Jump to ratings and reviews
Rate this book

Unspoken Words

Rate this book
Ada kata-kata yang tidak sempat terucap oleh Kemuning sebelum Bunda meninggal dunia. Tak peduli betapa dia ingin memutarbalikkan waktu, Kemuning tahu dirinya sudah terlambat.

Ada kata-kata yang tak sempat terucap oleh Bunda semasa hidupnya. Oleh karena itulah beliau datang ke dalam mimpi Kemuning—untuk menyampaikan apa yang tak sempat tersampaikan tujuh tahun yang lalu, ketika beliau masih hidup.

Bertemu kembali dengan Bunda di dalam mimpinya mungkin merupakan kesempatan terakhir Kemuning untuk meminta maaf—sesuatu yang sudah ingin dilakukannya sejak dia menyebabkan kematian Bunda bertahun-tahun silam.

Namun, apa yang ingin Bunda sampaikan padanya? Di balik kenangan akan masa kecilnya, Kemuning harus mencari tahu maksud dari pesan-pesan misterius Bunda. Terutama karena dia tahu Bunda hanya muncul dalam mimpinya, dan dia juga tahu bahwa tak ada mimpi yang takkan berakhir.

* * *

”Alicia Lidwina mampu melukiskan secara gamblang hubungan
Kemuning dan bundanya. Dengan sisipan-sisipan bab berisi
penggalan-penggalan komunikasi antara Bunda dan Kemuning,
pembaca diajak untuk memahami ketimpangan hubungan ini
dan memandang Kemuning dari sisi Bunda. Good job, Alicia!”

— Lexie Xu, penulis Omen series, Johan series, Dark Series,
dan berbagai novel

”Seperti biasa, tulisan Alicia Lidwina diselubungi aura kelam
dan misterius, mengajak kita perlahan mengikuti kisah Ning dan
ibunya yang bittersweet. Kisah ini mengingatkan bahwa terkadang
kita harus menapak tilas masa lalu sebelum bisa maju.”

— Francisca Todi, penulis Mission d’Amor dan The Princess
& The Bodyguard

”Buku ini ’kampret’ in a good way. Berhasil bikin mewek sampe
dilihatin bos! Buku wajib buat dibaca semua orang, terutama
yang jarang meluangkan waktu dengan orangtua, khususnya
ibu.”

— Emilya Kusnaidi, penulis Romansick

312 pages, Paperback

First published January 2, 2018

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Alicia Lidwina

5 books57 followers
An author, an avid reader, an occasional blogger, and an observant dreamer. While the idea of deconstructing ephemerality through writings fascinates her the most, she has to concur with the idea of writing just for fun. Sometimes you might find her sipping espresso at the nearest cafe, other times she would be haunting vacant seats in food courts while munching on her endless supply of chocolate bars.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
85 (34%)
4 stars
98 (40%)
3 stars
55 (22%)
2 stars
4 (1%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 89 reviews
Profile Image for Utha.
734 reviews307 followers
May 4, 2022
Sebagai anak, kita kerap memiliki opini tersendiri. Opini-opini tersebut sering kali berseberangan dengan sudut pandang orang tua.

Kisah Kemuning dengan bundanya seolah menamparku, bahwa selama ini aku terlalu egois meletakkan spotlight pada diri saya sendiri saat berargumen dengan orang tua. Nggak jarang pula merasa apa yang orang tua pikirkan adalah hal-hal basi yang nggak bisa masuk ke kehidupan sekarang. Namun, untunglah aku dan orangtua selalu meluangkan waktu untuk berkomunikasi.

Karakter Kemuning begitu dekat dengan keseharian kita, atau mungkin aku sendiri—kita—pernah dalam posisi dia dan pernah melakukan apa yang dia lakukan.

Jangan berpikir bahwa arti dari judul novel ini adalah kata-kata yang dipendam untuk lawan jenis dan penuh pergolakan akan romansa. Buku ini tentang kita, sebagai anak, yang sering merasa orang tua kita adalah produk zaman dulu yang memiliki posisi inferior.

Meski momen Hari Ibu sudah lewat saat novel ini terbit, Unspoken Words mungkin akan menjadi novel pembuka tahun 2018 yang menyenangkan untuk dibaca. Lagi dan lagi, salah satu novel favorit dari Alicia Lidwina.
Profile Image for Sweetdhee.
488 reviews115 followers
December 27, 2017
Ibu saya seorang ibu rumah tangga.
Yang mendampingi suami-PNSnya dalam menjalani tugas.
Yang pada sebagian waktunya saya temukan berkutat di seputaran dapur dan ruang makan.
Yang ketika saya pulang sekolah, sudah siap menyediakan telinganya mendengarkan celotehan saya.
Yang ketika beliau sadar saya sudah melakukan sesuatu hal yang tidak terpuji, beliau menangis sedih karena menyangka telah gagal membuat saya mengerti perbedaan antara yang benar dan yang salah.
Yang ketika saya pulang dari rantauan semasa kuliah selalu memasakkan tumis oncom dan udang goreng tepung pedas.
Yang ketika Bapak meninggal dengan setia berada di samping Bapak melantunkan ayat-ayat suci sekadar untuk memastikan Bapak merasa damai dalam perjalanan.
Yang ketika saya ceritakan tentang seseorang yang mengajak saya menikah hanya bisa tersenyum dan berkata, "kalau kamu yakin bisa bahagia sama dia, ya tunggu apa lagi? Pastikan pada Yang Punya Dunia. Ibu cuma bisa berdoa."
Yang sekarang ketika saya menelepon dengan video call selalu bilang, "Ibu bukan cuma kangen sama cucu, tapi sama anaknya juga, sama menantunya juga."
Yang setiap kali saya tanyakan, "Sehat?" selalu menjawab panjang lebar dengan keluhan sakit ini sakit itu akhirnya bisa sembuh dengan minum ini minum itu yang terkadang saya dengarkan sambil menyelesaikan pekerjaan lain dan tidak terlalu memperhatikan.
Yang setiap kali bertanya tentang teknologi atau hal-hal kekinian dan saya jelaskan berkali-kali tapi sulit sekali untuk paham sehingga menyebabkan saya berdecak kesal tidak sabar.

