Jump to ratings and reviews
Rate this book

Supernova #1

Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

Rate this book
Dhimas dan Ruben adalah dua orang mahasiswa yang tengah menuntut ilmu di negeri Paman Sam. Dhimas kuliah di Goerge Washington University, dan Ruben di John Hopkins Medical School. Mereka bertemu dalam suatu pesta yang meriah, yang diadakan oleh perkumpulan mahasiswa yang bersekolah di Amrik. Pertama kali bertemu mereke terlibat dalam percakapan yang saling menyudutkan satu sama lain, hal tersebut dikarenakan oleh latar belakang mereka, Dhimas berasal dari kalangan The have, sedangkan Ruben, mahasiswa beasiswa. Tetapi setelah Ruben mencoba serotonin, mereka menjadi akrab membincangkan permasalahan iptek, saint, sampai acara buka-bukaan bahwa Ruben adalah seorang gay. Ternyata tak disangka-sangka bahwa Dhimas juga adalah seorang gay. Maka jadilah mereka sepasang kekasih, meskipun mereka tidak pernah serumah dalam satu apartemen. Bila ditanya mereka menjawab supaya bisa tetap kangen, tetap butuh usaha bila ingin bertemu satu sama lainnya. Dalam pertemuan di pesta tersebut mereka telah berikrar akan membuat satu karya. Satu masterpiece. Satu tulisan atau riset yang membantu menjembatani semua percabangan sains. Roman yang berdimensi luas dan mampu menggerakkan hati banyak orang.

321 pages, Paperback

First published January 1, 2001

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Dee Lestari

25 books5,321 followers
Dee Lestari, is one of the bestselling and critically acclaimed writers in Indonesia.
Born in January 20, 1976, she began her debut with a serial novel: Supernova in 2001. Supernova’s first episode, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (The Knight, The Princess, and The Falling Star), was sold phenomenally, achieving a cult status among Indonesian young readers. She has published four other episodes: Akar (The Root), Petir (The Lightning), Partikel(The Particle), and Gelombang (The Wave).
Aside of the Supernova series, Dee has also published a novel titled Perahu Kertas (Paper Boat), and three anthologies: Filosofi Kopi (Coffee’s Philosophy), Madre, and Rectoverso — a unique hybrid of music and literature.
Dee also has an extensive music career, producing four albums with her former vocal trio, and two solo albums. She has been writing songs for renowned Indonesian artists.
Perahu Kertas (Paper Boat) was turned into a movie in 2009, marking Dee’s debut as a screenplay writer. The movie became one of the national's block busters. Following the same path, Madre, Filosofi Kopi, Madre, and Supernova KPBJ, were made into movies.
In February 2016, Dee released the final episode of Supernova, Inteligensi Embun Pagi (Intelligence of the Morning Dew). All Dee’s books are published by Bentang Pustaka.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
4,644 (31%)
4 stars
5,097 (34%)
3 stars
3,558 (24%)
2 stars
937 (6%)
1 star
341 (2%)
Displaying 1 - 30 of 1,492 reviews
Profile Image for Luz Balthasaar.
87 reviews56 followers
March 29, 2016
Ini kali kedua saia baca Supernobita Supernova KPBJ.

Saia ingat pernah membaca wawancara dengan pengarangnya di media cetak. Kalau saia nggak keliru, disebutkan juga bahwa ybs. memang pengen memasukkan SAINS ke ceritanya karena baru membaca banyak teori ilmiah dan merasai itu pemikiran yang revolusioner, tapi kurang mendapat perhatian di Indonesia.

Dengan pemahaman itu saia membaca. Setelah selesai, kesimpulan saia adalah, oke, niatnya bagus, tapi SAINS ini kok rasanya cuma jadi kosmetik untuk mendandani Nobita biar kelihatan pintar cerita yang biasa saja?”

Namun, saia masih bocah; saia tutup buku dan menimbang untuk buka lain kali--yang ternyata 14 tahun kemudian. Kenapa lama bingitz? Karena lupa dan males. Meski baca KPBJ, saia ga baca Supernova lain. Persepsi saia terhadap yang pertama udah terlanjur gitu, soalnya.

Kemudian muncullah turbulensi.

Kemarin, seorang teman saia membuat repiu Supernova seri terakhir. Membaca dukalara yang bersangkutan, saia jadi kepo. Segitu antiklimaksnyakah? Maka saia belilah boxset Supernova lengkap bertandatangan. Mungkin kini, dengan otak yang nggak bocah-bocah amat, saia bisa menggali makna terpendam yang dulu bahkan gagal saia kais-kais.

Dan memang benar. Ada bifurkasi yang terjadi. Dus, saia dibaptis menjadi Pembaca Schrodinger: secara simultan saia merasa bahwa buku ini ngawur dan . . . ada benernya.

Tapi sebelum saia lanjutkan, ijinkan saia menulis sinopsis buku, direvisi menurut apa yang saia tangkep:

***

Menunaikan ikrar mereka untuk berkarya bersama, pasangan Dimas dan Reuben—yang doyan mengingatkan pembaca kalau mereka “homo” (dalam kata-kata mereka sendiri)—mulai menulis roman yang diberi judul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh.

Paralel dengan itu, dalam kehidupan nyata, sebuah kisah cinta terlarang terjalin antara Ferre dan Rana, yang tampak ibarat plot sinetron kalau bukan karena: 1) sikap suami Rana dan 2) selipan-selipan komentar Reuben dan Dimas terhadap perselingkuhan mereka, yang disajikan ala analisis komentator bola DENGAN SAINS! dan 3) kalimat yang ngalirnya enak abis. Hubungan cinta mereka merepresentasikan dinamika yang terjadi antara tokoh Kesatria dan Putri dalam fiksi Dimas dan Reuben. Tokoh ketiga, Bintang Jatuh, dihadirkan oleh seorang peragawati terkenal bernama Diva, yang memiliki profesi sampingan sebagai pelacur kelas atas, yang dilabeli paradoks, digadang-gadang “pintar” serta “memiliki selera humor sadis” dan “berlidah tajam,” walau saia nggak melihat Diva benar-benar memiliki ketiga hal itu.

Tanpa ada yang bisa mengantisipasi, kehadiran sosok bernama Supernova menjadi kunci penentu yang akhirnya merajut kehidupan nyata antara Ferre-Rana-Diva dengan kisah fiksi karya Dimas-Reuben dalam satu dimensi kehidupan yang sama. Meta di bagian akhir ini menarik, tapi untuk sampai di sana, saia harus membaca sebuah kamus jargon SAINS yang diselipi drama.

***

Dari sisi plot, ide awal Supernova ini oke. Cerita perselingkuhan Ferre dan Rana harusnya cuma semacam ilustrasi untuk menjelaskan pesan sejati Supernova, yaitu, bahwa hidup nggak sekadar ikut rel lahir-sekolah-kerja-kawin-mati. Ada hal yang lebih besar, dan manusia tidak menyadarinya karena dah kejebak dalam rel. Untuk keluar, manusia perlu dibuat mengalami sesuatu yang dalam jargon pengarang disebut “bifurkasi,” yang terjadi karena adanya “atraktor asing.”

Perhatikan bahwa anda bisa mengganti kedua istilah dalam tanda kutip itu dengan “dilema” dan “pemicu,” dan plot cerita nggak akan berubah sedikitpun. Tapi mungkin, anda akan jadi lebih mudah memahami. Kalau anda sebelumnya nggak mudeng Supernova, tapi mudeng sama paragraf yang saia tulis di atas, selamat. Itu inti cerita yang anda cari.

“Jadi cuman gitu?” anda mungkin bertanya. Yep, memang cuman gitu.

Dan di sinilah poin saia terletak. Kalau istilah-istilah canggih itu bisa diganti dengan kata yang lebih sederhana dan cerita tetap jalan, maka kecanggihan itu adalah kosmetik belaka. Jangan salah, kosmetik bisa menunjang suatu karya. Sayang sekali pemakaiannya di Supernova malah menghalangi anda untuk memahami inti cerita.

Atau barangkali, karena Diva sepertinya memvonis bahwa kosmetik itu cuma untuk perempuan jelek, apakah secara tidak langsung yang bersangkutan mengatakan bahwa karya ini . . .



Nah.

Setelah lapisan kosmetik itu saia cuci bersih, apa yang saia lihat? Karena SAINS di buku ini kedudukannya tempelan, saia merasa strukturnya jadi kebalik dari rancangan awal. Bukannya kisah perselingkuhan yang mengambil peran pendukung, yang terjadi malah SAINS-nya yang jadi peran pendukung. Teori chaos, gelombang soliton, kucing Schrödinger, mitokondria, dan lain-lain malah menjadi alat untuk menjelaskan, bahkan menjustifikasi drama. Disajikannya pun dengan cara paling tempelan: tiap ada perubahan dalam cerita Rana-Ferre-Arwin, ceritanya dijeda, loncat ke Reuben dan Dimas, yang lalu mencocoklogikan SAINS untuk menjelaskan kenapa cerita Rana-Ferre-Arwin jadinya begitu.

Lebih gemesin lagi—tapi ini mungkin bapernya saia—kalau saia mempertanyakan struktur ini, secara tidak langsung narasi akan menyindir saia sebagai orang berpikiran sempit yang terjebak rel moralitas dan nggak memahami bahwa apa yang terjadi adalah kehendak semesta. Sapa sih elo? Kenal Teori Chaos aja nggak, kok berani-beraninya loe memprotes kita-kita yang kenal, LOLOLOLOL?

Iya deh. Saia gak kenal Teori Chaos. Kenalnya Bang Kimun yang dagang bakso tahu.

Tapi kalau anda juga baper dalam perkara terakhir itu, mungkin anda akan melihat kalau Reuben itu lucu. Kok dia mengklaim bisa tahu apa yang dikehendaki semesta, sementara menerangkan SAINS dengan bener aja dia gagal? Kucing adalah pengganti geiger counter dalam eksperimen? Erwin Schrödinger bakalan ketawa ngenes kalau dengar ini.

Which brings me to my next point. Banyak banget kekeliruan penyebutan/pemaparan cara kerja elemen-elemen SAINS di buku ini. Beberapa si antaranya bisa dilihat di reading progress saia. Kalau mau melihat lebih jauh, dan memeriksa kali-kali saia juga salah paham, silakan baca.

Jadi begitulah. Buku ini memakai kosmetiknya dengan ngawur ibarat make lipstik buat membentuk alis. Tapi siapa saia? Saia kan cuma pembaca yang terjebak rel; saia gak tahu kalau membentuk alis harus pake pensil alis. Saia nggak cukup pinter untuk tahu kalau lipstik itu bisa buat membentuk alis.

