Jump to ratings and reviews
Rate this book

divortiare

Rate this book
Commitment is a funny thing, you know? It's almost like getting a tattoo. You think and you think and you think and you think before you get one. And once you get one, it sticks to you hard and deep.

"Jadi lebih penting punya Furla baru daripada ngilangin nama mantan laki lo dari dada lo?"
Pernah melihat Red Dragon? Aku masih ingat satu adegan saat Hannibal Lecter yang diperankan Anthony Hopkins melihat bekas luka peluru di dada detektif Will Graham (Edward Norton), dan berkata, "Our scar has a way to remind us that the past is real."

Tapi kemudian mungkin kita tiba di satu titik ketika yang ada hanya kebencian luar biasa ketika melihat tato itu, and all you wanna do is get rid of it. So then you did.

Alexandra, 27 tahun, workaholic banker penikmat hidup yang seharusnya punya masa depan cerah. Harusnya. Sampai ia bercerai dan merasa dirinya damaged good. Percaya bahwa kita hanya bisa disakiti oleh orang yang kita cintai, jadi membenci selalu jadi pilihan yang benar.

Little did she know that fate has a way of changing just when she doesn't want it to.

288 pages, Paperback

First published January 1, 2008

200 people are currently reading
2722 people want to read

About the author

Ika Natassa

21 books2,364 followers
IKA NATASSA is an Indonesian author who is also a banker at the largest bank in Indonesia and the founder of LitBox, the first literary startup of its kind in the country, which combines the concept of mystery box and onine promotions for writers.

She loves writing since since was a little kid and finished writing her first novel in English at the age of 19. She is best known for writing a series of popular novels focusing on the lives of young bankers in Indonesia. Her debut novel A Very Yuppy Wedding is published in 2007, and she has released six books since: Divortiare (2008), Underground (2010), Antologi Rasa (2011), Twivortiare (2012), dan Twivortiare 2 (2014), and Critical Eleven (2015). A Very Yuppy Wedding is the Editor's Choice of Cosmopolitan Indonesia magazine in 2008, and she was also nominated in the Talented Young Writer category in the prestigious Khatulistiwa Literary Award in the same year. She loves to experiment with writing methods, Twivortiare and Twivortiare 2 are the two novels she wrote entirely on Twitter. Antologi Rasa and Twivortiare are currently being adapted into feature films by two of the most prominent production houses in Indonesia.

Natassa is also one of the finalists of Fun Fearless Female of Cosmopolitan Indonesia magazine. In 2008, she was awarded with The Best Change Agent at her company for her active role in corporate culture implementation in the bank, and in 2010 she was awarded for 2010 Best Employee Award. Her success in maintaining a career at the bank whilst pursuing writing as her other passion led to her being awarded awarded as the Women Icon by The Marketeers in 2010.

Out of the love of books, in 2013 she founded LitBox, a brand new concept she's in introducing to readers in Indonesia. It's the first literary startup company of its kind, aiming to provide readers with recommended books, to help writers get their writings read by people, and to help publishers introduce new talents to the market. On July 2014, she commenced a social movement campaign to promote the joy of reading called Reading is Sexy, so far supported by Indonesian and regional public figures such as Acha Septriasa, Jason Godfrey, Hamish Daud Wyllie, Karina Salim, Ernest Prakasa, Mouly Surya, and many more.

Twitter and Instagram: @ikanatassa
LinkedIn: Ika Natassa
Personal website: www.ikanatassa.com

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
1,159 (23%)
4 stars
1,919 (39%)
3 stars
1,350 (27%)
2 stars
349 (7%)
1 star
100 (2%)
Displaying 1 - 30 of 500 reviews
Profile Image for Dewi.
177 reviews67 followers
October 28, 2008
Gw pernah cerita tentang Gio kan, Zal?
Nah ini menyangkut dia.
Gw abis baca buku yang berasa nyepet banget. Judulnya "Divortiare" karangan Ika Natassa.

Ada satu scene yang membahas tentang salah satu tokoh disana bernama Wina. Topiknya seputar "move on" deh ya. Jadi si Wina ini bikin pengakuan ke sahabatnya kalo dia belum lupa sama mantannya, padahal saat itu dia udah mo nikah (Yaaa....ini bukan inti cerita sih, Zal. Tapi gak penting juga dibahas panjang lebar di sini).
Ada dialog si Wina yang bikin gw tertohok. Waktu dia bilang gini :
"Dan elo tahu kenapa gue pacaran cukup sering setelah putus sama dia, dan nggak ada satu pun hubungan itu yang bertahan lama? Karena gue nggak bisa menemukan pengganti Damar, Lex."

Waktu gue jalan sama Riza, yang elo tahu sendiri orangnya 180 derajat bedanya dengan Damar, gue baru sadar, Lex. Kalau tujuan gue mencari pengganti Damar, sampai kapan pun gue nggak akan nemu. Damar ya Damar, cuma diciptakan Tuhan satu di dunia ini., nggak ada yang bakal nyamain. Yang harusnya gue cari itu laki - laki yang menyayangi gue, mencintai gue, dan bisa bikin gue percaya cinta lagi."


Loe boleh bilang gw norak, Zal. Tapi pas baca kalimat itu, gw langsung ngerasa nyesek dan nangis aja dong.
Tepat itu yang gw lakukan selama ini, Zal.
Gw mencari orang yang mirip kayak loe. Karena gw berpikir, tipe ideal gw - orang yang paling cocok buat gw- ya yang kayak loe itu.
Dan pada akhirnya gw sendiri yang mengakhiri karena gw pikir "mereka" itu gak mirip dengan loe. So far Gio yang paling mirip sama loe, tapi masih aja gw ngerasa ada yang kurang sama dia. Gak 100% mirip gitu lho.
Gw jadi kecewa sama mereka (cuma karena mereka gak mirip plek sama loe) padahal mestinya gw kecewa sama diri gw sendiri.
Parahnya lagi, gw gak sadar kalo kesalahan gw disitu. Gw cuma kepikir : "kenapa-susah-banget-sih-nemu-orang-yang-cocok"

Dan baca kalimat di atas, bikin gw sadar kalo kesalahan ada di gw. Bahwa standar gw untuk "cocok" tidak semestinya mengacu pada loe.
Dan pada akhirnya, itu membuat gw sadar gimana perasaan gw yang sebenarnya ke Gio.

Yup...dia bikin gw ngerasa nyaman. Yup...dia bikin gw ngerasa nemu pengganti loe. Yup...dia juga sayang sama gw.

Tapi Zal, dia nggak bisa bikin gw percaya cinta lagi. Dia nggak bisa bikin gw ngerasa "pulang" tiap kali gw bareng dia. And in some ways, he can't be my reason to live for like you did.

You see...even when you already gone, I still wanna live on cause I don't wanna disappoint you.
When I thought how would I feel if he's out of my life, I think I'm gonna be sad but not devastated like when you're gone.
Then I realize that he still cannot replace you. And I shouldn't make him so.

In a way, pemahaman ini bagus sih, Zal.
Karena akhirnya gw bisa memberi kejelasan pada hubungan yang mengambang ini.

So...I told him that I can't go travelling with him.
He's a good guy, Zal. He understands me. :)

And you know what's better?
Just this morning, he told me that he's gonna execute his plan on travelling, it's gonna start soon after he got his visa. Dia udah mulai ngurus.
I'm happy to know that he's gonna live his dream soon.

What's about me, you ask?
Well...I'm gonna stay here for a while, do some travelling on my own (hey...I still have Australia on April), and try to (really really really) move on and find my own guy someday. Cause (my) life should be like that Wina girl said in the book :
"Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue jadi gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang lebih indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa lalu kan, Lex?"


Loe juga mikir gitu kan, Zal? ;)

But for now, untill I could move on, you have to stand with me. Okay? :)
Profile Image for Nilam Suri.
Author 2 books141 followers
December 11, 2012

I just reread the book today, and got whole different impression about it, maybe because the issue is not that strange anymore, i don't know. But what i know is, this book is really impressive, well-written, and believable, three qualities that rarely you would find among Indonesian pop writer.

Pertama kali baca buku ini sepertinya memang sudah lama sekali, sepertinya saat buku ini baru diterbitkan...itu berarti sekitar tahun 2008. well, i wasn't a divorcee, yet, then, and i'm no longer a divorcee now. but still... walaupun Ika tidak terlalu banyak membahas masalah kejandaan si tokoh, tapi saya rasa Ika bisa menggambarkan dengan cukup baik the post effect, the so-called trauma thing, the hesitancy to start anew, the worries about what other people and society might thought of you, and so many other things. but then again, segala kejandaan itu memang bukan issue di dalam novel ini, albeit the tittle. this book is actually focusing about two people, which no matter how hard they tried and denied it, still can't get over their feeling for each other. and this is where Ika's actually winning my heart.