Sekarang saya sudah mempunyai dua anak.
Yang dari bibir-bibir mungil itu bergantian terdengar celotehan dan tangisan tanpa henti.
Bertanya ini-itu tanpa henti dan seakan tanpa ujung.
Minta dibacakan buku bahkan ketika hari sudah malam dan saya serta suami sudah begitu kelelahan.
Yang ketika ada masanya mereka bisa begitu rewel dan menangis tanpa henti, tanpa sebab, tanpa kami tahu bagaimana cara menanganinya.
Yang saya begitu khawatir bagaimana bisa berkomunikasi dengan mereka sampai mereka dewasa nanti.
Yang alasan saya membelikan sepeda sama persis dengan alasan ibu dari Kemuning dalam buku ini.

Buku ini minim dialog.
Namun begitu penuh dengan rasa.
Begitu penuh dengan nostalgia.
Begitu penuh dengan kekhawatiran.
Begitu penuh dengan harapan.
Begitu penuh dengan doa.
Begitu penuh dengan kehangatan.

Begitu penuh, hingga saya seketika mengangkat telepon dan mengucapkan betapa saya sayang Ibu, tanpa menunggu sedetik pun lagi.
Profile Image for Aqessa Aninda.
Author 5 books341 followers
February 28, 2018
2 hari aja baca ini. Cara bertuturnya page turner sekali. Temanya sederhana, konfliknya sederhana, membumi sekali, tapi penuh makna dan sukses bikin nangis terus dari hal 190 ke belakang. Memang, kadang sesuatu gak perlu wah wah banget untuk bisa membekas, cukup ungkit hal-hal sederhana yg terjadi pada hampir setiap orang, setiap lapisan masyarakat.

Dan yang saya suka... premis di depan itu ada maksudnya di bagian akhir. Semua perjalanan mimpi Kemuning dengan Bunda ada tujuannya.
Profile Image for April Silalahi.
227 reviews206 followers
May 4, 2018
Akan menjadi mewek sendiri baca buku ini. Serius gw :/

Kemuning sejak kecil bisa dibilang berasal dari keluarga pas pas an. Sejak kecil Kemuning sudah ditinggal ayahnya. Hal itu yg membuat ibu Kemuning sendirian membesarkan Kemuning sampe dia dewasa.

Di sekolahnya Kemuning juga tidak bisa dikategorikan siswi populer yg banyak temannya. Bukannya Kemuning tidak mau mencoba mencari teman atau mencoba mendekatkan diri. Namun hasilnya sia2.

Kemuning bahkan minder dengan nama Kemuning yang diberikan orangtua. Nama apa itu?

Namun terlepas itu semua, Kemuning memiliki ibu yang amat peduli padanya. Ibu Kemuning susah payah mencari uang hanya untuk membelikan sepeda. Agar Kemuning dapat menikmati masa kecilnya bermain sepeda dengan tentangga rumahnya.
ibu Kemuning juga selalu berusaha memasak makanan untuk Kemuning. Agar Kemuning tidak kelaparan.

Namun selayaknya anak yang tidak dapat membaca segala perlakuan ibunya. Kemuning tetaplah merasa kemiskinan keluarganya membuat hidupnya jadi minder.

Sehingga hubungan ibu dan Kemuning juga merenggang akibat kesalahpahaman itu.

----------

DAMN.
DAMN.
DAMN.

Ceritanya bikin gw mewek. Beberapa kali gw merasa tersindir dengan perilaku Kemuning (kadang gw ngerasa punya sifat juga kayak Kemuning).

Selayaknya kisah ibu dan Anak yang selalu bertubrukan dalam opini, Alicia Lidwina mencoba memahami perilaku seorang ibu terhadap anak dan alasan di baliknya.

SUKSES BERATTTTT PENGGAMBARANNYA!!!!!!

AAAHHH GILA DAH :'(

Gak tau lagi harus review apa. Intinya buku ini cukup menguras emosi gw pribadi.

Dan yaaa ..

Alicia Lidwina memberikan pandangan terhadap pembacanya bahwa orangtua - khususnya ibu - punya cara masing2 dalam menyayangi anaknya sendiri.

Hanya, kayaknya setelah membaca kisah ini, kita para anak harus memandang dari sudut berbeda pada setiap tindakan yang ibu lakukan ke kita. Walau mengesalkan, percayalah di masa datang semua hal yang menurut kita mengesalkan tersebut akan berguna.

Dannnn...

Jangan sampai hanya kesal karena perilaku ibu, kita jadi kehilangan kesempatan untuk membuatnya bahagia.

Seperti Kemuning.

Duh jangan sampe!!!

AYO BACA BUKU INI.

BAGUS BANGET..