Poin berikut: karakter. Saia susah bersimpati sama mereka, kecuali Arwin. Itupun hanya sedikit; saia merasa Arwin itu bukan karakter tapi plot device. Dia dipaksa jadi malaikat supaya cerita bisa jalan. Ferre bikin saia kesedak tiap kali jiwa pujangganya bermonolog. To be fair, the poetry is fairly nice. Tapi tiap kali dia nyebut “putri” . . . saia merinding dramatis. Homunkulus di kepala Ferre bukan hanya berjiwa pujangga, agaknya; makhluk kecil itu juga bercita-cita menjadi karakter pangeran dalam novel romansa Fabio Lanzoni.



Kemudian, Rana. Dia levelnya udah bukan plot device. Nyaris sepanjang cerita dia cuma jadi alat untuk menumbuhkan karakter Ferre. Selevel apa ke-alat-an Rana ini? Bagaimana kalau: masalah yang dia bikin diselesaikan hanya oleh kebesaran hati karakter lain, sementara dia sendiri berlagak sebagai korban (perkosaan) padahal 1) Adalah murni pilihan dia untuk selingkuh atau tidak, dan 2) Arwin nggak tahu kalau dia nggak mau berhubungan seks. Ibarat sebuah alat, Ranna nggak punya inisiatif kecuali ada yang gerakin. Rana memang akhirnya membuat keputusan untuk mengaku, tapi itu nggak ada artinya karena Arwin udah tahu duluan; saia percaya ada beda antara “ngaku” dan “ketahuan.”

Karakter berikut adalah Reuben dan Dimas. Mereka sering disebut sebagai pionir, menampilkan tokoh pasangan gay pada saat masyarakat belum berani membahas soal homoseksualitas. Nggak salah, walau cara mereka ditampilkan rasanya masih sebatas kulit.

Pertama, mereka nggak kerasa kayak pasangan. Nggak usah pake label “gay,” deh; sebagai “pasangan,” pun kedekatan mereka nggak kerasa. There is absolutely no chemistry between them. Mendekati bromance aja nggak. Diganti mereka jadi “dialogue partners” atau “dosen kasih bimbingan tesis ke mahasiswa” pun nggak ada bedanya. Saia berharap ada kedekatan dan kerjasama dan kesalingpedulian yang dalam di antara mereka, dan itu tidak tampak.

Karena mereka nggak punya chemistry yang riil, mereka jadi perlu ngasih tahu ke pembaca kalau mereka pasangan. Caranya? Yang paling gampang ya, dengan sering-sering menyebut kalau “kami ini pasangan homo loh.” Saia ngerasa ini agak norak, dan bukan karena mereka berkelamin sama. Kalau anda hetero dan punya istri/suami/pacar, anda tentu nggak akan bilang, “kita ini pasangan (hetero) loh!” ke semua orang.

Kenapa? Karena itu norak.

Terlebih lagi, kok mereka nyebut diri make kata “homo” yang setahu saia ofensif? Namun, CMIIW dalam hal ini.

Anehnya, penulis sepertinya udah menyiapkan pembelaan preemptif untuk kekeringan chemistry Reuben-Dimas. Di halaman 112, Dimas menyebutkan bahwa, “Kita juga bukan pasangan gay umbar libido seperti yang orang banyak kira. Kita adalah sahabat terbaik. Partner hidup.”

This sentence, ladies and gentlemen, is problematic.

Pertama, kalimat itu menyiratkan ada dua jenis pasangan (baik gay atau bukan): yang umbar libido dan yang tidak. Kalau anda punya significant other dan orang menuduh anda cuma ngumbar libido, apa anda terima?

Tidak?

Exactly.

Dimas ngomong seolah-olah “tidak mengumbar libido” menjadikan dia lebih baik dari pasangan-pasangan yang “cuma umbar libido.” Saia kira dari logikanya aja ini aneh. Pertama, seseorang nggak berhak menilai apakah hubungan mereka superior atau inferior atas hubungan orang lain hanya berdasarkan libido atau tidak. Dua, kalau Dimas menilai begitu, kesannya jadi kayak sour grapes; Dimas menghakimi pasangan lain karena dia sendiri nggak puas dengan kurangnya libido dalam hubungan dia dan Reuben. Dia frustrasi karena itu, dan melampiaskannya dengan merendahkan pasangan lain.

Kedua, untuk buku yang mengadvokasi kebebasan seksual, kenapa cara Dimas menyikapi libido begitu sempit? Ataukah lagi-lagi saia sedang melihat paradoks? Libido Diva dipuja-puji karena dia heteroseksual, tapi Dimas dan Reuben yang homoseksual dianggap inferior kalau mereka tidak ngerem libido, yang secara umum dimiliki oleh semua pasangan, kecuali pasangan aseksual.

Ugh.

Paradoks Standar ganda ini bikin saia sakit kepala.

Akhirnya sampailah saia pada keluhan terakhir: Diva.

Barangkali ada yang marah karena berani-beraninya saia mengkritik seorang Diva sementara saia bukan apa-apa. Namun, saia hanya menjalankan prinsip Supernova sendiri. “Apa yang anda baca di Supernova adalah relatif,” yang berarti, bisa ditinjau dari sudut pandang berbeda.

Kecuali kalau “relatif” menurut anda definisikan sebagai “Everyone is entitled to xir own opinion and each opinion is therefore equally true and inviolate, so you cannot say anything against MY opinion! MWAHAHAHAHA!

Tentunya, saia juga akan menyerahkan ulasan saia kembali ke yang membaca; silakan nilai apakah argumen saia valid atau cuma menjelek-jelekkan.

Sebagai permulaan, Reuben dan Dimas menyebut bahwa Diva itu paradoks. Saia setuju, tapi bukan dalam arti paradoks yang menggelitik pemikiran. Dia adalah paradoks yang omongan sama tindakannya nggak sejalan. Dia hobi name-dropping pemikir terkenal, judging other people as inferior to her, and criticizing capitalist excesses . . . while being hedonistic herself. Plus, dia katanya ngerti Marx dan ngeritik ketimpangan upah buruh, tapi satu halaman kemudian menjustifikasi fakta dia dibayar lebih dari pelacur lain karena menganggap dia spesial. Tampaknya, Diva jago dalam hal nyatut nama pemikir besar, tapi untuk jalanin ajarannya, Screw the Rules, I’m Beautiful!

(Perkecualian untuk fashion show anak-anak itu; Diva benar 100%)

Kedua, dia digambarkan memiliki selera humor sadis, tapi kalimat yang membuat dia dinilai punya selera humor sadis itu cuma, “Kamu ternyata memang pemboros. Fee saya yang masih kurang mahal atau kamu yang nagih?”

Saia nggak nangkep apa yang lucu, atau apa yang sadis. Tapi tetap aja, lawan bicara Diva tertawa dan memuja-muji. Mereka adalah corong suara penulis yang punya misi menaruh Diva di atas pedestal. Pembaca awam yang nggak ngeh, atau keburu ngelihat SAINS dimana-mana, atau ketelan heboh bahwa ini novel intelek, barangkali akan mengangguk alih-alih bertanya. Mereka tergiring untuk ikut memuja Diva karena nggak mau dibilang “nggak ngerti” atau “moralistik” atau “terperangkap rel.”

This is exactly how passive-agressive marketing works, by the way. “Nggak mau pake produk kami? Yakin anda udah keren?”

Dan soal kecantikan Diva, saia paling males kalau ada trope Suetiful All Along. Ini terjadi jika narasi berkata si karakter nggak cantik, tapi teteup ngasi deskripsi dengan ciri-ciri yang jelas menunjukkan kalau dia cantik. Silakan liat reading progress saia, hal. 87.

In short, anyone paying Diva 5.000 grand a night for her alleged wit and penchant for cruel humor is probably scammed.

Nah. Kira-kira itu keluhan saia buat KPBJ.

Lalu apa yang membuat saia merasa buku ini ada benarnya? Message-nya. Walau disampaikan melalui karakter-karakter yang tingkah laku dan omongan ga sejalan, meskipun SAINSnya kabur at best dan ngawur at worst, saia setuju pesannya. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar hidup di dalam rel nyaman plus pilihan-pilihan konvensional. Kalau saja Sang Supernova nggak menyampaikannya dengan begitu condescending; kalau saja dia nggak mengaku egaliter tapi bertindak otoriter (perhatikan dia menyamakan milisnya dengan TK, dengan dia sebagai satu-satunya pihak yang berperan melempar umpan), I’ll be totally sold. The writer might be criticizing (metaphysical) solipsism, but the book seemed to have fallen for the same (metaphysical) solipsistic mindset that the writer was criticizing; it had forgotten that it was not the only one who was capable, or had previously come, to this realization.

Satu hal lain yang bikin saia gak tega jadiin ini dua bintang adalah bahasanya. For the most part, the sentence flows excellently, and the narration is very, very easy to follow. Kalau murni dari kenyamanan dibaca, saia akan kasih bintang enam. Iyah, emang sebagus itu; latar belakang penulis sebagai penggubah lagu benar-benar berkilau di sini, dan editor pun tampak bisa memoles keunggulan tersebut secara maksimal.

Kesimpulan saia: Supernova ini adalah Nobita. He is charming in his own way, and his heart is always in the right place, but he tries to look smarter/more capable than he really is by borrowing Doraemon’s gadgets, so that he can gain the attention/respect of his peers.

TL; DR: Buku ini pesannya mengena ke saia, tapi disampaikan melalui karakter-karakter yang tindakannya kejebak dalam paradigma yang mereka kritik sendiri, plus bumbu SAINS meragukan, yang dituturkan dalam gaya bahasa super keren.

Dan karena saia udah ngasih servis kipas angin ke mereka yang suka cowok, di bawah ini saia mau kasih servis kipas angin ke mereka yang suka cewek. (Lah, emang cari perhatian cuma boleh pake SAINS doang? Saia kan bukan ahli SAINS, jadi cari perhatiannya ya dengan naroh boobs dan abs di repiu saia.)

Enjoy.


Profile Image for mahatmanto.
529 reviews39 followers
May 14, 2015
duh!
ini buku maksa banget.
karakter-karakternya 'gak jadi'.
atau,
lebih baik dikatakan:
jadi-jadian.

penulis maksa banget para pembaca untuk tunduk pada maunya,
dan ia tidak membiarkan tokoh dan ceritanya sendiri membangun sifat atau karakternya.

cepat sekali saya selesaikan buku ini.
tidak lebih dari setengah jam.
dan,
maaf, saya gak tahan lagi..
Profile Image for Brian.
5 reviews5 followers
January 12, 2008
I read this book a very long time ago. 2001. When it was first published. God, in a second, I fell in love with this book. What a book! Interesting plot? Check. Intriguing twists? Check. Multi-dimensional scope? Check. Characters that we will definitely fall in love with? Check. Mature yet stylish and adorable writing style? Check. Recent issues? Check. PHYSICS THEORY? CHECK. Philosophy theory? Check. Catchy cover? Chack. God, this book is so hot. Being a crossover between pop and literature work of words, this book is a definitely must-read! This book is super captivating that i wanna read it all over again and again and again--not because I don't understand, but it's just something that will entertain you with no limited periods of time. It's not getting old, man. I, myself, now, think Dewi Lestari as a super smart author, and it's an honor to have here in our Indonesian literature world. I insist you to read this book.
Profile Image for Siddha Malilang.
Author 2 books12 followers
July 24, 2012
Pertama kali melihat buku ini, ada hype besar-besaran mengenainya. Terbujuk dengan banyaknya pujian seputar buku ini, yang katanya menggabungkan antara narasi dengan sains sebagai bagian besar dari buku ini. Terus terang, saya mulai terbujuk dengan premis itu.