The chemistry between Alexandra and Beno was so strong, since the very beginning. dan kerennya, Ika sama sekali ga menggambarkan hal itu dengan terang-terangan, tanpa pernyataan jelas bahwa mereka sama sekali belum bisa melupakan satu sama lain. hanya dari serangkaian kejadian, percakapan, yang membuat saya sebagai pembaca dapat mengetahui, melihat, dan merasakan hal ini dengan sangat jelas. Kerennya lagi, semua pertengkaran mereka terlihat nyata, semua sakit hati, semua luapan emosional, semua kemarahan tentang rasa patah hati dan terluka yang ternyata disebabkan oleh seseorang yang benar-benar dicintai tergambarkan dengan jelas. Rasa sakit hati yang ternyata masih diiringi harapan yang setengah mati ditekan, rasa sayang yang mati-matian dibantah, dan sebagai gantinya malah ditutup-tutupi dengan kemarahan. but then again, aren't we all do that. ketika rasa sakit, rasa khawatir, rasa takut menjadi selimut dari perasaan sayang yang terlalu besar, pada akhirnya yang terlontar hanya kemarahan yang seolah berasal dari kebencian. if only we knew any better.

saya suka bagaimana cerita ini mengalir, gaya penulisan Ika yang terkesan ringan, tapi tiba-tiba membuat tertegun tanpa persiapan. kata-katanya yang terkesan ringan, ceriwis, dan cenderung centil namun pada momen-momen tertentu terasa mengungkapkan sesuatu yang dalam dengan cara yang sangat lugas. pembahasannya tentang Jakarta, tentang karir, tentang keluarga. bagaimana Ika sebenarnya mengingatkan bahwa banyak dari kita yang memiliki kekacauan prioritas di luar sana, bagaimana sesuatu yang kita kerjakan untuk meraih tujuan kita malah ternyata menjadi sesuatu yang menghancurkan atau malah menjauhkan kita dari tujuan asal kita tadi.

salah satu adegan favorit saya dalam novel ini dimulai dari halaman 221. bercerita tentang percakapan singkat antara Alexandra dan bos-nya sebelum mereka pulang setelah lembur. dilanjutkan dengan adegan alexandra melangkah ke dalam lift bersama seorang pegawai lain yang sedang menelpon keluarganya. Ika tidak menguliahi kita panjang lebar tentang pentingnya keluarga, atau membuat tulisan mendayu-dayu tentang rasa sepi ketika harus pulang ke rumah yang kosong setelah hari yang panjang dan melelahkan. dia hanya memberi contoh kejadian, hanya membuat perbandingan sederahana, yang hebatnya syarat makna.

pada akhirnya, 4 tahun setelah terakhir kali saya membaca buku ini, saya tidak bisa memikirkan kenapa dulu saya sampai berpikir bahwa buku ini biasa-biasa saja. karena sekarang bagi saya, buku ini teramat istimewa :)




____________________

Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
September 6, 2019
Ika Natassa
Divortiare
Gramedia Pustaka Utama
328 pages
5.5

Ika Natassa’s prescription of Divortiare--pretty much similar with her other concoctions--consists of unlikable characters, overdramatic conflict, and rushed resolution. Yet, if you compare it to her other oeuvres, Divortiare is calmer and tamer, allowing her wordsmanship to shine through.

On the cover of her sophomore effort, Divortiare, Ika Natassa has warned the readers that her book may cause prolonged delusion, hyper-romanticism, temporary insanity, insomnia, selective memory loss, spontaneous crying, uncontrollable giggles, changes in appetite, irresistible urge to write quotes, compulsive buying, and unexplainable peace of mind. The warning makes your courage shattered and you wonder, “Is it true? Is the book that dangerous?” When I finish reading Divortiare, I can assure you that I’ve experienced them all, but I believe not in a way Natassa has intended it to be.

For Natassa’s loyal readers (which apparently also include me), the magic of her works happens when she’s able to change something that’s straight out of domestic drama (minus the travail of middle classes) to something that unrightfully and exclusively belongs to rich and privileged people, making the conflict seem extravagant and grand. It’s like hitting two birds with one stone: she can create a story that’s relatable to most of middle class Indonesians and blind them with prolonged delusion and grandeur. In Critical Eleven, for example, the story revolves around a mother who lost her only child and whose marriage began to crumble because of it. In Divortiare, it’s about a successful banker who went through divorce at her young age, yet she couldn’t move on from her ex-husband. For characters who can easily splurge their money on Bottega Veneta or Cork & Screw, their conflict seems “trivial”; you will not see any political or business maneuver--something that rightfully and exclusively belongs to rich people--in her books.

When asked about why all her books are led by these kinds of people, Natassa argued--if my memory doesn’t fail me--that rich people’s story may be similar with proletariat's and theirs also deserves to be told. Which is one-hundred percent true. Again, this is a metropop which only caters to a few Jakarta’s white-collar workers. But there’s something missing when you remove the struggle of “poor people” in “poor people’s” conflict. The feeling may not be the same if the characters have everything served on a silver platter and for me, that’s why it’s so hard to connect with Natassa’s characters.

This also, in my opinion, can lead to a dangerous mindset when Natassa portrays her characters to be such a perfect person. It’s as if she didn’t even care that her portrayal may make her characters look inhumane and unreal. She always juxtaposes two polarizing qualities. It’s something that I have noticed before (this can be obviously seen from characters in Antologi Rasa). For example, Alexandra was depicted as a woman who hated cheap things, yet she didn’t mind eating at a street vendor or buying clothes from Zara and Mango. Sure, it’s never black or white with human’s characters, but from her books, you can sense that Natassa tries deliberately to fill in a gap of flaw in her characters to make them flawless, making her hyper-romanticism mind-boggling, in a bad way.

In Natassa’s books, most of her conflicts are mostly internal ones and they’re prone to incessant whines and kvetches. I can completely understand why some readers complained. For a 29-year-old woman, Alexandra seemed childish. She constantly whined about Beno, her hot-headed (and hot) ex-husband, from whom she couldn’t move on, but when they met, they always fought over small stuffs. Remember when she has warned about temporary insanity, insomnia, selective memory loss, spontaneous crying, uncontrollable giggles, changes in appetite, irresistible urge to write quotes, and compulsive buying? It’s true. Divortiare may make you insane, unable to sleep, forget that you’ve ever read the book, cry for help, laugh at its ridiculousness, lose your appetite, want to write quotes so that people should believe the warning, and compulsively buy another book to erase the bad memory.

But in the end, Ika Natassa is still a good writer. Divortiare--which means divorce in Latin (and unlike Antologi Rasa where she uses Latin phrases out of nowhere, it gives her justification to use Latin for its subtitle even though, spoiler alert, it’s a bit unnecessary)--perfectly elaborates the ups and downs of a woman's life after going through a divorce. Her witty dialogues, her ability to draw metaphors or allegorize, her keen observation, and her ability to create swoony male characters are something admirable. Compared to tempestuous Antologi Rasa, Divortiare is more calm and mellow, but this is where she can show her flair and craftsmanship. Natassa’s best qualities can be seen when she’s being melodramatic and fragile, when she breaks the tough frontage and unveil the real person behind it. It’s proven in Divortiare, and will be proven in The Architecture of Love a few years later. It indeed gives me a peace of mind: Ika Natassa may not create or write a story revolving humble original characters, but when she’s able to tone her hubris down, she can create something beautiful.
Profile Image for Zulfy Rahendra.
284 reviews76 followers
March 10, 2015
Sekali lagi, saya merasa perlu memberikan pembelaan bahwa arti satu bintang di Goodreads adalah ‘didn’t like it’, dan bukan ‘this book is nightmare. Okay, karena penilaian di Goodreads ini sangat subjektif, mungkin memang ‘this book is nightmare’....... ‘...buat saya.’. Demikan. Pada awalnya.

Saya membaca ini hanya dalam waktu semalam. Entah karena saya gatal sekali pengen buru-buru berkomentar sok tahu dan sok pintar soal buku ini, atau karena saya membacanya dengan sistem skipping dan skimming. Sungguh saya merasa kotor ketika memasukkan buku ini ke dalam daftar buku ‘read’, mengingat saya membacanya kayak orang dikejar Bleki (anjing item badag anjis kepunyaan ibu kos saya yang galaknya kayak belum makan sedekade). Benarkah saya layak masukin buku ini ke daftar ‘read’? Apakah saya sungguh-sungguh membacanya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui benak saya. Sungguh benak yang kurang kerjaan dan luang. Dan sungguh preambul yang panjang sekali dari saya. Membosankan.

Ini kisah tentang janda kembang sempurna yang menolak melanjutkan hidup dengan bahagia. Alexandra, 29 tahun, sudah bercerai dengan suaminya yang juga sempurna, Beno. Namun Alexandra tidak bisa lepas dari Beno. Dia tetap menjadikan Beno dokter pribadinya, menjadikan Beno dokter Mamanya, menyimpan tatto nama Beno di dada kirinya, membandingkan semua laki-laki yang mendekatinya dengan Beno, mengulang semua kenangan di mana saja dengan Beno.