Kalau bisa kasih bintang/ nilai, nilai gw kasih 10/10

Hanya saja goodreads ini hanya 5 bintang terbesar.

Wkwkwk..

Ditunggu buku selanjutnya Alicia xD
Profile Image for yun with books.
544 reviews212 followers
January 10, 2018
ACTUAL RATING: 4.5 STARS



Alicia Lidwina did it again! Sempat takut dikecewakan karena saya sudah berekspektasi tinggi terhadap buku ini. Tetapi pada kenyataannya... buku ini lebih bagus daripada buku Alicia sebelumnya: 3 (Tiga).

Mengapa?

Pertama-tama saya ingin memberitahu terlebih dahulu bahwa tema yang dibawakan buku ini memang tidak spesial dan banyak banget buku yang mengangkat tema hubungan Ibu dan Anak, jadi soal tema dan cerita... yaaa buku ini memang tidak spesial.

TAPI. YA, ADA TAPINYA

Tema biasa, memang iya. Tapi cara Alicia Lidwina menulis dan menyampaikan LUAR BIASA. Dengan bumbu-bumbu misterius khas Alicia, buku ini bikin saya sebagai pembaca terus membalik-balik halaman per halaman.

Bercerita tentang hubungan anak perempuan bernama Kemuning dengan ibunya — biasa dipanggil Bunda— yang sudah meninggal. Ya, jadi buku ini menceritakan kunjungan Bunda ke dalam mimpi Kemuning untuk menyampaikan beberapa pesan yang tidak sempat terucapkan ketika Bunda hidup.

Saya awalnya kesal dengan sikap Kemuning, mengapa dia bersikap seperti itu terhadap ibunya? Tapi sudahlah, tinggalkan judgement tersebut. Yang jelas, saya tahu alasan mengapa hubungan Kemuning dan ibunya begitu rumit.

Salah satu yang saya sukai dari buku ini adalah, buku ini bikin saya cengeng dan mikir juga. Saya sempat ga sadar nangis di tengah-tengah membaca buku ini. Beuh! Aselik.. bikin terisak-isak. Pergolakan emosi yang terjadi ketika Kemuning dan Bunda (akhirnya) berkomunikasi walaupun lewat mimpi kerasa banget.


INTINYA! Beli dan baca buku ini sampai selesai. Apalagi kalau hubungan kalian dan ibu kalian tidak begitu dekat, saya jamin setelah membaca buku ini kalian akan menyesal karena tidak pernah membangun komunikasi yang baik dengan orangtua kalian.

This book is definitely tearjerker! But I love it so much.
Profile Image for Syifa L.
235 reviews84 followers
February 18, 2022
Buku ini memang tidak "mewah", tapi percayalah ceritanya akan membawamu mengingat kembali setiap kenangan bersama ibumu, lalu tanpa kau sadari, kau akan mendapati dirimu menangis.
Profile Image for Mia Prasetya.
400 reviews250 followers
January 9, 2018
Kisahnya hangat, tercekat di beberapa bagian seakan mami saya yang berbicara. Ah, saya kangen mami jadinya. Sungguh beruntung Kemuning yang bisa 'bersua' kembali dengan Bunda.

Sayangnya di beberapa bagian, formula yang ditampilkan serupa. Saya tidak merasakan luapan emosi yang sama dengan pembaca lain buku ini yang ada malah bosan.

Namun demikian Unspoken Words sayang untuk dilewatkan, terlebih untuk teman-teman yang masih bisa bertukar kisah ataupun ganjalan dengan orang tua. Mungkin sekarang saatnya. Sebelum terlambat, karena tidak semua orang memiliki kesempatan seperti Kemuning.
Profile Image for Harumichi Mizuki.
1,115 reviews65 followers
October 25, 2018
Bagaimana rasanya jika bermimpi didatangi oleh orang yang sudah lama meninggal, dan orang itu adalah kerabat terdekat kita sendiri? Dalam novel ini, Kemuning –tokoh utama –bermimpi didatangi Bundanya yang sudah lama meninggal di tahun ketujuh pernikahannya.

Ini adalah novel kedua Alicia Lidwina yang diterbitkan secara mayor setelah novel 3 (Tiga) diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tiga tahun yang lalu. Pada masa jeda itu penulis menerbitkan Maybe Everything, buklet sepanjang 16 halaman berisi cerpen-cerpennya secara indie yang tidak dijual di toko-toko buku konvensional. Jeda yang lumayan panjang antara karya pertama dan keduanya yang diterbitkan secara mayor ini tentunya membuat penggemarnya penasaran, seperti apa perkembangan gaya penulisan dan penceritaan Alicia Lidwina.

Berbeda dengan 3 (Tiga) yang berseting di Jepang, Unspoken Words ini memiliki seting tempat dan karakter yang sangat lokal. Namun, ada pola yang mirip pada kedua novel ini: tokoh utama dihadapkan pada peristiwa kematian orang terdekatnya dan pembaca diajak merenungi tentang kematian, serta penyesalan yang berlarut setelah kematian tersebut. Alicia tampaknya cukup spesialis dalam menyuguhkan pesan moral: “sesuatu justru terasa lebih berharga setelah sesuatu itu tak lagi kita miliki atau hilang”.

Gaya penceritaannya pun mirip, alur maju-mundur yang membawa pembaca menelusuri kisah dari masa kini ke peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu sebelum isu kematian itu terjadi. Seperti 3 (Tiga) juga, alur flash back lebih mendominasi karena kejadian-kejadian di masa lalu itulah yang menyimpan kunci dari misteri pergolakan perasaan tokoh utama yang terjadi di masa kini.