Bagian pertama yang saya baca, tentang Dhimas dan Ruben, mulai menarik perhatian saya. Buat saya, premis dasar tentang Dimas dan Ruben cukup menarik. Supernova termasuk buku novel Indonesia pertama yang menurut saya berani mengetengahkan dua tokoh gay.

Akan tetapi, dalam perkembangannya, ketika novel mulai masuk ke ranah fisika quantum, saya mulai merasa kesulitan membacanya. Dengan nekat saya memutuskan untuk melewati saja bagian penjelasan-penjelasan itu. Ternyata, bahkan tanpa penjelasan fisika kuantum itu, jalan ceritanya sungguh sangat mudah ditebak. Hal ini membuat saya sadar bahwa embel-embel fisika kuantum yang ada di novel ini sungguh hanyalah sebuah gimmick, sebuah tempelan untuk menjual. Fisika kuantum yang ada disini sama sekali tidak berpengaruh terhadap jalan cerita (yang menurut saya sangat datar dan shallow).

Dari sini, mulailah saya berpikir, ketika Dee membutuhkan gimmick marketing itu, berarti dia bukanlah seorang penulis handal. Dari sisi perkembangan tokoh yang terlalu klise, jalan cerita yang terlalu mudah ditebak, bahkan untuk masanya, buku ini bukanlah salah satu buku terbaik. Saya rasa, overhype yang terjadi itu hanya dari trik marketing dan masyarakat yang terlalu terjebak pada promosi dan nama besar Dee sebagai seorang mantan artis.
Profile Image for Sepsun Pasaribu.
19 reviews3 followers
March 14, 2012
"Totally Overrated"

Bagi saya buku ini hanya memberikan gimmick untuk mencari sensasi saja.

Contohnya karakter-karakter gay. Awal tahun 2000 memang segala tema seksual atau penyimpangannya lagi populer makanya banyak sekali acara2 TV yang membahas tentang hal ini. Ini juga sebabnya buku Jakarta Undercover menjadi hit. Tapi dalam Supernova, bahwa kedua karakternya gay tidak ada sangkut pautnya dengan perkembangan karakter atau cerita itu sendiri. Mereka jadi pasangan hetero atau lesbian pun bahkan hanya teman sekali pun tidak akan membawa perubahan yang berarti.

Bahasa sains yang tingkat tinggi. Bagi saya ada yang aneh bila melihat sebuah footnote hampir mendekati setengah dari halaman sebuah novel (kalau buku nonfiksi/sains mungkin tidak heran). Digunakan besar2an pada awal buku dan hanya sedikit atau bahkan tidak sama sekali di bagian2 buku selanjutnya. Hanya sebuah gimmick semata.

Belum lagi pasangan selingkuh dengan perumpaan Ksatria, puteri dan bintang Jatuh yang terkesan sangat memaksa sekali. Kenapa si perempuan selingkuh dan bagaimana dia jatuh dalam perselingkuhan tidak dijelaskan dan bagaimana sang pere kembali ke suami juga terkesan hambar. .

Tapi itu semua hanya pendapat saya yang tampaknya berbeda dengan pendapat kebanyakan orang hahahahaha :D



Profile Image for Calvin.
Author 4 books153 followers
March 3, 2016
Berhubung saya sedang berduka setelah membaca novel IEP, maka saya putuskan untuk membuka kembali buku pertama yang membuat saya menanti Supernova series selama 15 tahun.

Saya ingat, pertama kali saya membaca buku ini, saya seperti tersihir dengan keindahan sajak-sajak Dee dan bagaimana Dee merangkum kata seperti melihat lukisan indah dalam bentuk kata. Dari segi plot, Supernova KPBJ brilian. Pada saat itu saya sudah membaca Dunia Sophie, tapi saya baru menyadari belakangan bahwa KPBJ sering dibanding-bandingkan dengan dunia sophie, walau pada akhirnya kesimpulan itu salah: Diva, Ferre, dan Rana benar-benar ada, dan di dunia novel itu, mereka bukan karakter novel yang kabur ke realita. Pada akhir buku, Dee menyentil kita dengan memberikan ending yang multi interpretasi.

Apakah Dhimas dan Reuben menyadari bahwa mereka sebetulnya adalah karakter fiksi? Ambiguitas di akhir novel ini membuat KPBJ menjadi novel yang paling berpengaruh pada selera sastra saya ke depannya.

Rasanya susah menurunkan standar setelah mendapat sastra dengan kualitas sebagus ini. Tulisan Dee KPBJ puitis dan dalam, terkadang abstrak, namun tidak terlalu dalam sehingga kita pun bisa menikmatinya dan mampu melakukan refleksi pada hidup kita. Tiap karakter-karakter di buku ini sangat memorable dan unik. Tentu saja Diva adalah karakter perempuan paling menarik sepanjang sejarah literatur Indonesia. Perempuan yang memiliki otak brilian dan tampaknya cukup pintar untuk menjadi doktor filsafat, namun dia memilih profesi sebagai pelacur kelas atas karena untuknya, profesi itu memberikan kebebasan. Di KPBJ, kebebasan seksualitas Diva dan penggambarannya sebagai perempuan pintar maha tahu dan dalang di balik semua plot, mungkin mendobrak semua stereotype dan karakter perempuan yang muncul di literatur Indonesia.

Kita mungkin bisa menerima Diva sebagai sosok yang taken for granted. Tapi dari sudut pandang historisitas kesetaraan gender di Indonesia, tahun 2000-an merupakan momen dimana meledaknya jumlah penulis perempuan yang merasakan euforia kebebasan berekspresi, sampai-sampai ada yang mengatakan masa depan sastra Indonesia ada di tangan perempuan (yang jelas jelas salah. masa depan sastra Indonesia ada di tangan pasar sastra populer!). Saat literatur-literatur yang dituliskan perempuan lebih menekankan mengenai seksualitas, sensualitas, dan erotika mengenai tubuh perempuan, Dee mendobrak stereotype itu dengan membuat seorang karakter perempuan yang tidak tipikal. Ya, mungkin Diva adalah seorang pelacur, namun latar belakang pelacurnya bukan fokus utama supernova, yang menjadi fokus adalah kekuatan Diva untuk mengendalikan benang-benang takdir antar karakter dalam ceritanya.

Diva tentunya menjadi gebrakan yang menarik bagi penggambaran karakter perempuan di literatur Indonesia. Selama ini karakter perempuan selalu kebagian peran diculik atau tidak lengkap tanpa pangeran-nya. Tapi Diva adalah seseorang yang independen, otonom, dan tidak membutuhkan pria untuk menjadi dirinya sendiri.

Supernova menjadi unik juga pada tahun 2000-an, karena memasukkan karakter gay, walau sama sekali tidak ada adegan seks maupun percakapan yang mengandung homoerotisme. Sampai sekarang pun, Dhimas dan Reuben mungkin adalah satu-satunya karakter gay yang akhirnya masuk ke mainstream market (kok ga ada anti LGBT yang protes ya?)

Saking terkesannya dengan suasana novel KPBJ, saya seperti menemukan seorang penulis Indonesia yang akhirnya menjadi aspirasi saya. Dalam pikiran saya hanya ada satu tujuan saya: saya ingin menulis sebaik Dewi Lestari!

4 tahun berlalu, saat itu, saya sedang dilanda depresi mendalam karena oma saya baru saja meninggal pada 25 Februari 2005. Menulis novel merupakan satu-satunya sarana untuk melarikan diri dari realita saat saya berkuliah di HI Unpar saat itu. Akhir tahun, saya mendengar lomba novel Dewan Kesenian Jakarta akan dibuka lagi. Saya pikir, jika ingin mencoba peruntungan menjadi penulis novel, inilah saatnya!

Saat itu saya memutuskan untuk merubah draft novel saya, saya pikir, saya harus mengambil ide seradikal Dewi Lestari. Terpengaruh juga dengan Dadaisme-nya Dewi Sartika, dan nuansa milik Saman-nya Ayu Utami, saya akhirnya menulis Jukstaposisi: Cerita tuhan Mati, dan saat itu saya memutuskan untuk menulis novel ini dalam genre surealisme karena saya penggemar lukisan Salvador Dali. Saya menulis karakter, Ashra Trivurti yang proses pembuatannya juga terpengaruh oleh sosok Diva.

Tidak disangka, Jukstaposisi menjadi juara tiga sayembara novel kesenian jakarta 2006. Saya tentu saja sangat senang. Ini adalah sebuah kehormatan besar, karena saya bersaing dengan penulis penulis senior, dan pada tahun 2008 Jukstaposisi menjadi finalis KLA.

Saya sangat berterima kasih pada KPBJ yang membuat saya terinspirasi untuk menulis novel. Tanpa adanya KPBJ, saya tidak akan pernah menulis Jukstaposisi.

Tapi seiring waktu berlalu, saat saya merasa Dee mengakomodasikan tulisannya untuk menangkap pasar lebih besar, saya sebetulnya agak kecewa karena dia kehilangan 'kedalaman'nya, karena jelas pasar buku Indonesia bukan pasar yang ramah pada buku buku semi-intelektual.

Saya sedikit kecewa tentu saja dengan Supernova Partikel, namun Gelombang memperburuk semua itu dengan memberikan plot plot baru yang tidak pernah diplanting selama 4 buku sebelumnya. Dan klimaks kekecewaannya adalah saat IEP diterbitkan. "Supernova" sepertinya tinggal nama saja. 15 tahun saya menanti kembalinya protagonis Supernova yang sesungguhnya, Diva Anastasia. Tapi apa yang terjadi? Diva turun derajat menjadi karakter figuran yang memiliki peran sangat sedikit di IEP. Semua petunjuk yang tersebar pada 5 buku memperlihatkan bahwa Diva Anastasia memiliki peran sentral pada supernova karena namanya sendiri berarti "The Goddess of Resurrection".

Tapi ternyata yang kita dapati, tiba-tiba di beberapa chapter terakhir protagonisnya adalah protagonis yang muncul di buku kelima. Mungkinkah karena ini untuk memberikan Ishtar porsi lebih dalam cerita? Jika kita melihat Ishtar dan Diva, kedua-duanya merupakan archetype dari konsep serupa: perempuan independen, seksual, dan memiliki kekuatan. Mirip seperti sosok Ishtar di mitologi babilonia yang memang agak haus seks, dewi perang, dan merupakan sosok sentral di agama mesopotamia (walau akhirnya mengalami demosi juga, coba baca cerita Ishtar dan Pohon Huluppu). Entahlah atas pertimbangan apa tiba-tiba kekosongan Diva digantikan Ishtar. Apakah hanya agar supernova ini membutuhkan peran villlain? mereduksi semuanya menjadi pertempuran baik vs jahat? Atau ini kegagalan sang penulis untuk meretcon ceritanya dengan baik?

