Jump to ratings and reviews
Rate this book

Lingkar Tanah Lingkar Air

Rate this book
Pergolakan perang mempertahankan kemerdekaan RI antara tahun 1946—1950 menyeret banyak pemuda kampung ke dalam kancah perjuangan bersenjata. Di antara mereka adalah Amid dan kawan-kawan yang berjuang di bawah panji Hizbullah. Amid dan kawan-kawan bertempur dan membela kemerdekaan RI sebagai kewajiban iman mereka. Amid pribadi bertekad setelah situasi damai akan bergabung menjadi anggota tentara resmi negara.

Tetapi sejarah membawa Amid masuk menjadi anggota laskar DI/TII yang menentang Pemerintah RI. Amid yang sesungguhnya seorang yang sangat cinta Tanah Air sering bimbang karena pasukannya sering memerangi warga seagama, bahkan suatu kali Amid menembak mati seorang tentara yang di sakunya tersimpan kitab suci dan tasbih. Dia tidak sedih ketika Khalifah DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo tertangkap dan menyerukan seluruh laskarnya menyerahkan diri.

Tiga tahun kemudian Amid dan kawan-kawan malahan diminta oleh tentara untuk membantu menumpas pasukan komunis yang bertahan di hutan jati. Mereka kembali mengangkat senjata, kali ini atas nama Tentara RI, sesuatu yang pernah amat didambakan Amid; bertempur dengan semangat jihad untuk Republik.

164 pages, Paperback

First published January 1, 1999

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Ahmad Tohari

44 books428 followers
Ahmad Tohari is Indonesia well-knowned writer who can picture a typical village scenery very well in his writings. He has been everywhere, writings for magazines. He attended Fellowship International Writers Program at Iowa, United State on 1990 and received Southeast Asian Writers Award on 1995.

His famous works are trilogy of Srintil, a traditional dancer (ronggeng) of Paruk Village: "Ronggeng Dukuh Paruk", "Lintang Kemukus Dini Hari", and "Jantera Bianglala"

On 2007, he releases again "Ronggeng Dukuh Paruk" in Java-Banyumasan language which is claimed to be the first novel using Java-Banyumasan. Toward his effort, he receives Rancage Award 2007. The book is only printed 1,500 editions and sold out directly in the book launch.

Bibliography:
* Kubah (novel, 1980)
* Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
* Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
* Jantera Bianglala (novel, 1986)
* Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
* Senyum Karyamin (short stories, 1989)
* Bekisar Merah (novel, 1993)
* Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
* Nyanyian Malam (short stories, 2000)
* Belantik (novel, 2001)
* Orang Orang Proyek (novel, 2002)
* Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
* Mata yang Enak Dipandang (short stories, 2013)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
161 (31%)
4 stars
218 (42%)
3 stars
116 (22%)
2 stars
18 (3%)
1 star
4 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 129 reviews
Profile Image for Fahri Rasihan.
475 reviews108 followers
September 30, 2017
Ini merupakan pertama kalinya bagi saya membaca karya Ahmad Tohari. Saya sangat menikmati cara bercerita Ahmad Tohari yang sederhana dan lugas. Meskipun novel ini cukup tipis, tapi cerita dan konflik yang terdapat di dalamnya sangat berbobot dan tidak berlebihan. Cover bukunya pun menggambarkan tema cerita dari novel ini. Terlihat seseorang yang sedang memegang senjata api dengan latar pepohonan dan langit yang mulai gelap, sangat menggambarkan tokoh Amid yang sering bersembunyi di dalam hutan belantara.