***

Sejak buku ini sampai di rumahku sekitar akhir Desember 2017 (atau awal Januari 2018, ya?) aku langsung berusaha menyelesaikan buku ini. Saat itu aku sudah membaca buku sampai lebih dari separuhnya. Tapi kemudian aku memutuskan memberi jeda yang cukup lama sebelum melanjutkan membaca. Kenapa?

Getaran emosi yang kurasakan saat baca tiap adegan kenanga antara Kemuning dan ibunya kerasa banget. Sangat realis soalnya. Alicia Lidwina belum kehilangan "sihirnya" setelah novel 3 (Tiga) terbit tiga tahun yang lalu.

Peristiwa-peristiwa yang tersebar di sepanjang cerita demi membangun konflik anak-ibu di sini sangatlah sederhana. Tapi semua peristiwa itu tampaknya bakal relatable sekali bagi semua orang yang membacanya. Baik yang sudah berstatus sebagai orangtua, maupun masih berstatus sebagai anak. Protes karena masakan ibu yang tak sesuai selera (kalau di sini sayur bayam yang keasinan), keengganan membawa atau menghabiskan bekal bikinin ibu karena ingin bisa bersenang-senang dengan teman di kantin, cek-cok karena pilihan pasangan hidup, dan masih banyak lagi (insyaallah nanti aku akan berusaha mereview dengan lebih detail lagi). Semua drama itu bisa dan mungkin sudah terjadi pada kita semua.

Membaca semua rentetan kejadian itu membangkitkan beberapa kenangan yang terkubur akan interaksiku dengan orangtua sendiri. Dan aku terus dihantui perasaan berdosa dengan mengingat itu semua. Memang kebetulan mood-ku lagi dalam titik terendah saat pertama kali membaca buku ini.

So I stopped for a while. Not because it was a bad reading. But because I couldn't bear the pain of those memories.

Akhirnya setelah aku mulai bangkit lagi, kuteruskan membaca buku ini sekitar setengah tahun setelahnya (sebelumnya aku maraton membaca banyak novel ringan lain sebagai pemanasan). Aku memutuskan membaca buku ini dari awal. Kali ini semua adegan tak menghasilkan efek berlipat seperti sebelumnya. Tetap membangkitkan perenungan, tapi paling tidak enggak "sefatal" sebelumnya. Haha.

***

Kelemahan buku ini mungkin alurnya yang terasa sangat sangat lambat. Mungkin karena kenangan masa lalu dan adegan mimpi menjadi elemen paling dominan di sini. Dan tak ada terlalu banyak aksi pada adegan-adegan tersebut. Rasanya lebih pasif kalau dibandingkan dengan buku 3 (Tiga) yang bisa kuhabiskan dalam waktu sehari. Rasanya waktu jadi stagnan setiap kali aku membaca buku ini, terutama bab-bab menjelang ending.

Still, kayaknya ini perlu dijadikan semacam "buku bacaan wajib". Bagus kalau ada sekolah yang kepikiran memasukkan buku ini sebagai bahan diskusi pada mata pelajaran BI. Karena buku ini bisa membuat kita berpikir ulang akan bagaimana seharusnya kita memperlakukan orangtua kita selama ini. Jangan sampai kita mengalami rasa penyesalan menahun seperti Kemuning dalam novel ini. It's an unbearable pain!

Namun, sebelum aku mengecap Kemuning sebagai anak durhaka, aku mencoba mengingat-ingat apakah sang bunda di sini juga melakukan kesalahan fatal selain bersikap dingin pada Samudra yang merupakan suami Kemuning. Kusimpulkan sang bunda juga punya andil terhadap merenggangnya hubungannya dengan Kemuning, meskipun rasanya memang samar.

Ia kurang bisa dan mau menyelami kehidupan remaja Kemuning. Cenderung pasif dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Berat memang jadi single-parent, tapi buat anak seperti Kemuning, jalan-jalan berdua sampai membicarakan ini-itu pastinya bakal sangat membantu. Begitu banyak kesedihan yang menumpuk dalam buku ini. Baik pada diri Bunda maupun Kemuning. Dan itu semua tak pernah dihadapi dengan baik. Bunda seolah memaksakan diri untuk selalu terlihat tegar dengan menyembunyikan emosi negatif serta air matanya. Padahal, jika ia mau lebih membuka diri dan memperlihatkan emosinya secara lebih jujur pada Kemuning, mungkin anak ini juga bisa jadi lebih terbuka.

Apakah karena faktor keduanya adalah introvert? Sekali lagi apa yang terjadi pada Kemuning maupun ibunya sangat bisa terjadi pada kita semua. Ah...

***

Insyaallah kalau kepalaku lebih segar, review buku ini akan kutambahi lagi dengan berbagai macam adegan dan dialog yang quotable. Ada banyak hal yang ingin kutulis tentang buku ini, terutama soal prasangka antara anak-ortu, jarak yang terjadi justru pada kerabat terdekat, dan kebiasaan kita menunda menyambung lagi hubungan yang sudah renggang sampai semua kecanggungan memuncak dan yang ada hanya penyesalan.

Until later. Hopefully soon.
Profile Image for Marina.
2,019 reviews311 followers
January 13, 2018
** Books 07 - 2018 **

Buku ini untuk menyelesaikan Tantangan Tsundoku Books Challenge 2018

3,8 dari 5 bintang!