KPBJ merupakan karya Dee yang untuk saya masih yang terbaik, dan saya rasa saya bisa hidup tanpa menganggap keberadaan Supernova 2-6.

Mungkinkah perspektif saya akan berubah andaikan saya baru pertama kali membaca supernova setelah partikel terbit, dan saya tidak menyadari penyimpangan plot supernova? Mungkin, tapi tanpa itu, saya mungkin tidak akan pernah menulis novel.

Bagi anda yang sedang membaca buku ini, mungkin anda tidak perlu meneruskan 5 buku seterusnya, karena buku yang anda baca ini adalah salah satu puncak sastra Indonesia. Novel KPBJ pada dasarnya terisolasi. Cerita awalnya memiliki ending ambigu yang memang memungkinkan adanya sekuel. Tapi tanpa adanya sekuel, KPBJ indah apa adanya.

Calvin Michel Sidjaja
Penulis Jukstaposisi: Cerita tuhan Mati
Pemenang sayembara novel dewan kesenian Jakarta 2006
Finalis Khatulistiwa Literary Awards 2008
Profile Image for gieb.
222 reviews67 followers
November 21, 2007

semakin berusaha untuk mengerti buku ini, semakin mengerti bahwa ketidakmengertian adalah puncak tertinggi bagi sang pencari.
Profile Image for Aso.
214 reviews41 followers
March 20, 2015
That's it, saya menyerah, bendera putih, saya berhenti, tepat di halaman 154 dari 343. Ini buku pertama di 2015 yang tidak saya baca sampai selesai. Sebenarnya sayang juga, mengingat ini buku pertama dari serial supernova dan masih ada 3 buku selanjutnya, tapi mau bagaimana lagi hati tidak bisa dipaksa hehehe. Dan lagi pula buku yang lain masih banyak yang antri.

Sumber ketidakpuasan saya terhadap buku ini sebenarnya dari kebodohan dan ekspektasi saya sendiri yang tidak tepat. Saya belinya sudah berminggu minggu yang lalu karena tertarik dengan iklan filmnya yang berisikan model/aktris yang sedap dipandang mata, apalagi judulnya "Supernova" seperti menjanjikan petualangan dramatis perang antar bintang a la film Star Wars. Hmmm, tapi bodohnya saya, beli buku hanya bermodalkan duit, tidak baca-baca resensinya dulu. Inilah kira-kira penyebab saya tidak "sreg" dengan buku ini dan kemudian berhenti, ekspektasi sayalah yang terlampau berbeda dari kenyataan isi buku ini. Wess lah...

Secara fisik bukunya kecil, baca 1-2 hari harusnya tamat. Tapi baru bab pertama saya butuh dua hari (dua hari!!!!) menyeberanginya menuju bab kedua. Entahlah apa saya yang terlalu blo'on atau bukunya yang canggih. Bukunya juga tidak terlalu tebal tapi isinya wuooow "berattt", bikin otak saya sakit. Eh, bukan berat juga sih, tapi lebih tepatnya berat sebelah, plotnya sederhana tapi ditempeli dengan hiasan-hiasan yang berat. (Nah loh, saya ngomong apa sih? Pusing sendiri, udah lah, lanjut).

Reuben dan Dimas, karakter mereka lumayan, awalnya langsung tertarik sekaligus bingung. Kan, tidak tiap hari baca pasangan gay yang cerdas dan bukan hanya jadi karakter sampingan yang biasa cuma dapat bagian penggembira. Percakapan mereka yang ngalor ngidul soal teori-teori yang beraneka rupa itu cukup menarik, tapi ada beberapa bagian saya merasa sedang membaca buku teks pelajaran. Sebagai pembaca awam yang IQ nya agak jongkok, saya cuma bisa mengagumi dan baca pelan lalu mengulang-ulang beberapa beberapa kalimat biar ngerti.

Re, Rana, dan suaminya Rana: *putar bola mata*, errrr, kisah perselingkuhan lagi *menahan diri supaya tidak jedotin kepala di dinding*. Saya mengapresiasi selipan puisi-puisi di kisah tiga orang ini, tapi menurut saya masih terlalu enghhhhh gitu deh...

Diva: awalnya menarik, kalimat yang keluar dari mulutnya seperti ceramah, kemudian biasa saja, dan Gio muncul dan... *cari dinding buat jedotin kepala*

Saya akui gaya penulisan mbak Dee berkelas, "sastra banget dah" kalo pembaca awam seperti saya bilang. Penggunaan istilah yang canggih dan teori yang asing di telinga saya seharusnya membuat buku ini menarik, tapi bagi saya justru membuat tidak nyaman dan terlalu dipaksakan. Kadang saya berpikir ini ada hubungannya gak sih dengan cerita utama, kok berasa cuma "ditempel".

Kesimpulan: Saya sadar, seorang penulis tidak bisa menyenangkan semua pembaca. Buku Supernova, bukan ditulis untuk pembaca seperti saya, karya Mbak Dee yang satu ini terlalu canggih buat saya yang awam ini.

Lain kali lah, saya lanjutkan bacanya, siapa tau rating dan opini saya bisa berubah. Teman-teman saya mau bertanya, apakah saya harus baca buku ini untuk bisa lanjut ke buku kedua, ketiga dan keempat?
Profile Image for Stephanie.
113 reviews37 followers
February 8, 2017
Semua berawal dari gerakan
Semua berawal dari satu ide
Semua berawal dari satu getar sel abu-abu


Setelah lama penasaran dengan serial Supernova akhirnya aku mulai membaca buku pertama Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Bahasa yang digunakan menurutku agak berat dan sulit dicerna, perlu pehamaman khusus untuk bisa mengerti maksud penulis. Tapi semua itu adalah perspektif, seperti kata penulis semua di hidup ini adalah relatif. Semua yang Anda baca di Supernova ini adalah relatif alias pemahaman diri sendiri yang disodorkan oleh penulis melalui berbagai materi dan sudut pandang.

Tokoh-tokohnya cukup menarik, mulai dari pasangan gay Ruben dan Dimas yang menulis cerita mengenai Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Keterlibatan mereka satu sama lain sampai di akhir cerita yang cukup membuat tanda tanya. Karakter yang paling menonjol disini adalah Diva. Sosok wanita cantik, seksi, mandiri, berpengetahuan luas, dan pintar namun memilih jalan hidup sebagai pelacur dengan bayaran tinggi. Ia berpendapat bahwa pikiran tidak seharusnya dijual. Ini adalah pilihan hidup bukan atas keterpaksaan atau dorongan materi semata. Selain itu juga ada tokoh Ferre dan Rana yang menjalani perselingkuhan, cinta mereka mungkin memang nyata hanya datang pada waktu yang tidak tepat. Apakah mereka akan mementingkan ego dan keinginan mereka dan melukai orang lain yang ikut terjerat dalam benang yang terjalin atau akhirnya saling melepas satu sama lain?

Buku Supernova ini adalah pergabungan antara sastra, sains dan drama percintaan. Menurutku ceritanya cukup menarik untuk dibaca dan menambah pengetahuan karena banyak membahas teori-teori fisika dan filsafat.
5 reviews1 follower
September 25, 2007
contrary to my wife and common belief, i never actually read this book.

i was, however, a prominant member of the mailing list :d

i tried reaading it but i just can't make any sense out of it. i can't remember the names. i can't relate the stories. i think it's that dyslexia thingy or i'm just too lazy even to turn the pages.

i just use this book as a media to exploit my radical, yet nonetheless, average mind -as i would to goodreads- to make my lonely pathetic self seem a lot more interresting than it really is, so that i may create an illusive window of friendship with the younger innocent vulnerable girls on the net that i may, in turn, exploit them to my likings in my very own sick park of morbid desires and call the entire concept LIKING PARK, way before linkin park ever released their 1st single, "Crawling".

dear my bahasa teacher in Perguruan Advent Jakarta highschool who kept complaining during classes about her salary and how she should be principal by then, how's that for a kalimat majemuk bertingkat setara, huh? do you think i should be a writer? hmm?
Profile Image for Ika Natassa.
Author 19 books2,263 followers
October 23, 2007
i know some people who said this book is overrated but i honestly think that this one is dewi lestari's genius masterpiece! i'm not a woman of science - i'm more in the money game - but she had profoundly integrated science and philosophy into - what i think is - the greatest love story of our time.

Profile Image for drg Rifqie Al Haris.
74 reviews6 followers
April 18, 2012
Sinopsis
Dimas dan Reuben adalah pasangan homo yang berikrar akan membuat sebuah karya tulis yang menjembatani semua percabangan sains dalam waktu sepuluh tahun. Karya tersebut disepakati akan dikemas secara populis dan bernuansa roman sains, romantis sekaligus puitis.

Maka setelah sepuluh tahun, terpenuhilah ikrar tersebut dengan disusunnya sebuah kisah yang menceritakan tentang Kesatria, Putri dan Bintang jatuh. Kisah yang disusun Ruben dan Dimas itu menjadi kisah paralel dengan kisah Reuben dan Dimas sendiri. Kisah tersebut menghadirkan dinamika kisah cinta antara Ferre dengan Rana. Kisah cinta itu dibikin begitu kompleks karena Ferre yang begitu sempurna dan menjadi sosok yang diidolakan banyak wanita justru jatuh cinta pada Rana yang telah memiliki suami. Arwin nama suaminya itu. Masih dalam dunia yang diciptakan Ruben dan Dimas, ada satu tokoh yang dihadirkan memiliki alur kisah sendiri yaitu seorang supermodel yang sekaligus menjadi wanita bayaran berkelas dengan tarif ribuan dolar, akan menjalani kisahnya dan akan menjadi bagian dari kisah cinta Ferre dan Rana. Juga ada satu tokoh misterius yang disebut sebagai Supernova akan menghadirkan twist yang unik mengenai hubungan yang nyata antara dimmensi kehidupan Reuben dan DImas sebagai si penulis dan dunia kisah yang ditulisnya.



Opini
Ini adalah novel yang sangat brilian. Dengan menggabungkan antara sains, filsafat, psikologi dan sedikit biologi dengan suatu kehidupan roman kisah cinta yang kompleks Dee telah menyajikan suatu penjelasan empiris tentang bagaimana pola pikir manusia ketika menghadapi kompleksnya perasaan cinta. Lewat tokoh Reuben dan Dimas, kisah cinta yang mereka tulis akan dikupas juga secara berbagai sudut pandang keilmuan. Inilah yang menjadikan novel cinta ini bukan novel yang biasa.