Sebenarnya ini juga merupakan pengalaman pertama bagi saya membaca novel dengan tema perang pasca kemerdekaan. Tema-tema cerita seperti ini juga masih sangat jarang diangkat oleh penulis-penulis Indonesia di zaman sekarang. Padahal dengan mengangkat tema cerita seperti ini, secara tidak langsung penulis juga memberikan edukasi bagi pembaca tentang sejarah kemerdekaan Indonesia. Saya suka dengan cara Ahmad Tohari menceritakan kisah Amid di tengah pergulatan sejarah Indonesia, dimana munculnya rasa nasionalisme untuk membela tanah air pada setiap pemuda pada masa itu. Dimana darah muda yang penuh dengan ego dan nafsu, yang membuat mereka mudah untuk diadudombakan oleh orang-orang komunis.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Amid, yang merupakan seorang pemuda desa yang sangat ingin membela tanah airnya dari para penjajah dengan cara yang baik dan benar. Akan tetapi, rekan-rekannya tidak sejalan dengan pemikiran Amid dan lebih memilih melawan pemerintah untuk mencapai tujuan mereka yang mencurigai adanya pihak komunis dalam barisan tentara nasional. Maka Amdi pun secara terpaksa harus mengikuti pilihan rekan-rekannya dengan bergabung ke dalam pasukan Darul Islam. Saya sendiri sebenarnya cukup menyukai karakter Amid yang setia kawan, tapi apakah sikap setia kawan itu harus tetap dilakukan jika kawan-kawan kita mengajak ke jalan yang salah? Padahal saya berharap tokoh Amid ini akan melakukan pemberontakan terhadap ajakan rekan-rekannya dan lebih memilih nasihat Kyai Ngumar untuk bergabung dengan tentara nasional.

Alur ceritanya sendiri berjalan dengan sangat cepat karena penulis ingin segera menyuguhkan konflik yang dialami oleh Amid dan rekan-rekannya. Menggunakan sudut pandang orang pertama melalui tokoh Amid, membuat saya memahami gejolak batin yang dialami oleh Amid. Dimana di satu sisi dia ingin menjadi pemuda yang baik dengan bergabung dalam tentara nasional, tapi di sisi lain dia juga tidak ingin mengkhianati rekan-rekannya. Alur yang digunakan adalah alur maju-mundur yang memberikan penjelasan bagaimana awal mula Amid dan rekan-rekannya bisa bergabung dengan pasukan Darul Islam.

Bisa dibilang gaya bahasa dalam novel ini masih menggunakan gaya bahasa lama dan baku. Ini wajar karena memang novel ini pertama kali terbit di tahun 1990 yang pada saat itu masih berupa cerita bersambung. Namun, meskipun masih menggunakan gaya bahasa lama dan baku, tapi kita tidak akan kesulitan untuk memahami isi ceritanya yang sederhana. Saya juga tidak menemukan typo sama sekali saat membacanya, sehingga tidak mengganggu kenyamanan ketika membaca.

Konflik yang terdapat dalam novel ini bisa dibilang cukup kompleks dan geregetan. Dimana tokoh Amid yang harus berperang melawan pemerintah akibat pilihannya untuk bergabung dengan Darul Islam. Saya suka dengan gejolak batin yang dialami oleh Amid yang tetap ingin bergabung dengan tentara nasional, padahal dia sudah menjadi buronan pemerintah. Menurut saya, Amid ini hanya korban nafsu dan ego rekan-rekannya yang berhasil diadudombakan oleh pihak komunis.

Secara keseluruhan Lingkar Tanah Lingkar Air berhasil menceritakan kisah Amid dengan latar belakang sejarah Indonesia. Ahmad Tohari tak hanya menceritakan kisah Amid, tapi juga pergolakan batinnya yang harus memilih antara tindakan yang dia anggap benar atau rekan-rekannya sendiri. Saya sendiri jadi lebih paham dengan sejarah pertikaian pemerintah dengan Darul Islam yang berhasil diadudombakan oleh pihak komunis. Sebuah novel sejarah yang ringan dan penuh dengan makna nasionalisme.

Selengkapnya : https://www.facebook.com/notes/fahri-...
Profile Image for Wahyu Novian.
333 reviews40 followers
December 27, 2019
Kalau dari dulu saja sudah ada cerita macam ini, ngeri juga ya politik negara. Rakyatnya dibuat kebingungan akan mana yang benar. Betul, semua cerita punya segala sisinya. Tapi saat niat baik kemudian tertutupi isu-isu yang dibuat-buat, jadilah segalanya kabur.

Novel-novel Ahmad Tohari masih bisa relevan dengan keadaan sekarang. Niat baik belum tentu bisa terkabulkan begitu saja. Seperti tokoh-tokoh di buku ini yang mau saja bergabung dengan republik dan kemudian kejadian yang tidak mengenakan terjadi lalu menjadi isu yang semakin tidak jelas. Ah!!
Profile Image for winda.
350 reviews12 followers
August 18, 2015
Aku merasakan adanya dua kekuatan tarik-menarik, suatu pertentangan yang mulai mengambang dalam hatiku. Seorang lelaki, militer yang baru kubunuh itu, agaknya ingin selalu merasa dekat dengan Tuhan. Dan ia telah kuhabisi nyawanya. Sementara itu aku harus percaya bahwa Tuhan yang selalu ingin diingatnya melalui tasbih dan Quran-nya itu pastilah Tuhanku juga, yakni Tuhan kepada siapa gerakan Darul Islam ini mengatasnamakan khidmahnya. Hatiku terasa terbelah oleh ironi yang terasa sulit kumengerti.