Tampaknya buku ini berhasil membuat perasaan saya tercekat seketika. Ada rasa ingin menangis jika memandang kembali hubungan saya dengan ibu saya. Betapa saya masih mengingat selama ini masa-masa saya duduk di bangku SMP, SMA dan Kuliah tidak merasakan adanya kasih sayang Ibu saya karena Ibu saya dinas di luar negeri.. 9 tahun berjalan terasa cepat sehingga akhirnya saya sadari saat bekerja sekarang hanya inilah momen yang bisa menggantikan masa-masa yang sudah hilang dimakan waktu itu.

Kok saya jadi curhaaat :'(
Profile Image for Sandra Bianca.
126 reviews5 followers
July 3, 2018
Jujur waktu baca buku ini aku udah punya persiapan segepok tisu, karena menurut yang udah pernah baca, buku ini menyentuh banget. Meski tergolong cengengesan, aku ini kadang-kadang juga bisa baper juga lho! Hehe.... Awal-awal aku baca buku ini, aku nggak ngerasa tersentuh. Semakin ke belakang, aku semakin tersentuh. Dan mendekati ending, aku nggak kuat. Yep! I spilled my tears :( Hiks.

Buku ini menceritakan tentang Kemuning dan Bundanya yang telah meninggal. Banyak kata dan penyesalan di antara mereka yang belum sempat tersampaikan. Untungnya, setelah beberapa tahun berlalu mereka kembali dipertemukan dalam mimpi. Pertemuan-pertemuan itu memberi mereka kesempatan untuk mengungkapkan banyak kata maaf dan penyesalan. Sekalipun dalam mimpi, semua itu terasa begitu nyata.

Seperti yang aku bilang tadi, awal-awal aku baca aku nggak merasa tersentuh. Mungkin karena aku udah punya ekspetasi, jadi aku bisa siap-siap. Tapi waktu part 'Yang Sudah Pergi' aku nyerah. Part ini begitu menyentuh bagiku. And maybe because it was related to mine, when my gram gone.... Feels similar.

Tokoh favorit?
Samudra.
Yep! Samudra ini memang bukan laki-laki perfect, tapi dia itu suami yang baik.

Buku ini menurutku bagus. Dengan cerita yang sederhana, semua makna dan pelajaran hidup sudah tersampaikan dengan baik. Setelah membaca buku ini, untuk aku secara pribadi bisa lebih mengoreksi sikap kita terhadap orangtua, terutama ibu. Buku ini sempat bikin aku merenung selama beberapa saat, mengingat-ingat apakah aku sudah bisa membahagiakan orangtuaku?

Soal penulisan, dll aku nggak bakal bahas karena menurutku nggak ada yang perlu dikoreksi. Alur cerita yang nggak 'bolong' dan para tokohnya yang realistis. Meski di sini aku mengabaikan plot inti, yaitu bertemu dengan orang yang sudah meninggal dalam mimpi itu rasanya nggak mungkin, apalagi sampe bercakap-cakap dan mengungkapkan segalanya. Wah, bakal beruntung banget kalau aku bisa seperti Kemuning. I miss my gram, hiks :(
Aku juga suka dengan kovernya yang sedikit-banyak menggambarkan isi bukunya. Perpaduan warna pink pastel dan abu-abu cukup menegaskan aura buku ini. Duka, penyesalan, dan kasih sayang.

Quote favorit:
"Dan meski hidup nggak akan berjalan sesuai dengan kemauanmu, ingatlah bahwa kamu sudah berhasil hidup sejauh ini dengan kekuatanmu sendiri. Jangan lupakan semua yang sudah kamu lalui untuk mencapai titik ini." - h. 287
Profile Image for Fakhrisina Amalia.
Author 14 books186 followers
January 20, 2018
Capek abis nangis sesenggukan sampai hidung mampet, dada sesak dan mata ngantuk selama baca ini.

Berkisah tentang Kemuning dan Bunda, novel ini sukses membuat aku kangen dengan masakan-masakan Mama. Berbeda dengan Bunda yang harus berusaha keras untuk memasak, Mama aku justru sebaliknya; masakan Mama sejauh ini masih masakan paling enak dan rasanya rinduuu banget bisa makan masakan Mama lagi. Selain itu, Kemuning dan Bunda juga membuatku kembali mengingat jejak perjalanan sejak kecil dan itu juga yang bikin aku nangis kenceng banget ngalahin nangis pas putus cinta *lah*

I mean, aku juga seperti Kemuning. Ada saatnya aku merasa nggak betah di rumah, merasa dikekang sama Mama, merasa bahwa Mama nggak mengerti aku, merasa Mama nggak pengin anaknya seneng dsb dsb.
Tapi semakin ke sini ditambah sekarang hidup di perantauan, aku menyadari kalau semua itu cuma karena Mama sayang sama anak-anaknya. Caranya mungkin nggak tepat, tapi bukan berarti salah.
Emosiku sudah mulai teraduk sejak Kemuning pertama kali mimpi bunda, kalau ditotal-total aku menangis 7 kali sepanjang baca dan di tangis yang terakhir aku nggak bisa berhenti nangis sampai nggak bisa fokus baca karena pandangan jadi kabur :')

Dan setelah menutup buku ini, yang aku lakukan pertama kali adalah menghubungi Mama.
Thank you for this story, Kak Alicia!
March 1, 2022
Ada beberapa adegan yang aku skip. karena tidak tahan. Bawaannya kepengen nangis mulu.