WHAT THE HELL ARE YOU THINKING, PERFECT WOMAN!! You have a perfect currently world, and you choose to not to be happy??!! Maksudnya begini, kalau memang masih cinta, untuk apa dulu cerai? Kalau sudah enggak cinta, kenapa nggak melanjutkan hidup? Maumu apa siiihh?? Hidupmu tuh udah enak toh. Kamu punya segalanya, tapi kamu memilih membuat rumit hidup kamu dengan drama aku-ingin-cerai-tapi-aku-masih-cinta ini. Lalu ketika ada lelaki lain yang nggak kalah sempurnanya, dan jelas-jelas mau berjuang buat kamu, kamu milih melepas dia begitu saja? Buat apa? Buat sesuatu yang disebut cinta? Apa iya cinta sebodoh itu? Setidak-rasional itu? Cerita ini mau dibawa kemana sebenarnyaaaaaa???

Okay, katakanlah dulu bercerai memang keputusan bodoh. Katakanlah masih cinta, hambok ya diperjuangkan, jangan diajak berantem melulu, jangan sok jaga harga diri ketinggian bilang nggak cinta. Atau katakanlah sudah nggak cinta, hambok ya dilepas aja, get your own life, gitu. Mungkin katakanlah masih bingung dengan perasaan sendiri (yang sepertinya memang begitu), aduuuuuhhh apa yang baru saja saya baca siiihh???

Dan selain ceritanya yang bikin saya depresi akut, apa lagi yang membuat saya tidak nyaman dengan buku ini?

Banjiiiiiiiiirrrrrrr bandang tsunami badai Katrina nama brand barang-barang mahal. Satu halaman adaaaa aja merk barang mahalnya. Gengges banget. Bikin pengen lemparin itu barang-barang mahal lalu bilang, “Kuburmu cuma 1x2 meter luasnya. Manalah cukup menampung semuanya.”

Saya bahkan enggak sanggup menuliskannya di sini. Gini deh, adegan si Alex mau jalan aja, misal, penulis merasa perlu menuliskan merk bajunya, merk celananya, merk pakaian dalamnya, merk mobilnya, mau jalan ke resto mahal atau hotel mahal apa, teman si Alex pake baju apa, celana apa, naik mobil apa, pesan kopi apa di toko kopi terkenal-dan-mahal apa, blablablablabla....

Hal lain yang mengganggu adalah penggunaan bahasa inggris yang cukup bertebaran di buku ini. Bukan saya mengeluhkan soal saya nggak ngerrti, tapi rasanya hadeehh sekali gitu. Seakan ingin menunjukkan “hai, saya wanita kelas menengah loh. Jadi saya jago banget bahasa inggris. Jadi saya ya ngomongnya pake bahasa inggris karena saya berpendidikan dan berkelas.”, semacam itu.

Kemudian saya berbincang dengan salah satu teman saya, katanya dia memang wajar jika orang-orang kelas menengah (terutama ibu kota) menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar. Dia bilang juga wajar jika kelas menengah memang seperti gantungan brand berjalan. Dia bilang hotel dan resto dan cafe yang disebutkan di bukunya juga wajar didatangi kelas menengah. Dia tahu, karena dia juga kelas menengah. Ketika dibaca oleh dia, buku ini terlihat wajar karena mungkin suasana ceritanya dirasa dekat (atau minimal tahu) dengan kehidupan dia. Tapi ketika buku ini dibaca saya yang notabene adalah kelas buruh astagfirullah, bawaannya jadi jengkel dan iri. Situ mau pamer? Situ mau nunjukkin kalo hidup situ sempurna? Situ mau bangga sama semua hal duniawi yang situ punya?

Ya, positif. Saya memang iri.

Tapi sejujurnya saya jadi bertanya, siapa sih pasar pembaca yang Ika Natassa tuju? Hanya kelas menengah atas? Hanya mereka yang tak akan dirundung nyeri huntu ketika membaca ini? Atau memang aturan tak tertulis metropop adalah tokoh ceritanya dan pembacanya harus kelas menengah alhamdulillah? Atau minimal yang nggak gampang dengki kayak saya lah ya.

Mengenai isi cerita, komentar pertama saya mungkin; jika bahagia adalah pilihan, mengapa kamu memilih menderita? Jika bahagia bisa diciptakan, mengapa kamu memilih tidak mencipta? Atau mungkin, Alexandra, kamu hanya tidak tahu caranya?

Alexandra ini, entahlah. Terlalu sempurna sebagai wanita. Dia cantik, cerdas, mapan, fashionable, lucu, mandiri, sopan, segalanya. Dan mantan suaminya juga tak kalah sempurna. Beno itu tampan, cerdas, mapan, berasal dari keluarga yang baik, “dokter bedah terbaik di rumah sakit ternama di jakarta”. Itu menjelaskan semua, saya rasa.

Di bab pertama pun saya sudah sakit gigi. Membaca deskripsi tokoh-tokoh sesempurna itu, membaca merk-merk mahal dan ternama setiap beberapa kalimat. Okay, sakit gigi memang tidak berhubungan dengan buku itu, tapi karena cuaca dingin yang tidak bersahabat ini. Tapi tetap saja, segala yang berlebihan di buku ini membuat saya yang sedang sakit gigi tambah sakit kepala. Coba, siapa yang engga jengkel?

Buku ini membuat depresi, terus terang saja. Buku yang mengajak hidup dengan gaya hedonis, buku yang mengajak menolak melanjutkan hidup, dan pesan moralnya adalah; “berkubanglah dalam kenangan.”

Sungguh, saya tak perlu ini. Saya butuhnya buku yang menguatkan saya bahwasannya sebaiknya saya bahagia saja dalam kesederhanaan, dan tidak perlu menunggu ketidakpastian. Yang membuat saya melihat ke sekeliling saya, lalu membuat saya bersyukur dengan menu nasi liwet dan lauk peda beureum sebagai makan siang, yang membuat saya menyadari ada orang lain yang lebih menyayangi saya.

Begitulah, kalo ngereview buku yang bikin jengkel, saya memang jadi cerewet sekali.. -___-
Profile Image for Winna.
Author 18 books1,966 followers
August 23, 2008
I have never read a book written by Ika before, but the premise of this one catches my attention. Not to mention the lovely cover :)

The book reminds me a little of Alone in Love, a Korean TV series based on a similar plot. However, this one's more down to earth, less coincidental and very real, very Indonesian. I love the characters, I love the dialog, I even love the interior monologue that Lexy often has. I only dislike how insecure she gets, and how angry she and Beno sometimes become to each other, to the point of annoyance.

I'd definitely check out Ika's other novel(s). This one's a nice one - I envy you for writing fluently about everyday life. This is exactly something I've been trying to achieve, and I'm happy that such a mellow novel has accompanied my quiet weekend, it's a gem.
Profile Image for Speakercoret.
478 reviews2 followers
April 20, 2011
satu lagi kado akhir tahun dr mas aldo..
makasih makasih makasih ^_^
---------------------------------------

skali lagi, kedewasaan tidak slalu berbanding lurus dengan usia...

alexandra, hampir 30, dewasa?
ben, lewat dr 35, dewasa?
brantem melulu, padahal mereka dah cerai *rolling eyes*

merasa kesepian, dinomor duakan, menikah dengan terburu2, akhirnya stlah dua tahun pnikahan, lex minta cerai dr ben..
stelah cerai tetep aja tiap ketemu brantem..

mari kembali ke teori sotoy..

ini si lex mrasa sking extrovertnya, dia ga bisa menikmati waktu saat harus sendirian, slalu mati gaya katanya..

nah teori sotoy gw yg ptama, makanya pnikahannya ma ben ga brjalan mulus, secara si ben dokter bedah, byk jadwal operasi, pasti ditinggal melulu dong.. nah pas ben sibuk, n si lex ini lg ga sibuk, dia kesepian deh..
padahal lex jg sibuk, n pas si lex ga ada harusnya ben kesepian dong, tp mungkin ben lebih bisa mengatasi kesendiriannya, yaitu dengan tidur :p

so berbahagialah kita yg bisa menikmati kesendirian dgn membaca ^_^

so teori sotoy kedua...
hmmm tidur dulu yah, cari wangsit :p
duh jd pengen pangsit #eh?
.................