Twist dalam novel ini adalah ketika kita menyadari bahwa ada beberapa realita dan dimensi dalam novel ini. Yaitu Dee sebagai penulis novel menceritakan tentang Dimas dan Reuben yang juga menciptakan tokoh fiktif bertokoh sentral Ferre kemudian oleh Dee, Dimas dan Reuben dibuat sadar jika mereka ternyata adalah dalang tempelan yang secara sengaja dibuat untuk menuliskan sebuah cerita yang lain. Sedangkan cerita yang lain itu ternyata ada dalam satu dimensi yang sama dengan sang penulis yang menulis cerita. Ini akan sedikit membingungkan. Namun jika pembaca memahami baik-baik, maka akan sama ketika kita menonton film Inception.

Kata-kata asing dan terlihat begitu sulit akan dijelaskan melalui footnote dengn bahasa yang umum. Sehingga orang awampun akan memahami jika mau membaca dengan sedikit bersabar. Inilah karya terbaik Dee yang menghadirkan wawasan yang sangat luas dan permainan psikologis dan twist yang menarik.



Did You Know?
Novel ini dirilis 16 Februari 2001. Novel yang laku 12.000 eksemplar dalam tempo 35 hari dan terjual sampai kurang lebih 75.000 eksemplar. Bulan Maret 2002, Dee meluncurkan edisi Inggris untuk menembus pasar internasional bekerja sama dengan Harry Aveling sebagai penerjemah ke bahasa Inggris.Supernova pernah masuk nominasi Katulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books. Bersaing bersama para sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto lewat karya Setangkai Melati di Sayap Jibril, Dorothea Rosa Herliany karya Kill The Radio, Sutardji Calzoum Bachri karya Hujan Menulis Ayam dan Hamsad Rangkuti karya Sampah Bulan Desember.



Favorite Quotes
“Semua perjalanan hidup adalah sinema. Bahkan lebih mengerikan. Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis. Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu.”

“Kamu benar, Puteri. Perasan itu sudah mengkristal.
Dan akan kusimpan. Selamanya.”

“Hampir semua orang melacurkan waktu, jati diri, pikiran, bahkan jiwanya. Bagaimana kalau ternyata itulah pelacuran yg paling hina?”

“… karena sesungguhnya justru dalam ketidakpastiaan manusia dapat berjaya, menggunakan potensinya untuk berkreasi”

“Kau hadir dalam ketiadaan,
Sederhana dalam ketidakmengertian.
Gerakmu tiada pasti,
Namun aku selalu disini,
Menantimu..
Entah mengapa..

Profile Image for ana.
244 reviews36 followers
August 10, 2010
buku yang berhasil saya baca saat minjem untuk yang kedua kalinya. kali pertama, saya tak kuat membaca karena bagian2 yang terlalu teknis sangat menggganggu. dan... ah, saya lupa apalagi tapi toh, kali ini saya berhasil.

maaf curcol sedikit.
adakalanya saat diskusi2 ga penting di perpus dengan beberapa teman akan memunculkan kesimpulan yang sama ga pentingnya. salah satu materi diskusi kami saat itu adalah cinta. kami begitu sibuk saling berbicara dan mendengarkan sampai tak mampu lagi berkonsentrasi pada buku2 di sekeliling kami, tugas yang sudah dihamparkan di meja siap di kerjakan, dan terlebih lagi dengan "pos penjaga perpustakaan" yang berada tak jauh dari meja kami.

salah seorang dari kami bilang: cinta itu bullshit. cinta itu hanyalah alasan kotor untuk saling menghancurkan: teman dan keluarga. argumennya dapat aku mengerti karena ada pengalaman di balik itu. beberapa orang dari kami tidak mengeluarkan definisinya sendiri, hanya ikut mendebat pernyataan pertama.

aku ikut berargumen, yang seringnya ga nyambung.
bila diperhatikan sampai saat ini, cinta memiliki beberapa bentuk:
1. cinta Sang Pencipta kepada makhluknya.
2. cinta orang tua kepada anaknya.
3. cinta sesama manusia (teman atau orang2 pada umumnya)
4. cinta kepada... apa ya? lawan jenis? (saya hanya mengerti ini karena saya bukan homo, atau lesbian)

cinta2 tersebut sama, hanya berbeda objeknya. lalu saya bertanya kepada salah satu dari kami yang mempunnyai pacar: pakah pacaran itu salah satu bentuk dari cinta? yang saya tanya menjawab yang intinya: ya, karena suka adalah salah satu tahap untuk menuju cinta.

"eh??? emang gitu ya?" kata saya.
"kayaknya sih. itu kan cara untuk saling mengenal." kata dia.

kembali kami berlima meneruskan diskusi yang panjang, ga penting, dan sangat membahayakan reputasi kami sebagai pengunjung perpustakaan (karena kami berisik dan membawa cemilan ke dalam perpustakaan). diskusi belum sampai ke kata sepakat tapi aku telah mempunyai kesimpulan sendiri.

1. cinta itu definisinya satu: memberi dan mengasihi sang objek dengan ikhlas, tanpa ada rasa ingin mendapatkan respon balik.
2. cinta kepada lawan jenis sekarang ini kayaknya sudah lebih mengarah kepada nafsu. nafsu ingin memiliki, nafsu ingin menguasai, bila dilihat dari lagu2 cinta super gombal dan menye2 seperti yang banyak beredar sekarang ini.
3. cinta sejati itu ada. jodoh itu ada. keduanya berbeda. mungkin cinta sejati bukanlah jodoh dan jodoh mungkin saja bukanlah cinta sejati. hal ini yang menyebabkan adanya kasus seperti yang ada di novel DEE ini.

kisah cinta yang indah. ironi. utopis.
Profile Image for Pirhot.
22 reviews4 followers
August 12, 2009
ah, buku ini mengingatkan saya akan masa-masa SMA. tentunya bukan karena cerita yang disajikan dalam buku ini berlatarbelakang kisah remaja, tetapi karena buku ini menjadi salah satu pemicu bagi saya untuk melahap berbagai bahan teks lainnya semenjak SMA. Kalau jaman sekarang punya Andrea Hirata dengan "Laskar Pelangi", maka di awal 2000an Indonesia punya Dee dengan Supernova, yang menurut saya sama fenomenalnya dengan Laskar Pelangi.

Dee menawarkan sebuah novel yang berbeda dibandingkan cerita-cerita fiksi Indonesia sebelum terbitnya Supernova. Tidak banyak yang bisa menerima bahwa sebuah cerita fiksi pun layak mencantumkan berbagai footnote yang berisi referensi-referensi yang berbobot. Selain itu pencantuman berbagai tokoh yang memegang peranan penting bagi berjalannya cerita, juga menawarkan sebuah pengalaman baru bagi pembaca Indonesia yang telah lama dikuasai oleh novel konvensional dengan cerita satu alur dan ending yang mudah ditebak.

Saya sendiri kesulitan untuk membaca novel ini diawal-awalnya. karena masih terbiasa dengan sebuah novel yang memiliki tokoh utama, dan tokoh pelengkap penderita yang bisa dihilangkan kapanpun. dan tentunya tanpa ada embel-embel berbagai ilmu yang misterius dan eksklusif. baru setelah membaca 3-4 kali, saya akhirnya bisa memahami siapa berperan sebagai apa.

Selain memicu semangat saya untuk terus membaca dan menulis, Supernova memberikan sebuah makna tentang realita hidup ini. Dunia modern tidak hanya dimonopoli oleh lelaki yang berselingkuh. Dunia modern tidak hanya diisi oleh pelacur yang hanya bisa menjajakan tubuhnya saja. Dunia modern tidak hanya diisi oleh pasangan heteroseksual. Realita seperti ini justru terkadang lewat dari pandangan mata kepala kita karena telah terbelenggu oleh kartel sinetron milik orang India disana.

atau memang kita yang enggan untuk menghadapi realita?

Who knows . . .
Profile Image for Audrey.
29 reviews
February 15, 2015
Okay, holy shit, okay. Mungkin ini cuma karena gue jarang banget baca buku Bahasa Indonesia, tapi novel ini impressive af. Gue juga gak nyangka bakal tertarik sama suatu buku kayak gini. Bayangin, gue lagi ke toko buku paling deket dari sekolah gue, bokek, tiba-tiba jalan ke suatu buku yang sinopsisnya ada frasa ini:

"...pasangan Dimas dan Reuben..."

dan gue langsung tau, holy fucking shit they're gay right. Tapi nggak jadi beli. Belinya baru minggu depannya.

Cuma gara-gara itu aja.

Dan hasilnya? This book isn't perfect, obviously; there's definitely not enough pages to explain all the physics-related concepts in the book--kalo kebanyakan bakal bosen, kan? Jadi bukan novel; textbook--tapi gue suka bagaimana karakter-karakternya diceritakan (even if ga ada development-nya, ya Tuhan, serius, ini buku agendanya bukan nyeritain--agendanya buat throwing your ideas around), gue suka betapa kontemporer dan akurat background ceritanya, gue suka. Banget. Mungkin buku Bahasa Indonesia pertama yang bikin gue se-invested ini.

Sekian.
Profile Image for yun with books.
544 reviews211 followers
May 13, 2016


5 stars buat buku super mind-blowing ini. Gilaaaaaaa!!! Sains dikombinasiin sama cerita romansa, jadinya kaya gini ternyata. Speechless sampe keabisan kata-kata selesai baca bukunya.

Gak nyangka, pertama beli seri ini karena cuma suka cover buku Inteligensi Embun Pagi. Mau gak mau kalo mau baca bukunya ya mesti baca seluruh serinya dari ke-1 dan ke-6. Tapi, mbak Dee Lestari bilang sih sebenernya bisa dibaca mundur (re: 6,5,4,3,2, dan 1)

Tapi bodo amat, yang penting buku ini sukses bikin ternganga-nganga, bingung sama istilah-istilah sains yang weird juga-but okay, anyways, sempet cengengesan dibagian ada kalimat yang HI (re: Hubungan Internasional) banget -means, astaga gue baca buku fiksi dari istilah-istilah nonfiksi membsoankan yang gue dapet dikuliah, hahaha- a zillion thumbs up buat buku ini.

Profile Image for Aya.
395 reviews776 followers
December 4, 2017
Sci-Fi story always left me hanging. Dan yang satu ini pun tanpa pengecualian. Untungnya aku masih bisa menemukan beberapa kolerasi antara penjelasan ilmiah dengan beberapa bagian dari cerita ini.

Cara Dee menyambungkan/menggabungkan unsur ilmiah dan realita sungguh memukau. Lewat permainan kata dan pemilihan konflik para tokohnya, pembaca diajak untuk menyelami kedua hal tersebut. Itu yang membuatku ngasih 4 bintang, karena ide cerita, konflik, dan penulisan Dee yang bagus, sangat bagus. Jadi nyesel, kenapa baru baca bukunya Dee sekarang.

