu untuk dibaca. Dan aku memulainya dengan yang berjudul 86.
Jalan hidup Arimbi adalah pokok utama cerita di novel ini yang kemudian melebar menjadi banyak topik kecil. Aku merasa bahasan Okky di sini sangat luas, menyoroti banyak aspek. Katakan saja, pertama tentang hidup di ibukota dan tentang status PNS di mata banyak orang. Lalu tentang pacaran, korupsi, penjara, hingga narkoba. Menurutku Okky menulis dengan tegas dan berani. Mungkin sebutan lainnya adalah realis. Maksudnya penggambarannya mengenai hal-hal tersebut di novel ini tampak nyata dan bisa di jumpai di kehidupan nyata. Apalagi ketika melihat latar belakang Okky yang sebelumnya merupakan seorang jurnalis. Hmm, jadi ikut prihatin sekaligus geram saat membaca isu-isu tersebut.
Secara keseluruhan aku menyukai novel ini. Hal-hal berbau politik, korupsi dan birokrasi merupakan garis besar novel ini. Membaca 86 membuat perasaan campur aduk: sedih, prihatin, geram, kesal. Ternyata seperti ini cara Okky menuliskan novel. Aku kira akan berisi banyak kalimat yang berputar dan membingungkan dalam menentukan maknanya. Rupanya tegas, lugas dan beberapa kali berupa sindiran sinis. Aku berencana membaca karyanya yang lain. Mungkin Maryam (karena memenangkan penghargaan). Rasanya jadi sayang aku melewatkan membeli Entrok. Padahal sudah kupegang-pegang buku itu kemarin, hm. Setelah membaca 86, aku jadi punya ekspektasi yang lebih tinggi lagi terhadap novel-novel Okky....more
Rencana Besar karangan Tsugaeda bercerita melalui sudut pandang orang ketiga dimana Makarim Ghanim—menjadi tokoh utamanya. Di novel ini, ia diminta olRencana Besar karangan Tsugaeda bercerita melalui sudut pandang orang ketiga dimana Makarim Ghanim—menjadi tokoh utamanya. Di novel ini, ia diminta oleh teman lamanya Agung untuk menyelidiki lenyapnya uang 17 miliar rupiah dari pembukuan Universal Bank of Indonesia (UBI). Agung sendiri adalah salah seorang Dewan Direksi di bank tersebut. Hilangnya uang tersebut berkaitan dengan tiga pegawai muda UBI yang masing-masing memiliki keahlian, jabatan serta prestasi kerja yang tidak main-main. Mereka bertiga ditempatkan di UBI cabang Surabaya. Dan ke sanalah Makarim menyelidiki dan berkenalan dengan mereka.
Ini kali pertama aku membaca karya Tsugaeda. Di halaman belakang, tentang penulis, disebutkan jika ia pecinta drama kriminal dan thriller psikologis. Rencana Besar adalah fiksi pertamanya dan dapat digolongkan ke dalam genre tersebut. Aku sangat menikmati membaca novel ini dan ketika situasinya bertambah intens, aku larut di dalam kisahnya. Beberapa kali aku ikutan menebak-nebak. Bukan hanya siapa dalang pelenyapan uang tersebut, melainkan juga motif di belakangnya. Kasusnya berkembang menjadi hal yang serius menyangkut dunia perbankan, tenaga kerja, birokrasi, dan perdagangan illegal.
Novel ini keren. Selain karena hal-hal diatas, ada banyak hal baru yang kupelajari dari novel ini, terutama tentang bagaimana dunia perbankan bekerja dan bagaimana manajemen sumber daya memiliki bagian yang vital dalam sebuah perusahaan. Selain itu, alurnya juga bergerak wajar, tidak lambat dan tidak pula terlalu cepat. Tidak ada kisah percintaan yang tidak perlu dan tidak ada tokoh-tokoh yang tidak jelas yang tiba-tiba melengkapi kisah di novel ini.
Intinya aku terkesan dengan novel ini, meski telat sekali baru bisa baca sekarang. Padahal terbitnya pertama kali di Agustus 2013. Bagi kamu yang belum baca, silakan dicoba. Apalagi kalau kamu juga termasuk pecinta novel kriminal dan thriller. Sangat berharap untuk membaca novel Tsugaeda lainnya (yang berjudul Sudut Mati). Agaknya aku juga penasaran, sih, mengapa pengarang memakai nama Tsugaeda. Ya, mungkin nanti kalau tidak lagi malas (hahaha) aku akan mencari tahu cerita dibaliknya melalui Google. Dan, ya, beliau bukan penulis dari luar negeri. Rencana Besar bukanlah novel terjemahan.
Ulasan selengkapnya di bukulova.blogspot.com...more