*nyeruput kopi*
jadi teori sotoy gw yg kedua,
hey, butuh dua orang buat membuat suatu hubungan berhasil.. tapi buat menghancurkannya cukup satu orang..
lex n ben sama2 egois,ga mo ngalah.. ya ga aneh lama2 mereka sibuk ma urusan masing2, smakin lama semakin jauh, n masing2 ngerasa 'kayak ga punya pasangan'

gw sebel ma lex, kasian si denny..
jadi ini teori ketiganya,
jangan mulai suatu hubungan, saat kita masih belum bisa mengakhiri hubungan sebelumnya.. selesaiin dulu yang lama, baru mulai yg baru..
lex memulai hubungan dengan denny, saat dia sendiri tau dia belum bisa ngelupain beno.. sadar ga sadar, dia memulai hubungan dengan denny, cuma tertekan sama omongan orang.. lex masih ngubungin beno kalo lg sakit, kek ga ada dokter lain aja.. nama beno masih nangkring di dada kirinya, padahal dia mampu buat ngilanginnya dgn operasi..
N pas dia akhirnya ngilangin, itupun lebih krena dia marah..

Tapi sih deninya juga tambeng, dr awal jg keknya dia tau, si lex masih suka ma beno, berapa kali coba si lex salah nyebut nama, n dia masih aja 'nutup mata'

so intinya baca buku ini gemes melulu deh hwehehehe....
dari awal pun dah ketebak, endingnya gimana..

gw suka banget ma omongannya wina, sahabatnya lex,

"gue sadar kenangan ga bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup yang dulu, yang juga membuat gue jadi gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang lebih indah. Hidup kita ga harus ditentukan masa lalu kan Lex?"

------------------------------------------------------------------

"Kita tdk akan pernah bisa mengontrol apa yg dibicarakan org tentang kita, tp kita harusnya punya pilihan utk memposisikan diri apakah akan mendengarkan itu atau tidak." - hal.275

"CHOOSING, however simple the choices are, is never really that simple." - hal 272

"You won't know that you did wrong until you did it. All you have to do is just give your best and never give up" - hal 165



2.5*
mo ngasih 3 tp gw bosen liat urusan perbankan n merk2 yg seliweran :)
Profile Image for Dion Sagirang.
Author 5 books56 followers
January 15, 2016
Bagian terbaik dalam buku ini terdapat di 3/4, sementara sebelumnya terasa datar dan berputar-putar terus di sana. Tapi itu pun nggak lama, karena bagian selanjutnya kayak kembali ke semula.

Oh, iya, perempuan workaholic itu seksi, tokoh yang selalu dimunculkan penulis dari sekian bukunya yang saya baca. Tapi saya nggak sampai bisa menyukai Alex, karena pilihannya saat pertama mulai menerima ajakan kencan Denny, sampai akhirnya dia terjebak oleh ketidakjelasannya sendiri. Mungkin banyak perempuan di luaran sana yang kayak Neng Alex ini, ngambil kesempatan. Gue cantik, jomlo, ada cowok cakep berusaha deketin, ya digebet daripada malem Minggu kesepian karena yang ditaksir nggak nyadar kode gue. Ya, semacam itulah.

Maaf kalau kedengaran kayak curhatan ngenes. Saya suka buku Ika Natassa yang ini, tapi ya udah, gitu aja. Belum ada hal yang wah di buku ini, atau memang tidak ada.

Terima kasih.
Profile Image for dwie meidianty.
22 reviews3 followers
December 23, 2008
Setelah membaca 'A Very Yuppy Wedding', cerita kedua Ika Natassa ini menurut saya malahan lebih kurang daripada yg pertama. Peran wanita yg terlalu annoying dan cerita yg sbnrnya simpel tapi malah jadi berlebihan lantaran peran wanitanya itu.
Profile Image for Nurul.
310 reviews38 followers
May 20, 2021
Ceritanya terlalu bertele-tele dan muter-muter seputar satu permasalahan aja.

Rate: 2/5
Profile Image for Detta.
26 reviews1 follower
November 17, 2012
i read this book on my 4-days trip to KL. considering that i managed to finished it quite fast, i consider this as a super-light book.

i was appaled by the author's first book AVYW, which i read couple years back. but as a divorcee myself, i decided to give Divortiare a chance.

i suspect the author is too lazy to create a main character, who is very similar to AVYW and (big chance) herself. a late 20 woman, successful banker, lives in apartment in Kuningan, loves sushi with Sushi Tei standard (which isn't high, really), coffee addict but only drinks Starbucks or Coffee Bean and shops at Zara/Mango/name whatever brand you want but rarely can afford.

it's has high class potrait and a very snobbish book, although it isn't as bad as the first book. it has more essence and can capture some human moments about being divorce, moving on and opened up.

i don't mind the abundance of english words or curses. but both books that i've read aren't so ground to earth and over complicates simple matters.

Divortiare isn't a dissapointment but it's still below my expectation; it's not something i can totally relate to. i bought the sequel Twitvortiare along with this, so it would be my last attempt to appreciate the author, who i hope is a better banker than writer.
Profile Image for Op.
373 reviews125 followers
May 1, 2015
Sulit baca buku ini tanpa mengesampingkan komentar2 (kalo gak mau dibilang doktrin) soal buku-bukunya Mbak IN.

Buku pertama yg saya baca dan saya nggak benci buku ini. Tapi capek. Capeeek rasanya musti baca orang marah dan ngedumel beratus-ratus halaman. Ceritanya bisa dimengerti (dan saya juga bisa ngerti kenapa orang pada suka) tapi saya capek. Itu aja *tarik napas dalam-dalam*. Yah siapalah saya yang meniru Mbak Dez, cuma butiran rinso di Samudra Hindia.

Oh iya, akhir ceritanya oke.
Profile Image for Katherine 黄爱芬.
2,419 reviews290 followers
April 6, 2020
Ini pertama kalinya saya baca buku author. Berkat satu teman yg kekeuh, akhirnya saya jadi "ngeyel-is" krn sudah dpt warning dari mirroring book friend, bhw buku ini bukan buku tipe gw. Dan beneran gw shock bacanya plus super heran buku tipe gini bisa jadi bestseller terus.

Semua unsur penting dlm membaca buku fiksi dan terutama romance, gak saya dpt dari novel ini. Novel ini porsinya lebih banyak girl-talk Alexandra dan Wina. Selain itu top 2 nya adalah isi pikiran Alex yg kacau balau bak benang kusut. Dari sini saya berkesimpulan karakter Alex adalah wanita yg sangat gak dewasa, terlalu superfisial, pemimpi jadi selebritis dunia, inkonsistensi parah. Semua sifat wanita yg saya gak demen banget.

Mengulik isi kepala Alex itu tidak seru kecuali kamu yg hobi penasaran, silakan meng-Google setiap tokoh yg disebutkan (selamat bercapek-capek deh). Ini mungkin positifnya, jadi lu lu yg baca buku Ika bisa MIKIR!!!

Saya juga gagal paham dgn kegalauan Alex soal memilih Denny dan Beno. Bagi saya, kalau sudah bercerai, THE END. Apalagi si Alex udh ada calon penggantinya. Apa gak mikir ya, kalau dia di posisi si Denny, apa mau kalau tau isi kepala calon istrinya msh penuh bayang-bayang mantan suami?

Sebaliknya saya juga gak demen interaksi Alex dan Beno. Dialog-dialognya "miskin" dlm arti sedikit dan gak bermakna juga (sarkas juga kagak). Alex malah makin keliatan gagal move on dan super childish. Soal juteknya Alex, bagi saya, si Alex ini gak ada apa-apanya dibandingkan kejutekan saya. Saya juga pernah kerja jadi analis kredit, tapi kalau saya punya pola pikir spt Alex ini, niscaya musuh saya jauh lebih mudah menjatuhkan saya.

Gini ya, ini review sekaligus curhat saya. Bukannya saya ogah mendukung penulis lokal, tapi kalau penulis bestseller spt ini aja kualitas tulisannya ya maaf bukan selera saya, gimana saya jadi nafsu mau beli bukunya? Bukan soal selera saya ketinggian, tapi kalau isinya cuma katalog shopping di mall, lifestyle terkini, dan the it thing (padahal ini buku terbit pertama kali tahun 2008 ya), teteup aja bikin saya jadi minder, merasa misqueen, baper krn gak ikutan kekinian yg super mahal. Lagian juga endingnya membuat saya bertanya-tanya: mau dibawa kemana hubungan Alex, Beno dan Denny ini?
Profile Image for Mary .
196 reviews44 followers
November 1, 2011
Untuk nulis review ini saya mesti ngubrek2 rumah dulu nyari bukunya, karena di memory saya buku ini lumayan ada kemajuan dibanding buku Ika sebelumnya A Very Yuppy Wedding, jadi setelah kasih review sinis disitu, saya ga pengen nyinyir lagi disini. Sayangnya setelah sekelebat baca sekali lagi, saya jadi semakin yakin kalo gaya tulisan begini memang ga cocok banget buat saya.

Alex dan Beno, pasangan yang menikah muda (nggak muda-mudah amat sih kl 25th), sibuk sendiri2 merintis karir, perkawinan hambar, trs cerai.
After 2 years divorced they still can't get over each other (tp ga mau ngaku, halah..), tp karena keduanya berfisik 'luar biasa' maka tinggal kedip dapetlah gandengan baru yang (juga) hampir sempurna yang (pastinya) sangaaaat memuja mereka, saling cemburu sana sini, saling teriak sana sini, baekan lagi, dsb..dsb...