Kalau ada yang bisa menjelaskan bagaiman sebenarnya kolerasi antara Diva dan Kesatria di bagian terakhir buku ini, mungkin bisa bantu aku. Karena cuma bagian itu yang rasanya masih 'nyangkut' alias mengganjal. Mau baca ulang, tapi otak sudah lelah, hehe...
Profile Image for Nadya Anette.
11 reviews70 followers
August 3, 2015
hahaha... setelah melihat review dari khalayak goodreads indo, kukira aku doang orang indo yang empet baca ini... kayak baca kamus... mau kelihatan smart dengan memasukkan semua kata kata sulit biar keliatan canggih dan nyastra... imho lhooo... zaman pas keluar bukunya, author cukup beruntung dengan karakter anak indonesia yang bilang keren karena teman teman nya bilang keren... anyhow, good try... selama laku keras sih author sah sah aja bilang "ngga masalah siapapun bilang apapun, tetep terbukti eke author best seller"... in the end, the reader that makes a writer thrives...
Profile Image for mollusskka.
246 reviews135 followers
June 8, 2016
Oke, jadi seperti ini isi cerita Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh itu? Menarik. Apalagi gaya berceritanya Dee Lestari yang enak dibaca banget, banget, banget. Jadi betah aja ngikutin ceritanya sampe akhir meski banyak juga hal yang nggak aku mengerti. Bagi yang sudah membaca, pasti tahu apa maksudku. Dan poin ini yang membuatku mengurangi satu bintang untuk buku ini.

Jadi Dee mencoba mengaplikasikan sains dan filsafat dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama percintaan. Menurutku ini keren. Selama ini aku cuman tahu istilah chemistry yang dialihbahasakan ke dalam kamus percintaan/sosial/pekerjaan, tapi banyak lagi persamaan sains dengan manusia itu sendiri. Aplikasi sains ini terjabar lewat proses duet kepenulisan antara Dimas dan Reuben, which is mereka itu orang smart. Kuliahnya aja di luar negeri (Kira-kira begitulah pandanganku soal IQ orang-orang yang kuliah di LN). Tapi Dee nggak bilang jurusan apa mereka berdua. Reuben memang sekolah di John Hopkins Medical School, tapi apa dia belajar Fisika Quantum? Kayaknya itu lebih ke Biologi deh. Gak tau juga sih.

Aku turut bangga juga karena Dee mencoba membuat terobosan dalam dunia kepenulisan Indonesia melalui novel yang kental berbau sains dan ilmu lainnya ini (cari tahu sendiri aja deh jenis ilmunya apa aja), tapi aku juga turut menyayangkan karena Dee nggak berhasil membuat pembaca mengerti. Contoh nyatanya, ya aku sendiri. Aku nggak ngerti apakah Dee cuman menyalin semua teori-teori itu atau dia sudah mencoba menulis ulang dengan kata-katanya sendiri dan menurut pemahamannya sendiri. Karena sumpah aku nggak ngerti!

Aku agak curiga jika sebenarnya teori-teori itu pernah mampir di pemikiranku, atau pembaca lainnya, karena di satu titik aku merasa paham kira-kira begitu maknanya cuman Dee-nya aja yang bikin ribet. Yah memang sih itu kan untuk bahan percakapan antara Dimas dan Reuben yang sama-sama berotak encer, jadi ya cuma mereka dan pembaca yang selevel mereka yang bisa mengerti. Syukurlah keberadaan Supernova sedikit bisa memberikan pencerahan. Penjelasannya jauh lebih mudah dipahami. Karena jujur aku juga tertarik sama dunia sains dan filsafat. Aku selalu penasaran soal makna kehidupan kita di dunia ini. Dan Dee sepertinya sudah meninggalkanku begitu jauh dengan segala pemahamannya tentang kehidupan ini. Termasuk soal takdir dan keterikatan antarsesama manusia seperti penjelasan Dee soal jaring laba-laba.

Oh, aku penasaran banget sama tokoh Diva. Heran kok Diva bisa secerdas itu. Yang aku tahu dia cuma pernah tinggal di panti asuhan. Kira-kira aku bakalan ketemu dia lagi nggak ya di buku berikutnya? Dan tentunya aku juga penasaran dengan cyber avatar bernama Supernova. Kira-kira siapa dia, ya?

By the way, di buku ini ada cuplikan Supernova Episode Gelombang. Tapi kok berbau Laskar Pelangi banget ya? Soal sosok seorang ayah yang begitu meninggikan pendidikan demi anak-anaknya. Apalagi berlatar di Sumatera pula. Jadi dialognya pun agak mirip. Memang sih ini Batak dan Laskar Pelangi Belitong, tapi tetep agak mirip. Bikin penasaran.

P.S. Baca Supernova ini membuatku seperti melihat Tuhan tengah merangkai kisah untuk manusia-manusianya. Penuh pertimbangan dan koreksi. Aku sih senang aja, karena berarti takdir itu bukan sesuatu yang pasti dan akan bisa berubah. ^^



Profile Image for Robert.
71 reviews14 followers
June 28, 2009
Jujur, ini buku novel yang mempengaruhi gaya saya menulis! Dee (Dewi Lestari) telah menulis sebuah buku yang sangat jenius. Anda akan menemukan banyak elemen di buku ini, mulai dari sains, filsafat postmodernisme, spiritual, humanisme, romantisme, sampai hedonisme. Semuanya terbagi merata ke dalam tiga cerita yang sama memikatnya. Tetapi dari ketiganya, saya jatuh cinta dengan cerita mengenai seorang pelacur kelas tinggi yang digambarkan sebagai perempuan muda yang cantik, cerdas, penuh optimisme, bahkan lebih pintar dari semua klien-kliennya yang bergelar akademik sederet dan gemar berkoar-koar di depan mimbar. Ia mungkin bisa menjual tubuhnya, tetapi tidak menjual pikiran serta idealismenya. Berapa banyak dari kita yang malah sudi "menjual murah" pikiran dan idealisme kita?

Dari tiga seri "Supernova" yang ditulis Dee, bagi saya inilah yang terbaik dan tersempurna. Sangat direkomendasikan, out of the box!

Sekilas seperti: mengalami "total orgasm" bersama Dee, hehehe...
Profile Image for Wardah.
847 reviews169 followers
December 11, 2015
Supernova: Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh (setelahnya akan saya singkat Supernova: KPBJ atau KPBJ) bercerita tentang Dimas dan Reuben yang sedang menciptakan karya masterpiece mereka. Sebuah masterpiece yang berusaha menjembatani semua percabangan sains dan mampu menggerakan hati banyak orang.

Di saat yang bersamaan dengan proses menciptakan masterpiece itu (berupa roman berjudul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh), ada kejadian nyata yang berlangsung persis seperti karya mereka. Seolah-olah cerita yang mereka tulis itu dihidupkan oleh individu dalam dunia yang sama dengan Dimas dan Reuben. Ferre sebagai Kesatria, Rana sebagai Putri, dan Diva sebagai Bintang Jatuh.

Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh itu sendiri adalah sebuah dongeng yang dulu pernah dibaca Dimas. Dongeng itu berkisah tentang kisah cinta Kesatria pada Putri Bidadari. Untuk mencapai cintanya yang ada di langit, Kesatria meminta bantuan Bintang Jatuh. Sayangnya, Bintang Jatuh justru mengkhianati Kesatria dan merebut Putri. Sebuah dongeng berakhir sedih yang juga ada dalam masa kecil Ferre. Dongeng yang membuat Ferre bermimpi menjadi Kesatria serta berjanji tidak akan bergantung pada Bintang Jatuh untuk mencapai Putri.

KPBJ dituliskan dengan banyak kosakata yang tidak pernah terdengar, bahkan di telinga saya. Telebih ketika percakapan Reuben dan Dimas berlangsung. Saat itu, saya memasuki zona serba tidak tahu. Padahal yang dibicarakan Reuben itu seputar fisika dan rasanya segala yang sudah saya pelajari selama ini seperti butiran debu dibandingkan pengetahuan Reuben—sekaligus pengetahuan penulisnya. Untungnya Dimas ada untuk menerjemahkan penyampaian Reuben yang bikin pusing kepala dengan bahasa yang jauh-jauh lebih sederhana.

Well, tapi, Reuben dan Dimas menjadi outsider dalam inti cerita dalam KPBJ ini. Mereka seolah dua orang yang sedang menjelaskan apa yang terjadi di antara Ferre, Rana, dan Diva. Itu saja. Keduanya tidak memegang peran penting dalam cerita, meski saya cukup suka interaksi antar mereka. Fakta bahwa mereka gay juga tidak terlalu berpengaruh. Pun Reuben dan Dimas bukan gay, hanya sepasang sahabat, atau malah diganti perempuan, atau pasangan hetero, tidak akan ada yang berubah.

Inti cerita dari KPBJ sendiri adalah kisah roman. Di balik segala penjelasan Reuben yang ilmiah atau dongeng yang menjadi awal segalanya, KPBJ adalah novel roman dewasa. Bercerita tentang perselingkuhan Ferre dengan Rana. Apa yang terjadi pada Ferre dan Rana tidak mirip dengan dongeng KPBJ, karena Diva—yang melambangkan Bintang Jatuh—tidak muncul seperti Bintang Jatuh dalam dongeng. Ini salah satu poin yang membuat dongeng tersebut tidak cukup terkait dengan kehidupan Ferre seperti yang awalnya dia ungkapkan.

Menariknya, KPBJ disajikan dengan gaya yang tidak biasa. Penggalan-penggalan interaksi Reuben dan Dimas, menurut saya, merupakan salah satu hal paling berbeda dalam penyajian cerita mainstream seperti ini. Meski sangat disayangkan bahwa keberadaan mereka berdua tidak lebih penting dalam kisah yang terjadi. :(

Selain itu, gaya penulisan Dee sendiri membuat novel ini sangat-sangat menyenangkan untuk dibaca. Keren. Sumpah keren banget. Saya harus akui bahwa Dee merupakan salah satu penulis dengan gaya bahasa yang ciamik.

Satu kekurangan lagi adalah terlalu banyak kebetulan dalam novel ini. Bahkan Dee menyajikan segala kebetulan itu seperti keajaiban, mirip dengan kisah dongeng, dan cukup terang-terangan. Tentang kupu-kupu di kantor Ferre, misalnya.

Secara keseluruhan, saya sangat menikmati novel ini. Semua ini karena gaya bahasa Dee yang menawan. Akan tetapi, ketika saya telah selesai membaca, lalu meninggalkannya dan mencoba menuliskan poin-poin untuk penulisan ulasan KPBJ, saya sadar bahwa segala yang ada dalam novel ini sebenarnya biasa saja.

Poin lebihnya terletak pada gaya bahasa Dee. Dan buat saya sendiri, pada interaksi Reuben dan Dimas—meski saya tidak mendukung keduanya sebagai pasangan gay sih, keduanya sangat-sangat saling melengkapi, bahkan jadi sahabat soulmate saja cukup. u_u

Anyway, keberadaan Supernova sendiri sangat keren. Saya cukup percaya pada hal-hal yang disampaikan sosok Supernova, keren. Saya suka bagaimana cara Supernova memandang dunia. Hanya saja, kelebihannya untuk saling terhubung dengan seluruh orang—bahkan bisa tahu email Reuben dan Dimas—itu tetap saja tidak mudah diterima logika.