Unspoken words ini mengenai penyesalan seorang anak perempuan bernama Kemuning, terhadap bundanya yang sudah tiada. penulis menceritakan sosok Kemuning sebagai pribadi yang tidak mudah berbaur dengan orang lain. Tertutup. Pendiam. Menahan diri.

Benar kata mbak Emilya tentang buku ini. Buku ini kampret in a good way. Banyak hal yang bisa kita petik dari ketidakseimbangan hubungan ibu dan anak ini. Sedih namun banyak pembelajaran di dalamnya. Seketika emang ngingetin banget sama ibu kita. berpikir lagi dulunya belum bisa ngasi yang terbaik buat beliau, ujung-ujungnya pasti bisanya cuma menyesali diri.

Kemuning sungguh beruntung. Disambangi lewat mimpi yang kelewat nyata. Dan menitipkan pesan hidup kepadanya. Hal-hal yang belum sempat bundanya bahas kepadanya. Hal-hal yang belum sempat diucapkan keduanya.
Profile Image for Ferry Kurniawan.
10 reviews1 follower
January 4, 2018
Cerita yang sudah jarang kita temui di era generasi milenial.

Kisah Kemuning dan Ibunya menyentil kita untuk selalu ingat kepada orang tua kita, bagaimana kita dibesarkan, bagaimana perjuangan mereka merawat dan membesarkan kita dari masih di dalam kandungan sampai akhirnya tumbuh menjadi dewasa.

Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya bagaimanapun itu caranya dan sudah sepantasnya seorang anak juga berusaha sebisa mungkin untuk membahagiakan kedua orangtuanya selama masih ada kesempatan.
Profile Image for Ossy Firstan.
Author 2 books78 followers
August 13, 2018
Wah, kusuka. A Bittersweet story. Sederhana meskipun sebenarnya tak sesederhana itu. Tiap baca satu bab, kujadi diam sebentar dan mengingat mamaku. Mungkin kuperlu bersyukur tak bermasalah komunikasi seperti Ning-Bunda. Masalah mereka mungkin sejenis sama Lady Bird yang sebenarnya sama-sama sayang cuma ada sesuatu yang menyebabkan apa yang diterima ditanggapi berbeda dengan yang ingin disampaikan (?). Aku suka karena apa yang dikeluarkan di bab A, misalnya, menjadi terjawab di bab C. Kenapa Bunda datang ke mimpi dan kenapa ada sepeda juga terjawab.
Sukses untuk penulisnya dan kutunggu buku selanjutny
Profile Image for Devi Diana.
14 reviews
January 3, 2018
Saya merasa tersentil ketika membaca buku ini.
Cerita antara Kemuning dan Bundanya mungkin pernah kita alami.
Ketika sang Ibu ingin yang terbaik untuk anaknya, tetapi anaknya beranggapan kalo ibunya tidak pernah mengerti mau dia.

Buku ini sukses bikin saya nangis berkali-kali. Entah karena memang saya perasa, atau memang ada kesamaan dengan sikap/perilaku Kemuning kepada ibunya.

Saya jadi merindukan masa kecil saya yang selalu bercerita apapun sama mama, tidak seperti sekarang yang rasanya sudah banyak banget hari yang terlewarkan hanya untuk berbincang.


Dan lagi lagi lagi saya dibikin kagum dengan Novel Alicia.
Profile Image for Emilya Kusnaidi.
Author 3 books41 followers
December 30, 2017
First of all, congrats untuk Alicia Lidwina untuk buku keduanya, yang nggak kalah fenomenalnya dengan karya debutnya!

Alicia Lidwina membuktikan dirinya tidak hanya berputar menulis di zona nyaman. Berbeda dengan ‘Tiga’ yang sedikit gelap, bersetting di Jepang, dan mengupas tentang persahabatan; Unspoken Word terasa lebih membumi dengan setting Jakarta dan menceritakan kisah antara ibu dan anak. Kisah yang segar banget diantara lautan kisah percintaan yang berkisar seputar perjodohan, kawin paksa, dengan tokoh utamanya CEO-CEO sadomasokis ala Christian Grey, if you know what I mean.

Anyway, kalau harus memilih antara Tiga dan Unspoken Words, saya lebih suka dengan yang terakhir. Rasanya kayak baca novel jadul – ada rasa nostalgia di sana, dan gaya bahasanya juga resmi namun nggak kaku. Lugas, to the point dan nggak berbunga-bunga. Saya dibuat penasaran dengan lembar perlembarnya, dibuat peduli dengan kisah Kemuning dan Bunda. Alurnya disajikan dengan alur maju mundur, tapi nggak bikin bingung sama sekali.

Untuk saya pribadi, novel ini ‘jleb’ banget. Hubungan antara Bunda dan Kemuning kecil itu bikin baper. Ada sedikit bagian saya yang kecuil karena ceritanya personal banget. Dan yang saya suka, novel ini juga realistis. Dan meskipun pesannya tidak disampaikan secara gamblang, tapi intisarinya dapet banget!

Intinya sih, buku ini kampret banget in a good way karena berhasil bikin mewek sampe dilihatin sama bos. Hahaha. 5/5 from me!
Profile Image for Rei Pusvita.
78 reviews7 followers
January 2, 2018
Gw sngaja baca ini trakhir, katany seh sedih. Apalg yg rvw awal2 banyak bgt yg ksh bintang bagus & blg sedih.