Hal-hal positif :
- Tema dan ide ceritanya bagus, dengan lingkungan cerita dunia financial banking dan kedokteran
- Ditulis dengan gaya anak muda yang keren, canggih, modern (red: prokem) dan banyak menyelipkan kalimat-kalimat dalam bahasa inggris sehingga terkesan cerdas.

Hal-hal negatif : (ampun beribu ampuuunn buat pemuja buku ini)
- Kesan ja'im-nya masih sangat kental meskipun nggak separah Yuppy Wedding. Well, even kalo Alex (si heroin kita) ini emang cakep tiada tara bak dewi dunia fana, ga usahlah terlalu ditekankan dan diceritakan berkali-kali. It's soooo annoying.
- Karakter Alex yang cantik sempurna, dipuja-puja dan oh-so-sexy ini, dalam image saya malah terdengar manja dan kekanak-kanakan yang sangat nggak cute. Beno (our hero) disini jg digambarkan so gorgeous, so hot and irresistible. Tp kesan yang muncul di otak saya dari percakapan-percakapan yang ada malah 'ni cowok bawel amat seeh...'
So, 2 karakter utama sudah sangat tidak menarik (khususnya buat saya sih), jadi ya ga mungkinlah saya bisa menikmati buku ini. Ajaibnya saya bisa bertahan baca buku ini sampe ending.

Sebenernya masih banyak buku yang lebih parah baik dari segi ide dan gaya penulisannya, jadi bolehlah buku ini saya kasih 3 bintang.

Enough, close the book. Simpen di laci.
Profile Image for Leila Rumeila.
989 reviews30 followers
June 23, 2022
Only 2.5-star karna lumayan dibikin keki sama tingkah2nya Alexandra yg muna, masih mau tapi gengsi.

Selain itu, deskripsi tentang karakter2nya khususnya Alexandra menurut gue too exaggerating, kayanya hampir di tiap chapter pasti selalu terselip kata2 pujian dari circlenya yg mengelu2kan betapa sempurnanya si Alexandra ini. Stop that shit, i'm full of it!

Dan juga, menuju ending gue engga tau kenapa merasa kok banyak detail2 yg seharusnya engga perlu terlalu dijabarin segitunya ya. Misal kaya ketika si Alexandra kesulitan cari kunci mobil di tasnya yg berisikan bejibun barang2, sampai diuraikan semua barang di dalamnya dan jenis tasnya dan kenapa pake tas itu, blablabla. I mean, bukankah menuju ending cerita seharusnya dibuat lebih intens dan detail2 kaya gini malah bikin alurnya jadi terkesan lambat?

*Listened the audiobook by Storytel*
Profile Image for Karina.
169 reviews32 followers
October 21, 2020
Ternyata, saya masih suka sama buku ini. Tipe-tipe bacaan guilty pleasure yang bikin nagih gitu, loh. Aspek yang paling saya suka sih jelas karakter-karakternya yang gelo, terutama si Wina dan Ryan. Saya jujur aja ngakak setiap kali baca kegilaan ketiga sahabat itu.

Berhubung saya sudah pernah baca sekuelnya, menurut saya, karakter Beno belum sekuat karakternya di Twivortiare (ini tapi seingat saya loh ya). Beno di buku ini memang ketus dan kaku, tapi karakternya kelihatan jauh lebih digali di buku selanjutnya. Hubungannya dengan Alex penuh lika-liku, tapi saya sebagai pembaca bisa ngerasa kisah mereka mengalir banget. Tapi hanya satu yang jadi pertanyaan saya: kenapa selama itu? (tebak sendiri ya maksud saya apa haha).

Meski cukup banyak orang yang terganggu dengan gaya bahasa Ika Natassa yang memadukan dua bahasa (Indonesia dan Inggris) serta penggunaan nama-nama merek di sana sini, saya pribadi sih tidak merasa segitu tergganggu. Buat saya, penyebutan merek itu jadi semacam ciri khas buku ini dan untuk seru-seruan aja. Sedangkan soal gaya bahasa, saya rasa itu jadi semacam trademark seorang Ika Natassa.

Penuturan cerita di buku ini pun ringan dan mudah diikuti. Gak banyak detail yang gak penting, jadi bacanya pun gak bikin bosan. Topik yang seharusnya klise ini disulap sedemikian rupa jadi manis dan bikin nagih, dan saya salut sih sama kemampuan pembawaan penulis yang santai tapi tetap bermakna (saya suka banget bagaimana penggambaran ups and downsnya Alex; dapet banget sih menurut saya).

Overall, bisa dibilang Divortiare ini buku Ika Natassa favorit saya. Karena ringan, buku ini gak berkesan bertele-tele (seperti kesan yang saya dapat sewaktu baca Critical Eleven) dan lebih to the point. Jadi, saya jelas enjoy banget menikmati kisah Alex dan Beno ini. Kalau kalian ingin membaca sesuatu yang light dan menghibur, saya rasa buku ini layak untuk dicoba.
Profile Image for Fairuz K.
120 reviews169 followers
February 25, 2016
Awal saya membaca Divortiare, sebenarnya saya nggak banyak berharap apapun. Saya sudah terlanjur jatuh cinta dengan gaya penulisan Mbak Ika sejak pertama kali saya membaca Antologi Rasa dan A Very Yuppy Wedding, jadi saya hanya merasa harus melengkapi kewajiban saya dalam membaca karya-karya Mbak Ika, salah satu penulis Indonesia favorite saya yang super keren ini...

Dan, saya ingat betul, yes, this book didn't impress me that much.
...at first.

Saya kembali membaca buku ini beberapa tahun setelah saya pertama kali membacanya, dan pandangan saya tentang buku ini berubah. Entahlah, mungkin karena dulu sekali saya pertama kali membacanya ketika saya masih duduk di bangku SMA, sehingga tidak terlalu tertarik dengan isu perpisahan seperti ini. Tapi, kali kedua saya membaca buku ini, dan kali ketiga, juga untuk kesekian kalinya saya membaca buku ini, saya benar-benar merasa jatuh cinta. Begitu banyak hal-hal yang saya dapatkan dari cerita di novel ini.

Ternyata saya jatuh cinta sekali sama Divortiare.

Saya sampai hampir menangis terharu begitu tahu ada short movie yang terinspirasi dari novel ini, yang dibuat oleh anak-anak SMA yang begitu berbakat menurut saya (dapat dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=_bry-...)

Saya belajar untuk memaafkan dan melupakan di kesekian kalinya membaca novel ini.

Ada kata-kata favorit saya dari Lexy;

“Ganteng sih, tapi males banget kan kalo elo punya cowok ganteng tapi sok cool, sok dingin, sok nggak penting sama elo, dan senyum aja sok jaim?”

Rasanya saya banget, hahaha.
Profile Image for Ayu Istiyani.
94 reviews6 followers
January 24, 2025
Dulu, pertama kali baca buku ini bingung, artinya apa-dan ternyata dari kata divorce.

Menceritakan Alexandra dan Beno, yang sudah menikah lalu bercerai di tahun kedua pernikahan. Alexandra seorang bankir, Beno seorang dokter yang keduanya sama-sama sibuk, sulit menemukan waktu untuk bisa bersama.
Alurnya maju mundur menceritakan Alex saat ini, juga bagaimana dia dulu berkenalan dan menikah dengan Beno. Alex yang sudah bercerai, namun masih membutuhkan Beno, karena masih menjadi dokter pribadinya. Sebenarnya, interaksi Alex dengan Beno disini tidak terlalu banyak, mengingat mereka memang sudah bercerai. Hanya saja, saat Alex ketemu Beno, yang ada hanyalah makian, berantem, tidak bisa ngobrol.
Sampai akhirnya Alex bertemu dengan Denny, mereka berusaha untuk menjalin hubungan, hingga berhasil sampai di tahap tunangan. Tapi cukup terlihat bahwa dari awal Alex memang belum yakin dengan hubungannya, dia hanya mencoba berusaha, juga karena Denny digambarkan sebaik itu, maka Alex tidak sanggup untuk menolak.
Endingnya? Gantung, sih. Gatau bagaimana hubungan Alex dan Beno setelah pertemuan mereka di Rumah Sakit kemudian ke Nasi Goreng Sabang. Tapi karena novel ini trilogi, jadi akan ada jawabannya di novel selanjutnya.

Bagi pembaca novel Ika, pasti sudah tidak asing dengan bahasa yang campur-campur, barang branded. Dan karakter wanita yang highclass dengan pekerjaan mentereng tapi kadang terasa dibuat tidak berdaya. Tapi so far, no problem.