Well, Supernova: KPBJ ini akan sangat asyik jika dijadikan bacaan, tapi, sebaiknya siapkan diri untuk tahan dengan kosakata yang asing dan percakapan berbahasa ilmiah. Selamat membaca! :D
Profile Image for Hawari.
56 reviews
November 11, 2015
[SPOILER ALERT!! YANG BELUM BACA NOVELNYA DILARANG BACA REVIEW INI!]

Di bagian-bagian awal, novel ini begitu menjanjikan. Banyak narasi dalam novel ini yang berhasil membuat saya jatuh pada perenungan dalam karena memang, banyak pendalaman folosofis yang dapat digali dari novel ini. Namun sayangnya, makin ke belakang makin berkurang dan ujungnya buruk banget. Separah itukah? Mungkin karena saya kecewa, jadi begitu pendapatnya. Berikut ini yang menurut saya mengganggu dari novel ini:

-Siapa yang nulis novel cuma satu malam??
Dimas membuat novel itu cuma semalam, dan kalau dipikir, novelnya pasti tipis banget. Padahal di awal, kita sudah dijanjikan sama si Dimas dia akan membuat roman yang dapat menggerakkan hati banyak orang. Harusnya pembuatan novel itu dipikirkan secara matang-matang, menggunakan kerangka cerita kalau perlu. Nah ini, dibuatnya malam-malam, tidak ada perencanaan, dan jadinya di malam yang sama juga. Harusnya kalau mau bikin masterpiece, setidaknya satu bulan lah! Belum lagi risetnya juga harus matang, nggak asal aja bikin novel semalam jadi.

-Alasan jatuh cinta yang nanggung.
Kenapa Ferre jatuh cinta sama Rana sampai sebegitu dalamnya? Padahal dari pandangan saya yang mungkin memang sangat terbatas, Rana itu cewek yang sangat tipikal, mudah sekali ditemukan di mana-mana. Nggak dijelaskan alasan yang lebih kuat kenapa Ferre begitu jatuh cinta sama Rana. Dan ketika Ferre diputusin Rana, lupanya cepet banget!! Ini asli aneh banget, masa udah sampai mau bunuh diri segala karena diputusin Rana, ketika ketemu Diva langsung lupa sama Rana.

-Ketika Dimas dan Rueben dapat surel dari Supernova.
Ekspresi orang normal ketika dapat surel seperti itu saya yakin panik, bahkan mungkin bisa sampai menelepon polisi. Tapi Dimas dan Rueben seolah menganggap itu suatu hal yang sangat wajar, dan ini bikin saya geleng-geleng kepala. Kalau ingin dibuat mereka menganggapnya wajar, harusnya dari awal sudah ditunjukkan keterkaitan-keterkaitan meski sedikit. Well, memang ada yang pas bagian di majalah itu, ada model namanya Diva. Tapi masa mereka skip gitu aja tanpa memikirkan kemungkinan itu? Hmm...

-Temanya nanggung.
Saya nggak mendapati hubungan teori-teori fisika itu dengan jalan ceritanya. Karena jujur saja, alur cerita yang dibuat Dimas itu sangat sangat pasaran, tapi ketika dihubung-hubungkan dengan teori-teori muluknya Rueben, bukannya kedengaran keren tapi maksa. (ada yang setuju?)

-Ending yang maksa.
Kesimpulan akhir tiba-tiba Supernova itu nyata, tiba-tiba Rueben dan Dimas bisa jadi nggak nyata. Kalau misalnya yang paling nyata adalah Diva dan Supernova, lalu kekuatan macam apa yang membuat Dimas menuliskan cerita yang sama persis dengan kenyataan? Mungkin ada dijelaskan di salah satu teori fisikanya si Rueben itu tapi menurut saya ini absurd banget. Bagi beberapa orang mungkin seolah ini semacam cerita mindfuck tapi menurut saya ini mbulet. Kurang masuk nalar penceritaannya.

Tapi selain itu, saya masih tetap menyukai narasi-narasi yang kebanyakan ada di bagian awal. Saya juga sangat menyukai karakter Diva, terutama pendapat-pendapat dia yang kuat.
Profile Image for Megan.
755 reviews25 followers
November 1, 2017
My first novel I had to read for college, and this has to be the most fake deep/over the top book I've ever read. If I had to rate this book after reading the first half, I'd probably have given it two stars. It had interesting, flawed characters and an eccentric approach to the story. Then things just started getting too much and it was so apparent that the author was trying too hard, and I hated everything I was reading.

Supernova is about a gay couple who decide to write a book. They write a book based off of a childhood story that one of the characters read as a child. It's the story of a Knight who falls in love with a Princess but then has her stolen away by the deceptive Falling Star. So the couple in this novel decide to make the characters in the novel they're writing correspond with the characters that the character in their novel read as a child. Confusing, right? Well the whole book is.

If you're not a philosophy major, don't even touch this book with a ten foot pole. The author loves to flaunt their expertise (which I don't even know if it's true) on the aspects of time, the mind, and the universe as a whole. It's so over the top and there were some conversations that I tried to understand then just gave up because who cares that time is a construct made up by humans? We get it. No need to waste time thinking about it because the time system we utilize isn't going to go away just because it isn't real.

The story just feels so disjointed in the most frustrating way and I have no idea why this book sold so well in Indonesia. Still the book with the fastest sales? What? Are they not creating anything over there that doesn't involve a plethora of cliché love stories with super annoying scientific talks that make no sense. I'm just bewildered.

Listen, I wanted to like this book. The gay couple was super adorable and the healthiest relationship I've read in awhile, but there were so many things that irked me about this book:

-The fact that Arwin is made out to be this rapist in the book made me feel sick to my stomach because he had no idea that Rana had met another man and didn't care for him anymore.
-Rana is a character that I liked and then ended up hating because she changed her mind at the last minute for no reason.
-Diva was a character that I liked but then ended up hating because she went from badass self-loving prostitute to this fluffy angel like character who didn't even resemble her past self.
-The development of the outside story and the inside story was disastrous.
-Just an overall disaster I'd say.
Profile Image for Haryadi Yansyah.
Author 13 books49 followers
March 17, 2019
Supernova

Saya membaca buku ini setelah diterbitkan 18 tahun yang lalu waktu itu saya masih terlalu kecil untuk dapat tertarik membaca buku yang sangat heboh pada zamannya.

Ketika buku ini terbit dan sangat heboh, saya tidak tertarik untuk membaca. Begitu euforia nya hilang dan saya tertarik baca tapi bukunya sudah tidak dapat ditemukan dan tidak ada tempat untuk meminjam. Begitu terus siklusnya hehehe.

Saya jadi tertarik untuk mengenal buku-buku Dee Lestari lain pasca menamatkan aroma Karsa yang keren itu. Dan, saya bersyukur ada teman yang berbaik hati meminjamkan semua buku seri Supernova. (Terima kasih Mbak Liese).

Mengenai cerita buku ini sudah terlalu banyak dibahas oleh reviewer lain. Tapi emang intinya ini cerita di dalam cerita. Yakni tentang sepasang kekasih -Dimas & Reuben, yang berkolaborasi menghasilkan satu karya yang bercerita tentang sosok Kesatria (Ferre), Putri (Rana) dan Bintang Jatuh (Diva).

Kelima sosok ini diceritakan terhubung oleh satu "sosok" bernama Supernova. Terus terang di awal-awal, bahasa yang digunakan Dee lumayan rumit sehingga banyak sekali catatan kaki di buku ini.

Tapi herannya saya sangat menikmati apa yang disampaikan oleh Dee. Kelima sosok utama juga ditampilkan apa adanya sebagaimana orang-orang yang ada di sekitar kita atau katakanlah sosok-sosok yang (bisa jadi) dapat kita temui di kehidupan nyata.

Saya suka buku ini, dan gak sabar untuk baca buku selanjutnya -Akar. Oh ya, ini beberapa quote yang saya suka dan ada di catatan saya.

"Orang terlalu banyak uang dengan orang yang terlalu miskin akan bertemu di titik yang sama. Sama-sama krisis apresiasi."
Hal.11

"DI sanalah misteri cinta, bukan? Ketika hati dapat menjangkau kualitas-kualitas yang tidak dapat tertangkap mata."
Hal.49

"Dan, waktu adalah pak tua yang cuma diam mengamati, angkuh memegangi bandul detiknya yang tidak berkompromi."
Hal.130

"Dan, kenangan tidak akan membawa anda ke mana-mana. Kenangan adalah batu-batu di antara aliran sungai. Anda seharusnya menjadi arus, bukan batu."
Hal. 245

"Solusi dicapai bukan dengan balas dendam. Tapi semua berpulang pada keberanian masing-masing untuk mengubah konteks masalah."
Hal. 292
Profile Image for Amy.
74 reviews2 followers
January 11, 2009
Well,,I dont really like the words the writer chose. It was difficult to understand with lots of theories(it's good that this book is meant for higly educated people, but I prefer simple things where we can really communicate, no matter who and what education we have), and it really sounds like English words that were rammed to be Indonesians words, which again, so difficult to be understood.
However I like the way Diva thinks. It's really good to realize that freedom and happiness are inside every people, not outside somewhere. It is our mind that makes us stress and suffer for things that doesn't even exist.
However, another critic, is that the plot is too predictable (This is spoiler, don't read if you havent read the book!!). From the beginning I dont expect Rana to be with Ferre since the writer didnt describe her really well. It's not clear what makes Ferre fell in love with Rana at the first time. And just after Rana and Ferre broke up, I was so sure that Ferre would be together with Diva, because the writer loves Diva. I could feel it from the way she wrote about Diva. She was much more interesting than any character. And I realized in the middle of the story, that the way Supernova answered all questions were same with Diva's thoughts and behaviour. So it's not a big surprise in the end.
I really like the part when (Spoiler again,,,close your eyes!!!;p)Arwin let Rana go, but then Rana's eyes are opened (not literally), and she realized she has been always free, but she did not realize it. That part was so touching.
Profile Image for Reza Pratama Nugraha.
41 reviews2 followers
July 4, 2017
Supernova Short Review

Agak males sebenernya ngereview novel ini, tapi karena janji untuk ngasih pendapat tentang apapun yang gw baca, oke lah.