Gw ga mau riviu panjang2. Intinya gue nangis bombay baca kisah ini. Gw ga ngerti lg sama Kak Lidwina. Pas bas baca 3 gue dadanya sesak krn hub prsahabatan. Nah ini buat gw nangis.

Pas selesai baca ini, mamak ke kamar gue, suruh gue tidur. Terus beliau kaget krn gue mewek, dan ya udah gue peluk aja mamak gue. :(

Kpn2 gue benerin reviewnya. Kemuning mirip gw banget. Gw ga mau jd anak durhakaaaaaaa... *sedih bet asli.
Profile Image for nasya.
378 reviews
July 25, 2022
awal baca kayak ada vibe horor-nya, jadi agak sedikit deg2an. tapi ternyata engga, awalnya aku juga ngira bakalan nangis karena cerita2 keluarga gini biasanya bikin nangis banget, tapi ternyata akunya nggak nangis. tapi ya dari buku ini, aku bisa mengerti posisi kemuning, sebagai anak yang pernah merasakan hal yang sama. tapi, aku juga tau bahwa ya jadi anak ataupun jadi ibu, pasti ada salahnya, pasti ada ketika momen dimana apa yang kita anggap baik, belum tentu dianggap demikian dengan keluarga kita
January 10, 2018
Ceritanya tentang hubungan ibu dan anak yang komunikasinya kurang lancar dan masing-masing punya ekspetasi tersendiri, tapi saling ingin membahagiakan satu sama lain. Digambarkan dalam "Unspoken Words ini bahwa hubungan ini penuh rasa sesal, frustasi dan kecewa. Tentu saja penuh prasangka yang belum tentu benar adanya.

"Unspoken words" ini juga kental dengan rasa kesepian. Bagaimana si tokoh utama hidup tanpa dampingan ibunya yang sibuk mencari nafkah. Bagaimana si tokoh utama kurang bisa membaur di sekolah. Bagaimana si ibu tetap harus berjuang mencari nafkah dan kehilangan waktu untuk bersama anak semata wayangnya.

Menurut saya, Alicia berhasil menggambarkan bagaimana perasaan anak yang sering diabaikan, tentang anak yang akhirnya mencari kasih sayang dari pasangannya, tentang penyesalan sebagai orangtua.

"Unspoken words" tidak seperti novel sebelumnya, 3 (Tiga). Lebih ke sastra, tapi lebih ringan. Alur maju mundur yang digunakan Alicia pada novel sebelumnya, masih cukup berhasil digunakan pada karyanya kali ini. Apalagi tetap ada percakapan-percakapan yang khas selalu saya nanti.

Buat saya, novel ini mengajak kita untuk:
1. Meski terkadang rasanya sulit, bicarakanlah hal-hal yang menurutmu mengganggu pikiran dan hatimu.
2. Komunikasikan juga tentang ekspetasi kita terhadap orang lain, tapi jangan berharap ekspetasimu akan selalu terpenuhi.
3. Oleh karena hidup hanyalah sekali, lakukanlah apa yang menurut kita harus dilakukan. Dan, tetap bersyukur atas apa pun yang kita punya.

Mudah-mudahan nantinya pembaca bakal suka sama "Unspoken words". Good luck, Alicia!
Profile Image for Ifa Inziati.
Author 3 books51 followers
January 29, 2018
Tiga bintang untuk ceritanya.

Mungkin, karena saya punya hubungan dengan Emak yang berbeda dari hubungan Kemuning dan Bunda, saya hanya bisa membacanya sebagai orang ketiga dan tidak memproyeksikan diri saya sebagai Kemuning. Kemudian, di bab-bab awal, saya merasa ada yang dibuat terlalu muluk. Like the writer is trying too hard to depict sad memories. Mungkin itu hanya bagi saya saja. Juga, penutup di bab pertama ('aku yang membunuh Bunda') terkesan klise.

Dan mungkin pula, karena pernah melihat hubungan anak-anak dengan keluarganya di sekolah, saya sempat mempertanyakan apakah anak sekecil itu (usia SD level bawah) bisa melontarkan pertanyaan yang agak abstrak. Namun, selepas semua itu, saya mengikuti ceritanya dengan lancar dan menerima logika yang disajikan. Mengapa Kemuning membenci namanya, mengapa ia dekat dengan Samudra. Mengapa Kemuning tidak suka bekal dari rumah, mengapa kemampuan memasaknya segitu-gitu saja. Syukurnya aura melankolis itu berkurang di sepertiga akhir, berganti rasa syukur dan akhir yang bahagia. Oh, saya SUKA sekali akhirnya, memberikan tujuan yang jelas mengapa cerita ini ada.

Lalu satu bintangnya lagi?

Kovernya.

Let's just say I'm simply in love with it since the first time I laid my eyes on it.

I know. Sometimes I can be irrational.


FUN FACT: Akhirnya saya coba bikin tumis bayam setelah baca buku ini. Agak berkuah, jadi lebih mirip cah, pakai bawang bombai, bawang putih, cabai untuk rasa pedasnya sedikit, ditambah udang dan potongan jagung (sayang rasa jagungnya agak aneh huhu kenapa ya? Padahal udah matang). Bumbunya saus tiram, MSG jamur sama garam. Alhamdulillah nggak keasinan 😜 dan buat saya cukup enak.