Alex memang bisa dibilang egois, keras kepala. Pun dengan Beno. Keduanya menikah dan sama-sama belum bisa menurunkan ego. "Persamaan itu juga yang memisahkan aku dan dia, sama-sama keras kepala, sama-sama penuntut, sama-sama punya kepentingan yang tidak boleh diganggu gugat, sama-sama menuntut dimengerti, sama-sama tidak mau mengalah. " (P. 196). Kemudian mengambil keputusan dalam keadaan keduanya sama-sama lelah sehingga tidak bisa berpikir jernih. Bahkan setelah bercerai pun, dalam interaksi mereka, masih ada sisi keras kepalanya. Keduanya merasa paling, tidak ada yang mau mengalah.

Dan Denny, saya suka dengan pendekatan Denny ke Alex, cara dia memperlakukan Alex, rasanya termasuk lelaki greenflag. Bahkan setelah Alex salah menyebut namanya. Hingga Denny harus mutasi ke New York dan insiden paspor, membuat mereka tidak bisa melanjutkan hubungan mereka.

Ohh ya, jangan lupakan Wina dan Ryan. (Saya jadi tiba-tiba teringat pemeran Ryan dalam film Twivortiare :D). Saya suka dari novel-novel Ika itu salah satunya keberadaan sahabat dari tokoh utama itu cukup penting, bukan sekadar pelengkap, tapi juga memiliki karakter yang kuat. Meskipun kadang sableng, tapi saran dari Wina sering kali realistis.

Anyway, yang bisa diambil dari novel ini adalah, ternyata dalam pernikahan tidak cukup aku cinta kamu, kamu cinta aku. Tapi tentang dua orang, dua sifat, dua kepribadian, dua pekerjaan yang akan menjadi satu. Bukan tentang pekerjaan siapa yang paling penting, tapi juga tentang menghargai pekerjaan pasangan. Juga tentang merendahkan ego. Dan, jangan pernah memulai hubungan dengan orang baru kalo memang belum selesai dengan masa lalu, karena itu hanya akan menyakiti semuanya. Karena disini, sebenarnya Alex Beno adalah dua orang yang belum selesai dengan masa lalunya. Unfinished bussines.
Profile Image for Pratiwi Utaminingsih.
64 reviews7 followers
March 25, 2012
Divortiare adalah novel Ika Natassa yang saya baca setelah Antologi Rasa. Dari judulnya saja jujur saya sudah bisa menebak bahwa novel ini pasti bercerita tentang perceraian, dan ternyata benar. Let’s meet Alexandra Rhea Wicaksono, 27 tahun dan seorang banker yang sukses. Mengutip kalimat “nobody’s perfect,” hidup Alexandra, khusunya percintaan tidaklah semulus karirnya. Dengan gaji dan posisi yang sangat tinggi di kantornya, Alex harus menempuh jalan yang halal sekaligus dibenci Tuhan yaitu perceraian. Masalahnya simple, Alex dan Beno, mantan suaminya, yang notabene adalah seorang dokter yang sukses, sama-sama memiliki kesibukan yang padat. Kurangnya komunikasi dan intensitas pertemuan membuat Alex dan Beno kerap beradu mulut instead of kangen-kangenan layaknya pasangan yang lama tidak berjumpa.

Kehidupan Alex pasca bercerai adalah bagian yang sangat menarik. Bagaimana dia berusaha untuk bangkit dan move on dari bayangan seorang Beno. Tapi ditengah upaya “menghilangkan” seorang Beno dari hidupnya, Alex sendiri belum bisa menghapus Beno dari “dada” nya. Bayangkan yaa, di dada kiri Alex itu masih ada sebuah tattoo bertuliskan nama Beno, yang ia buat waktu mereka honeymoon di Bali.

“Jadi lebih penting punya Furla baru daripada ngilangin nama mantan laki lo dari dada lo?”

Dan Alex sempat merasa berat untuk menghapus tattoo tersebut. Alex bahkan masih mempercayai Beno sebagai dokter pribadinya yang selalu dia repotin waktu sakit. Lahhh???

Lalu munculah seorang Deni yang digadang-gadang sebagai calon suami Alex selanjutnya. Pria yang hampir sempurna dengan fisik, materi, dan kesabarannya yang ternyata belum mampu menggugah hati Alex 100%. Kasian sekali si Deni ini.

Well, kegalauan Alex, dinginnya seorang Beno, dan sabarnya seorang Deni menjadi hal yang sangat menarik di novel ini. Tarik ulur, love and hate, antara Alex dan Beno menjadi sebuah kontras yang lucu. Bagaimana Alex yang membeci sekaligus membutuhkan Beno dalam hidupnya.

Mbak Ika mampu meramu kalimat demi kalimat dengan sangat baik sehingga tidak membosankan dan kelihatan sangat alive! Tema atau ide tentang perceraian tergolong unik dan kreatif karena masih jarang dikupas di novel manapun. Overall ini novel yang sangat bagus untuk para bookworm yang merasa jenuh dengan tema itu-itu saja. Happy reading :)
Profile Image for Nanny SA.
343 reviews41 followers
June 1, 2012
Setelah beberapa kali membaca novel metro pop, ternyata isinya banyak yang mirip-mirip ,misalnya : bertebaran nama makanan dan minuman 'elite' yang bikin ngiler'; tempat makan (resto, cafe,) yang oke; merk-merk baju, tas , sepatu yang ngetop; latar belakang sosial, dan pendidikan yang tinggi; pernah tinggal atau sekolah di luar negri... .ya ialah namanya juga metro pop :D

Divortiare pun demikian kisahnya; Alexandra (Lex ) seorang banker cantik dan pintar bercerai dari suaminya Beno seorang dokter bedah yang ganteng, alasan perceraiannya sudah tidak cocok lagi karena masing-masing sibuk dengan pekerjaan yang menyita waktu . Alexandra merasa Beno lebih mementingkan pasien dari pada istrinya sendiri sehingga menimbulkan pertengkaran yang tiada henti. Setelah perceraianpun mereka tetap merasa saling membenci tapi ternyata ..susah untuk saling melupakan a.k.a benci tapi rindu :D. Bahkan ketika Alexandra telah bertunangan dengan Deni -sosok lelaki tampan , mapan , latar belakang sosial berkelas yang pernah berteman semasa sekolah di Australia- pun Lex masih tetap diselimuti keraguan, karena kenangan akan kebersamaan dengan Beno selalu melintas di benaknya.

Kedua tokoh utama kelihatan saling dendam dan benci , setiap bertemu mereka selalu bertengkar, saling tersinggung dan selalu marah-marah sehingga membuat capek membacanya. Selain itu agak mengganggu pemakaian bahasa Inggris yang hampir mendominasi cerita ini (atau ini adalah ciri kehidupan para sosialita sekarang ), ada lagi yang patut dipertanyakan yaitu apa perlunya tiap judul bab memakai bahasa latin dengan note( di bawah ) diterjemahkan memakai bahasa Inggris –bukan bahasa Indonesia - (mungkin dengan asumsi semua pembaca nya lebih mengerti bahasa Inggris). :( .

Jalan cerita biasa saja , akhir cerita nya pun bisa ditebak, walaupun eksekusi di akhir cerita lumayan menarik. Banyak istilah-istilah perbankan dan penjelasannya disampaikan dengan fasih ( mungkin karena penulisnya juga seorang banker) sehingga dapat menambah wawasan tentang dunia perbankan.

Eh..Divortiare bahasa apa ya ..? artinya 'divorce' kah..:D

Dua setengah bintang untuk ceritanya, tapi tambah setengah karena covernya bagus, jadi 3 bintang dari saya.
Profile Image for Gita.
105 reviews46 followers
March 6, 2014
Alexandra. Late twenty-something. A busy banker who wears branded fashion items and eats at fancy places. Where have I read that before? Oh right, her previous book (DAN her third book, Antologi Rasa). Dari awal udah agak-agak ngerasa, "Gosh, not again," but this is Ika Natassa we're talking about. I LOVED her Antologi Rasa, so obviously I'm going to taste all of her babies (that sounded way more normal in my head). Moving on:

I am so done with childish adults.

Kata Ninit Yunita, "Novel kedua karya Ika Natassa ini dengan sangat mudah bisa membuat orang jatuh cinta dengan gaya bertuturnya." Setuju. Aku memang suka banget dengan the way she writes. Ada yang sedikit kaku, but this one was way better dari novel pertamanya, A Very Yuppy Wedding, yang baru selesai aku tulis reviewnya beberapa menit lalu.

Tapi yang aku nikmati dari the whole journey of Divortiare ya itu aja, kayaknya. Aku kembali dipertemukan sama tokoh utama yang nggak bisa aku mengerti (atau sukai, in that case), jadi aku nggak bisa peduli sama masalah dia sama sekali.

I mean, Alexandra ini udah 29, udah pernah nikah, udah cerai, dan masih sangat, sangat childish to be picking fights with her ex-husband every time they are in contact. EVERY. SINGLE. TIME. Nggak bisa jawab pertanyaan dengan biasa aja tanpa harus take offense in everything Beno (mantan suaminya) says. Selain egosentris, dia insecure, plin-plan, dan ga bisa tegas sama perasaan sendiri. Dear God, semoga aku udah nggak kayak gitu lagi when I turn 29 in 7 years, ya.