Supernova : Kesatria, Putri, dan Bintang jatuh karya Dee menurut saya seperti dinner di restoran bareng seorang wanita yang menarik, pintar sekali bicaranya, saya asik mendengarkan dia nyeloteh apapun. Tapi momennya memang terlalu pendek karena kita berdua sudah sama kenyang dan kembung, omongannya lagi terlalu banyak dan mengawang-ngawang dan tidak sekalipun dia membuat saya mengenalnya sedikitpun. Akhirnya ketika kita keluar dan mengucapkan selamat tinggal, saya tetap merasa dinner tadi menarik, tapi mungkin saya cuman lama terbengong dan lupa dia bicara apa saja, padahal dia sudah capek-capek bicara sampai bibirnya kelihatan monyong. Emm.. kuantum apa tadi?
Profile Image for Deago.
212 reviews21 followers
August 28, 2016
3.2/5

Ketika Supernova meninggalkanmu dalam titik Bifurkasi.
“Nanti, setelah kau menjalani pernikahanmu sepuluh atau lima belas tahun, kau akan mengerti sendiri. Kebahagiaan yang kau maksud sekarang tidak akan kau pertanyakan lagi nanti. Mengerti? Akan ada satu masa ketika kebahagiaanmu pribadi tidak lagi berarti banyak”… Rana, Hal. 182

Reuben dan Dimas menjalani cinta terlarang, menyadari ketidakmampuan mereka mewariskan keturunan pada dunia, akhirnya diputuskanlah satu karya yang akan menjadi warisan mereka: “Kesatria, Putri dan Bintang jatuh”, karya ini akan sangat besar. Reuben dan Dimas ingin menyatukan sains dengan dunia psikologis dan cinta, hal ini tidaklah mudah meski Reuben dan Dimas adalah manusia berpendidikan tinggi….
“Semua peristiwa hanyalah semata-mata peristiwa, tapi cara kita menyikapinyalah yang memberi label, kan? Entah itu diberi judul tragedy atau keberuntungan. Dia bisa melihat dirinya sebagai korban atau sebaliknya.”…. Reuben, Hal.155

Dalam satu dunia pararel tapi mungkin juga sama, cinta terlarang juga dijalani oleh Rana dan Ferre (Re). Mengapa terlarang? Re jatuh cinta pada Rana yang telah memiliki Arwin, suami Rana.
“Bumi adalah taman bermain yang luas. Aku ingin bermain, berkeliling���… Diva, Hal. 297

Kemudian hadir sosok Diva, seorang pedagang professional (sebenarnya bukan pedagang, disamarkan biar ga spoiler). Meski dengan pekerjaannya itu, kata-katanya sangat berbobot sejalan dengan kecerdasannya tapi kesinisannya tidak tanggung-tanggung. Dan mungkin Divalah karekter terunik dan tervaforit dibuku ini. Bagaimanakah hubungan Diva dan keempat tokoh sebelumnya??
“Diantara semua orang yang mengejeknya aneh dan jelek, hanya satu yang sanggup berkata lain. Dirinya Sendiri. Dan, lihatlah ia kini”… Diva, Hal 87

Dee memang menakjubkan, mungkin Dee butuh banyak Research untuk bagian Reuben & Dimas, namun sayangnya pengetahuan Dee belum sejalan dengan daya tangkap saya pribadi. Sejujurnya saya tidak mengerti ketika Reuben berbicara tentang kucing Schrodinger atau lokal dan nonlokal yang saya asumsikan lokal itu dunia nyata dan nonlokal itu daerah dimana perasaan dan hal-hal mustahil bekerja mungkin seperti gelombang tak kasat mata. And Schrodinger?? (I have no idea).. Hal ini membuat saya mengurangi satu bintang. Mungkin memang bacanya jangan overthink wkwk.
“Sesungguhnya anda memang tidak perlu berusaha memiliki apa-apa. Anda adalah segalanya. Sekarang, tidakkah anda heran dengan orang-orang yang menguras seluruh energinya untuk mempertahankan sesuatu? Mencoba memiliki apa yang sebenarnya sudah milik mereka? Justru ketika anda melepaskan keterikatan pada sesuatu, anda semakin dekat dengan keutuhan… Supernova, Hal. 182

Dee mencurahkan banyak pertanyaan & pernyataan tentang kehidupan dibuku ini, mungkin ada ratusan Quotes, namun ada titik dimana saya tidak nyaman dan tidak setuju dengan Dee. Tapi mungkin penilaian ini terlampau subjektif. Ketika Cyber Avatar hadir, ada sedikit kekecewaan, menurutku Supernova adalah solusi yang terlalu instan khususnya buat Rana dan saya tidak begitu menyukai hubungan Re dan Rana yang menurutku terlalu didramatisir oops hehe, oleh karena itu, akhirnya hadirlah 0.8 bintang jatuh.

Tapi saya suka pesan-pesan positif yang disampaikan Dee, Quotes ini yang paling saya suka:
“Di dalam sarang kecilnya yang pengap, Rana justru mendapatkan makna kebebasan. Ia terbang… pada saat yang sama sekali tidak diduganya”… Rana, Hal 230

Pada akhirnya ceritanya memang bagus tapi masih meninggalkan saya dalam titik bifurkasi….

Note to self:
Buku ini saya pinjam, semoga berhasil mencari akar juga, semoga akar lebih simple.
77 reviews
July 27, 2019
Aku membuka diri untuk membaca buku ini--ingin sekali membacanya sejak SMA tapi entah mengapa tidak pernah kesampaian--setelah membaca Sastra, Perempuan, Seks-nya Katrin Bandel. Pinjam bukunya dari temanku, Rafiq, tentu aku sebelumnya bertanya tanggapannya tentang buku ini. Dia merasa buku ini "mind-blowon" ketika ia membacanya bertahun lalu, tapi jika dibaca sekarang, mungkin efeknya tidak akan sedahsyat itu.

Betul, buku ini menarik banget, apalagi pada tahun 2001, waktu ia diterbitkan?! Bayangkan, ketika internet bukanlah sesuatu yang vital seperti saat ini, karya sastra Indonesia juga belum "secanggih" sekarang, dan anak-anak muda belum melek filsafat atau teori-teori ndakik lainnya seperti banyak siswa SMA zaman sekarang, bagaimana buku ini nggak jadi luar biasa? Dia paket semua-dalam-satu: roman dalam balutan fiksi-sains yang sesungguhnya juga cukup realis.

Namun, sayang oh seribu sayang, memang sepertinya aku harus setuju dengan Rafiq, sih. Mungkin aku telat baca dan karenanya aku nggak bisa menangkap momentum kedahsyatan novel ini. Mungkin juga karena aku sudah terlanjur mengonsumsi bacaan-bacaan filsafat (karena itulah yang seharusnya kulakukan, kan?!) selama beberapa tahun ke belakang sehingga pada beberapa bagian aku harus mengerutkan dahi ketika membaca. Mungkin pula, aku tidak setertarik itu dengan fisika karena aku lebih tertarik dengan biologi? Entahlah. Aku hanya berpikir bahwa teori-teori yang menjadi bahan dasar dialog Reuben dan Dimas yang hadir di sela-sela "cerita" yang mereka buat, hanya menjadi tempelan saja. Maksudnya, peran dialog-dialog mereka justru bisa kuibaratkan bak berbagai situs atau kanal YouTube yang mencoba menganalisis film yang hendak atau telah kita tonton di bioskop. "Ya, jadi yang tadi itu namanya koevolusi." "Hmm, jadi bifurkasi itu yang seperti ini, lho." Tentu, teori-teori itu adalah fondasi dari novel ini, tapi pembawaannya membuatku melihat Reuben dan Dimas (tapi lebih condong ke Reuben, sih) sebagai anak-anak yang suka ndakik-ndakik nyomot omongan filsuf X atau Y ketika kongkow sama kawan-kawan sambil ngudud ngopi bersenjagurau. Aku malah justru penasaran dengan hubungan Reuben dan Dimas ini, hahaha. Salah fokus, ya?

Kata Supernova, semesta dan segala entitas di dalamnya, adalah utuh. Kamu, aku, dia, mereka, semuanya sebenarnya saling terkait dan juga "terpantau" oleh entah apa namanya itu. Bisa jadi oleh internet marketing (haha!) atau mungkin kekuatan yang lebih besar lagi? Tuhan, misalnya? Menarik untuk diobrolkan karena jawaban dari pertanyaan usang ini, laiknya barang antik di Pasar Senthir, selalu diburu baik dalam konteks filsafat atau obrolan santai di kantin.

Oh ya, ada beberapa kalimat yang sangat bisa dikutip. Tapi ini favoritku:
"...tidakkah Anda heran dengan orang-orang yang menguras seluruh energinya untuk mempertahankan sesuatu? Mencoba memiliki apa yang sebenarnya sudah milik mereka? Justru ketika Anda melepaskan keterikatan pada sesuatu, Anda semakin dekat dengan keutuhan." (hal. 231).
Buddhis sekali, bukan?

Walaupun begitu, aku tetap penasaran kok, sama lanjutannya. Kerja bagus, Dee!
Profile Image for Septian Hung.
Author 1 book8 followers
October 10, 2016
Novel yang membuat saya merenung, berpikir, dan bertanya-tanya tentang hidup. Novel yang juga mampu menggerakan tangan serta pikiran saya untuk menelusuri lebih mendalam segala filosofi maupun ilmu fisika yang tersebar secara merata di dalamnya. Bagi saya, novel ini adalah semacam keajaiban. Saya benar-benar mengagumi sang penulis lewat novel ini dan langsung menganggap beliau sebagai salah satu penulis dewa kesukaan saya.

Tapi, keterpukauan saya mesti berakhir pula di novel ini, sebab seri Supernova selanjutnya benar-benar berbeda dengan seri pertamanya. Saya merasa kehilangan sosok sang penulis yang saya kagum-kagumi itu di Supernova dua sampai enam. Saya juga merasa bahwa sebetulnya Supernova sudah selesai atau tamat di seri pertamanya, dan seri dua sampai enam hanyalah petualangan-petualangan lain yang entah mengapa disatu-payungkan oleh sang penulis dalam seri Supernova. Petualangan Bodhi, Elektra, Zarah, Alfa, Gio, atau Ishtar sekalipun seperti kurang melebur dengan tokoh-tokoh sentral yang ada di Supernova satu. Terutama Diva. Saya juga lumayan kecewa mendapati Diva yang ternyata hanyalah tokoh yang kurang begitu krusial dalam keseluruhan seri Supernova. Diva seakan menjadi tokoh yang kesasar dalam petualangan Alfa, dkk.

Saya rindu dengan tulisan sang penulis yang seperti Supernova satu ini. Tulisan yang filosofis, mengandung banyak makna, serta mampu membuat pembaca berhenti sejenak untuk merenung. Kira-kira, kapan ya, sang penulis akan menulis tulisan semacam ini lagi?
Profile Image for Sorayya.
33 reviews2 followers
September 27, 2007
I started to fall in love with this book after my second reading. During my first reading, i was like being punched for not understanding almost everything written there. Guess I was young and stupid back then. Well I'm old and (still) stupid now anyway. But that's not the point :P

I love diva so much! Her character is awesome. Too bad Dee made her die in the second book (I hope she'll reincarnate later on hehe..)

My fave dialog is:
Ibu2: mbak diva cantik sekali..
Diva: memang bu.

Or something along that line. But you get the idea right? Diva is genius and beautiful, and also arrogant for being genius and beautiful :)

To me, the book is full with knowledge. From physics to philosophy. It wrinkles you forehead at first, but then leave you with an "aaaahhhh..." when you finished. *the satisfied one, not the other ones :P*
Displaying 1 - 30 of 1,492 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.