Terima kasih sudah memberi inspirasi untuk menu makan siang hari ini 😄

(Catatan: fakta di atas ditulis tanggal 5 Januari, dan sekarang saya jadi lapar)
Profile Image for Creamery.
28 reviews5 followers
May 28, 2018
The cover was beautifully caught my eyes and I bought it without any expectation. The simple synopsis on the back was an intriguing topic to me. It was hard for me to ripped off the plastic cover, too beautiful it is.
It's only page 13 and I already cried hard. It was unexpected.
I read it at my office and luckily no one notice my wet face. I tried so hard to not cry out loud and hold back my wailing.
The second time I read was when relatives visit and I had to read it there at the living room. I don't care if anyone noticed my awful soaking wet face, I can't hold it back anymore.
Then it was almost finish but I don't want to, yet. Just like the protagonist, I don't wanna say goodbye to it. It boosts my compassion and love toward my mom, a lot. It was a great regular motivation to appreciate my mom, for whatever she did, she loves me and I should show my love before it's too late. I'd highly recommend this book to my mom and my sis, and for anyone who still have their parent.
December 31, 2017
Penulisan tokoh, karakter dan konflik sudah matang. Konflik antara ibu dan anak perempuan biasa terjadi. Penyelesaian konflik dengan komunikasi melalui mimpi cukup unik sehingga penyesalan dapat terurai. Tema penulisan kali ini berbeda dengan novel terdahulu. Semoga selanjutnya Alicia dapat mengangkat tema lain yang berbeda dan memberi nuansa baru dalam bidang penulisan di Indonesia.
Profile Image for Dian Maya.
191 reviews13 followers
April 22, 2018
"Bunda rasa setiap anak harus bisa mengendarai sepeda. Mengendarai sepeda berarti memberikan seorang anak kebebasan. Berarti seorang anak bisa pergi kemana saja yang dia mau. Bahkan ketika orangtua mereka sudah tidak ada, anak-anak itu bisa melanjutkan hidup karena mereka tahu bagaimana caranya menaiki sepeda. Mereka tahu bagaimana caranya untuk maju." ― Unspoken Words, hal. 198
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book193 followers
February 17, 2022
Kemuning merasa dirinya sangat bersalah pada Bundanya, apalagi dia tidak sempat meminta maaf sebelum Bundanya berpulang. Lalu Bunda datang dalam mimpi-mimpi Kemuning. Begitu nyata, seakan-akan Bunda ingin menyampaikan sesuatu yang tak tersampaikan saat beliau masih hidup.

Terlepas dari mimpi tentang Bunda, saya justru tertarik dengan keberadaan Samudra, suami Kemuning. Mungkin saya terlewat, tapi sepertinya Kemuning tidak tahu Bunda telah menerima Samudra sebelum mereka menikah. Kemuning masih merasa pernikahannya dengan Samudra adalah salah satu faktor keretakan hubungannya dengan Bunda, dan menjadi sumber rasa bersalahnya. Seharusnya Samudra menceritakan pertemuannya dengan sang Bunda, dimana Bunda menitipkan Kemuning pada Samudra.

Lewat mimpi, Bunda ingin berpesan kepada Kemuning agar saat waktunya tiba nanti, Kemuning tidak menjadi ibu seperti Bunda saat hidup dulu. Bunda ingin Kemuning bisa menyediakan waktu yang lebih baik untuk keluarganya, tidak hanya sibuk mencari materi. Bunda pun datang meminta maaf, hal yang tidak sempat dilakukannya sebelum ajal menjemput. Rekonsiliasi antara Ibu dan anak lewat medium mimpi sangat jarang terjadi. Dan penulis menuturkannya dengan baik.
Profile Image for Aoi Matsuzaki.
60 reviews
December 28, 2018
Akhirnya selesai juga baca buku ini. Narasinya bagus, tenang, ngalir aja gitu. Konfliknya juga membumi banget, jadi feel-nya dapet banget apalagi kalo baca waktu lagi sedih hahaha. Waktu di pertengahan agak nggak kerasa gitu feel-nya sih. Tapi overall ini recommended sekali. Menyentuh dan asli bikin terharu. Banyak pesan yang tersirat ataupun tersurat bener-bener merasuk dan bikin bilang, "Ah iya, bener juga."

Bacaan keren di akhir tahun~~
Profile Image for Nining Sriningsih.
361 reviews32 followers
June 3, 2019
*baca di Gramedia Digital
=)

awal'y agak ngebosenin dan nggak ngerti, terlalu banyak rahasia..
tapiiiii, pas mau akhir cerita baru lah diungkapkan semua misteri'y..
sampai nangis baca'y..
:')

ortu q masih lengkap, pas baca novel ini, jadi mikir seribu kali u/ berkata "aaakh" sama ortu..
baca novel ini tuch berasa ditampar berulang kali, untung'y ortu q masih lengkap & q nggak akan sia"in mereka..
makasih kak Alicia udah nulis novel ini..
:')
Profile Image for Anidos.
268 reviews75 followers
January 6, 2018
Idk what's wrong with me, but I didn't cry. Indeed, there are a few parts that taste like a slap in the face, but that's it. Maybe it's the concept of "retrouvailles in a dream" that I couldn't digest, maybe I just have already guessed where the story is heading, maybe it's too many #feels I end up feeling nothing, maybe expectation kills.

Or it's just as simple as, "It's not you, it's me."

I didn't regret reading it, tho. Such a beautiful reminder to take care of our loved ones when they're still around, because everyone has their time limit.

Three stars.
Profile Image for Rain.
106 reviews16 followers
February 26, 2018
Menguras air mataa
Best part: Bunda Ning dan sepeda :")
Displaying 1 - 30 of 89 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.