Baca novel ini terus denger soal perceraian artis-artis di TV (iya maaf ya aku masih nonton gossip, hiks) bikin aku bener-bener mikir lagi soal lembaga pernikahan. It's definitely not for people who only think for themselves, huh.

Udah ah gini aja ya "review"-nya, aku mau baca Twivortiare.
Profile Image for owleeya.
307 reviews100 followers
September 14, 2012
Review ini juga bisa dibaca di blog saya: http://theblackinthebooks.blogspot.co...

Buku Ika Natassa kedua yang saya baca. Yang pertama itu Antologi Rasa. Lebih suka dinaratori oleh Keara (dan Harris!) dibandingkan oleh Alex, tapi sebenarnya mereka sama-sama banker yang susah move on dari satu orang. Dan juga sama-sama punya sahabat perempuan yang bitchy dan MILF, dan juga sahabat laki-laki yang player.

Saya memang belum pernah menikah. (Lulus SMA aja belum!) (Kemudian ada Mbak Ika Natassa membaca resensi ini dan comment: YA TERUS KENAPA ELO BACA BUKU GUE KALO ELO MASIH UNDERAGE?) Tapi kalau patah hati pernah, sih. Bukan curhat.

Ibu saya pernah berkata, the first years of marriage are always the hardest. Jadi mikir, mungkin kalau Beliau membaca novel ini, pasti akan bilang kalau Alexandra dan Beno tidak pernah mencoba lebih keras, walaupun secara pelan-pelan.

"Beno is such a fool for letting you go."

Jujur, saya agak kurang sreg dengan novel ini. Mungkin karena Benonya jarang muncul ya, kecuali saat Alexandra sedang sakit atau gak sengaja ketemu. Selain itu, Beno hanya muncul di kepala Alexandra, saat-saat ketika Alexandra merindukan mantan suaminya atau membandingkannya dengan pacar baru Alexandra, Denny.

Other than that, the rest of the story is just fine. Cuma kasih 3 bintang karena ya itu tadi. Benonya jarang muncul, dan saya juga gak begitu dapat "feel"-nya dengan Alexandra.

Dan... kayaknya khas Mbak Ika banget ya mengakhiri sebuah cerita menggantung gitu aja. :))

"Choosing, however simple the choices are, is never really that simple. Bukanlah sekadar menjawab antara kertas atau plastik, teh atau kopi, hitam atau putih. Karena suka atau tidak, choosing is like balancing the idiosyncrasy of ourselves with the mere existence of others."
Profile Image for Intan.
20 reviews2 followers
September 3, 2008
I'm so surprised with this book! Gue awalnya agak-agak males beli, simply because at first i thought that it's just one of the metropop trashy series (sorry I must admit what i feel about chicklits). I chose to buy it since I was interested with the title; Divortiare. It means 'Divorce', doesn't it? Great idea! Let's enjoy the story about the REAL life.

And it was true, reading this book was such an addiction. I couldn't even stop it although it was already midnight. I loved the plot and the rationalities that came up even in a glamour-sophisticated-world-of-a-young-banker.

Eventough my first comment was: Gosh, what were you talking about Mbak Ika? She's just so lucky to have a chance to buy even the sale items of Jimmy Choo or Coach old-fashioned-oversized-bag. This is Jakarta, and most of us must have a feeling that we are truly underpaid of doing our job. haha..it's me, i know. Boro-boro masih bisa happy shopping Topshop, makan di Senci atau ngopi di Starbucks tiap hari aja udah ngabisin sebagian besar gaji ;p Gimana alokasi buat cicilan rumah, cicilan mobil, pulsa Hp, bla bla bla?

But at the end, I loved the story. I loved the story when Lexy rejects Denny, the perfect guy, with unreasonable reason. I loved the way Mbak Ika delivers me the whole feeling of Lexy, the-stunning-rich-smart-girl, who's can be turned into the ordinary one with a fragile heart and a unstoppable dependences.

Overall, I gave 4 stars for this book. The minus is just about the Jimmy Choo thing... ^.* hehe (Ouw, come on, get real!)
Profile Image for Manik Sukoco.
251 reviews28 followers
December 30, 2015
The prelude is catching my attention:
"Commitment is a funny thing, you know? It's almost like getting a tattoo. You think and you think and you think before you get one. And once you get one, it sticks to you hard and deep."

This book is actually focusing about two people, which no matter how hard they tried and denied it, still can't get over their feeling for each other after they got divorce.

The chemistry between Alexandra and Beno was so strong, since the very beginning through all of those moments, conversations, and heat discussions they had. After few years of marriage, knowing people mentally and physically, it's impossible for a couple to absolutely hate each other. Of course, there's love behind all of those never-ending-fights.

Alexandra, 27 years old workaholic banker, should have a bright future until she got divorce. She had been realized that the man who loves her, hurt her the most at the end. So hating him for a return, might always be her right choice. Little did she know that fate has a way of changing just when she doesn't want it to.
Profile Image for Kirana N.
71 reviews9 followers
September 12, 2019
Mungkin memang masa-masa membaca novel chick lit saya sudah berakhir di SMA (It Ends With Us sebagai pengecualian, karena it serves so much more than mere romanticism).

Memangnya ada ya, perempuan umur 26 tahun yang marah-marah sama suaminya yang selalu lembur karena ngurusin pasien di rumah sakit? Saya rasanya ingin membanting novelnya karena klise tidak karuan dan karakter Alexandra yang benar-benar tidak rasional. Diajak ngobrol sedikit sama Beno, mantan suaminya, langsung tersulut dan mengeluarkan kata-kata pedas. Untungnya lumayan menghibur, karena bercandaannya cukup lucu, namun tidak bisa menebus keklisean ceritanya dan ketidak jelasan Alexandra yang merupakan karakter utama di buku ini.

Ya, akhirnya diselesaikan juga sih karena sudah terlanjur penasaran. Haduh. Untung bukunya cukup tipis. Sialnya, karena endingnya gantung, tetap akan baca sequelnya juga, sih. Semoga karakternya lebih developed dan ceritanya lebih realistis.
Profile Image for yun with books.
715 reviews243 followers
July 16, 2020
Buku Ika Natassa yang paling aku suka. Karena ceritanya menarik dan ringan sekali untuk dibaca.
Pun, awalnya aku tertarik banget sama judulnya yang menurutku gak biasa.

Alex - Beno, pasangan yang menurutku unik dalam cara mereka sendiri. Suka....
Profile Image for Rossa Imaniar.
221 reviews5 followers
October 15, 2020

“Kalau tujuannya mencari pengganti, sampai kapan pun nggak akan nemu. Dia ya dia, cuma diciptakan Tuhan satu di dunia ini, nggak ada yang bakal nyamain. Yang harusnya gue cari itu laki-laki yang menyayangi gue, mencintai gue, dan bisa bikin gue percaya cinta lagi...

Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue jadi gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang lebih indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa lalu kan, Lex?”—Wina.


“Do you know when you need to compartmentalize your life? Selalu ada lebih dari satu kehidupan yang bisa kita miliki sampai kita menutup mata untuk selamanya. Kehidupan keluarga, kehidupan karier, kehidupan cinta, kehidupan persahabatan, to name a few. Dan mungkin memang sebaiknya kita punya lebih dari satu. Because then, if one life fails, we still have the other.”—Alexandra.


‘Divortiare’, menjadi novel keempat dari karya Ika Natassa yang kubaca. Dan, aku cukup suka dengan novel ini. Jujur, dibanding ‘Critical Eleven’ aku lebih suka ‘Divortiare’. Feel-nya lebih dapet di novel ini.

Ya walau novel ini, bukan tipe novel romance yang bikin pembacanya baper akut... Tapi cukup membuat hatiku teraduk—di bagian pertengahan sampai menuju ending tepatnya.

Jadi, novel ini berkisah tentang Alexandra Rhea dan Beno Wicaksono. Alexandra Rhea yang biasa disapa Lexy/Alex, adalah perempuan berusia 27 tahun. Si workaholic yang bekerja sebagai ‘Relationship Manager’ di sebuah bank ternama di Jakarta. Dan, Beno Wicaksono, lelaki yang umurnya terpaut 8 tahun dari Alex adalah seorang 'Dokter Bedah—Spesialis Jantung’.

Mereka berdua adalah sepasang MANTAN suami istri. Ya.. mereka adalah mantan suami istri, yang harus bercerai di usia pernikahan mereka yang terbilang muda—baru dua tahun pernikahan lho.

Sebab apa mereka bercerai?? Pingin tahu?? Penasaran??? Nah, coba dech kalian baca sendiri. Biar lebih seru kalo kalian tahunya itu dari baca sendiri... 😊

Oh ya, mungkin, buat kalian yang belum tahu..
Novel ‘Divortiare’ ini ada lanjutannya lho.. Yaitu novel ‘Twivortiare’ dan ‘Twivortiare 2’. Jadi, nanti kalian pas baca novel ‘Divortiare’ ini, jangan kaget ya kalo nggak dapet klimaks cerita dan nemuin ending yang ngegantung bangeeeeet. Karena memang novel ini ada lanjutannya.

Nah, untuk di novel ‘Divortiare’ ini, cerita berpusat pada perjalan hidup Alex setelah berpisah dengan Beno. Tentang bagaimana Alex berusaha untuk melepaskan Beno dalam kehidupannya. Jadi sudut pandang cerita di sini diambil dari sudut pandang Alex. Yang otomatis Alex adalah tokoh sentral di novel ini. Entah nanti di novel kelanjutannya apakah Alex tetap jadi tokoh sentralnya.. Atau malah gantian Beno yang jadi tokoh sentralnya. Harus segera baca kelanjutannya nech biar tahu... 😁

Okehh, sampai di sini dulu review suka-suka dari aku. Semoga dengan membaca reviewku—yang acakadul—ini, kalian yang belum baca novel ‘Divortiare’ jadi tertarik buat baca.. 😊😊
Happy reading.. 🤗
Profile Image for Shuhada Ramli.
353 reviews17 followers
September 9, 2019
Rating : 5 stars

Review : Saya sebetulnya menjadi teruja untuk membaca siri ini ketika #Twivortiare mula ditayangkan. To be very honest, the book is full of romantism and love portion. Athough this starts with their divorce but it ends with fluffy love (oppss, sorry ya! udah bikin spoiler!). This reminds me of why I love Ika Natassa. She has every way of making the story so romantic and heart warming. Sejujurnya saya terlalu menjiwai penceritaan ini. Setiap karektor fiksyen di dalam buku ini, sempurna dan memberikan kepuasan jiwa kepada saya sebagai pembaca.

Do I feel tortured while reading this book? YES. I did. I felt exactly how Alex felt. I do agree that it is not easy to open the heart to someone else after the divorce. To fill in the emptiness is easy, but to be sure that the next person whom you were with is the right one for you to settledown is the most difficult part because you do not want to repeat the mistakes again.

But one thing I disagree with Alex, she is the kind of woman yang kehidupannya very independant. Neither likes being controlled, nor being helped for any thing (agree sama kamu Wina!). She didnt require or rely on someone else, not even Beno nor Denny. Antara lain yang saya tidak setuju dengan Alex is, dia sepatutnya memahami kerjaya Beno. Although I do agree that she might felt lonely because Beno is the most busiest heart surgeon specialist, but what else can be done? That is his job. Aside to Beno, yeah... he is not the type yang romantis, tapi... he has his own way of lighting up the love. Aduh... bayangkan Reza Rahadian is Beno. Aduh! Aduh!... Seru seperti fan girl saya di sini.

Watak-watak sampingan lain sangat membantu di dalam penceritaan ini. Scenario di hospital, di bandara, gerai makan, kantor dan mall semuanya seperti nyata diceritakan oleh Ika. It's difficult to put it down and it was too intense reading it when they both fight all the time. I love this book so much.

Would I reread it? OF COURSE YES!

Sejurus selepas saya tamat membaca divortiare, twivortiare menyusul. Sebetulnya saya terbaca twivortiare terlebih dahulu dan mula sedari bahawa salah sekuel bacaan saya lalu saya berhenti dan terus membaca divortiare. Segalanya demi Reza Rahadian! Anything for you Reza!


This review is from my point of view. We may have different opinions. Feel free to share if there is any.
Profile Image for Doddy Rakhmat.
Author 4 books4 followers
August 12, 2018
Divortiare sebuah novel metropop karya @ikanatassa yang mengajak perasaan kita naik dan turun bagai menumpangi roller coaster. Mengangkat tema perceraian, tapi tidak menjadikannya tabu seperti pemahaman yang berkembang di khalayak.

Ini adalah bagian favorit menurutku,
"Selalu ada lebih dari satu kehidupan yang bisa kita miliki sampai kita menutup mata untuk selamanya. Kehidupan keluarga, kehidupan karier, kehidupan cinta, kehidupan persahabatan, to name a few. Dan mungkin memang sebaiknya kita punya lebih dari satu. Because then, if one life fails, we still have the other."

Jadi kepengen baca kelanjutan kisah Alexandra dan Beno nih :)

Senang ada menyebutkan kata Sampit beberapa kali di dalamnya, ternyata kak Ika pernah dinas ke Sampit juga. My home sweet home.


#BacaanDoddy2018
Profile Image for ekarifin.
197 reviews2 followers
July 31, 2015
GENERAL WARNING:
---bukan review yang sebenarnya---

May cause prolonged delusion:
Check. Senyum-senyum sendiri sambil bikin teh Tong Tji di dapur mess yang jauhnya sekilo (nggak ding, tapi lumayan jauh dari kamar), terus upload poto di Instagram dan update status absurb di Path jam setengah satu pagi, termasuk kategori prolonged delusion nggak Dok? Atau ini gejala awal penyakit jantung? (Ceritanya lagi konsultasi gitu sama Dr. Beno Wicaksono, jadi kudu ada hubungan sama jantung kan)

Hyper-romanticism:
Check. Pas baru beberapa halaman baca langsung ngecek-ngecek hape gitu, kapan sang suami bakal telpon. Karena kalo aku yang telpon percuma nggak bakalan nyambung, berhubung dia kudu mendaki-daki bukit dulu buat nemu sinyal (serius ini gak boong). Itu Hyper-romanticism bukan?

Temporary Insanity:
Check. Itu tadi tiba-tiba pengen teh Tong Tji jam setengah satu pagi masuk Insanity kan ya? Walaupun temporary sih, karena setengah jalan langsung nyesel gitu, messku bentuknya rumah panjang, yang setiap kamar pintu-nya berakhir di teras panjang, yang pemandangannya langsung nawarain pemandangan Hutan Terlarang dan Mount Olympus gitu, dan dapurnya diujung sonoooo... bisa dibayangkan, siapa dan apa2 aja yang sedang menatapku dari barisan pohon2 itu?? Hiiiiiiiii

Insomnia:
Check. Sekali lagi, jam setangah satu pagi masih ngebet teh Tong Tji dan upload poto2 nggak jelas di Instagram, kalo bukan insomnia apa lagi namanya coba?

Selective Memory Loss:
Check. Gara-gara tidur jam 2 pagi, terus solat subuh jam setengah tujuh pagi (yang penting solat), pas ngerjain Plantation Advisory Report, aku harusnya bikin PT wise, tapi malah kubuat Project wise. Hmm... memory Loss bukan Dok? (dalam bayanganku dokter Beno lagi merhatiin aku gitu deh sambil manggut2)

Spontaneous Crying:
Check check check. Maid ku pasti bingung deh bersihin kamarku tadi pagi, ini tissue banyak beneeerr.

Uncontrollable Giggles:
Check check check check. Haha... Dokter sadar kan dari tadi aku senyum-senyum terus? (si dokter Beno masih manggut2)

Changes in Appetite:
Check. Well, nggak tau sih ini ada hubungannya atau nggak. Tapi aku makannya dikit banget tadi, walau kemungkinan besar sih karena ini hari Jumat, yang artinya menu mess adalah apa adanya, karena mobil supplier yang biasa nyetok bahan makannya cuma dateng pada hari Selasa dan Jumat sore nanti. So, ya makan apa adanya.

Irresistible urge to write quotes:
Check. What do you think I'm doing right now if not quoting?

Compulsive Buying.
Super duper check. Gara-gara baca ini buku, barusan menstransfer sejumlah uang (tadinya mau beli dua buku Twitvortiare-nya mbak Ika Natassa aja di Grazera, tapi sayang ongkir kan jadinya hiks hiks hiks belanja sekalian deh buku yang lainnya). Padahal udah over budget lhoo bulan ini... T_T tapi suamiku bakal ngerti kok ya. Toh cewek mana yang suka digantungin sih, coba deh baca halaman terakhir buku ini, gantung kan, gantung kan? Makanya aku beli buku lanjutannya biar nggak gantung.

Unexplainable peace of mind:
Check. Dan sepertinya ini nggak ada hubungannya sama suamiku yang besok mau weekend di kebun sini hihihihi... well fifty-fifty sih hahahahahaha...

Dear Mbak Ika Natassa ,

Seperti yang saya udah upload di Instagram tadi malem (jam setengah satu pagi mbak), ini adalah perkenalan pertama saya dengan mbak, dan sangat tidak mengecewakan. Sepertinya kita bakalan langgeng deh mbak. Hehe...

Sincerely Yours,

e

nb: sekarang tinggal duduk manis, menunggu kiriman buku-nya tiba di kantor.
Displaying 1 - 30 of 500 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.