Pergulatan batin Amid ketika menjadi tentara hizbullah, di bawah naungan Darul Islam semakin menjadi ketika mereka mulai membunuh kiayi yang pro Republik juga tentara Republik yang padahal beragama yang sama. Jauh dari niat awal perjuangannya dulu, lillahitaala jihad melawan penjajah Belanda. Apalagi dalam hati Amid sebenarnya sepakat dengan saran Kiayi di kampungnya untuk menggabungkan diri dengan tentara ketika perlawanan terhadap Belanda berakhir, namun sebuah kejadian membuat barisan pemuda Hizbullah menjadi musuh tentara RI dan bergabung dalam DI/TII, sehingga mereka bergerilya dari hutan ke hutan. Amid semakin resah akan perjuangan yang dijalankan apalagi ketika istrinya mengandung dan melahirkan anaknya di tempat yang tidak layak, Amid merindukan kehidupan normal.
Segera, setelah Kartosuwiryo ditangkap dan menyerukan seluruh pasukan Hizbullah untuk menyerahkan diri dan meminta pengampunan dari pemerintah RI, Amid dan teman-teman seperjuangannya menyerahkan diri dan mengikuti indoktrinasi sehingga bisa kembali ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga. Namun, kehidupan di kampung, Amid merasa dikucilkan terutama oleh orang orang komunis. Amid merasa curiga terhadap orang-orang tersebut yang seringkali mengadakan rapat, bahkan sebelum pasukan DI dibubarkan, pasukan bersenjata komunis mengaku sebagai pasukan DI untuk meneror dan merampas harta dari masyarakat. Karena dianggap mengetahui seluk beluk gerakan komunis ini, Amid dan rekan-rekan nya diminta bantuan oleh tentara RI untuk menumpas pasukan komunis. Sampai akhirnya Amid mencapai apa yang dicita-citakan selama ini.

selalu suka buku yang ditulis ahmad tohari tentang kemanusiaan, kali ini dari seorang pejuang-yang berjuang menurut apa yang diyakininya tapi tak selalu digambarkan sebagai sosok sempurna. Amid justru digambarkan sosok yang kurang berani.
Profile Image for Alluna.
218 reviews5 followers
August 27, 2015
"Mid, kamu tahu bahwa dulu orang Cina, orang Portugis, juga orang Inggris menyebut semua penduduk Indonesia dari Aceh sampai Sunda Kecil sebagai orang Selam?
Maksudnya jelas, Islam. Kamu mengerti artinya?
Artinya, Selam adalah sebutan untuk semua orang yang tinggal di Aceh sampai Sunda Kecil tadi. Ya, pribumi itulah.
Dulu, di mata orang asing, juga dalam perasaan kita semua, Selam dan Tanah Air adalah dua sisi dari mata uang, seperti Pandawa dan Amarta. Orang-orang tua kita di sini, yang sembahyang atau tidak, yang santri atau yang abangan, bahkan juga orang dul-dulan, sama-sama merasa sebagai orang Selam. Mereka bersaksi bahwa Gusti Allah adalah Tuhan Yang Esa. Kanjeng Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Mereka sejak lama hidup rukun dan gotong-royong. Jadi aku tak paham mengapa si Suyud kini tak mau bergabung dengan tentara resmi hanya karena di sana banyak anggota yang tidak sembahyang."


"Nanti dulu, Kiai. Maafkan, saya memotong. Dari kata-kata Kiai tadi, bolehkah saya menarik kesimpulan bahwa sebenarnya sembahyang tidak penting?"

" Mid, kamu keliru. Para ulama seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dsb, bahkan aku sendiri misalnya, tak pernah lupa mengajari orang untuk bersembahyang. Bukan hanya mengajarkan bacaan dan tata caranya, melainkan juga, dan ini yg paling penting, mengajari jiwa agar setiap orang bisa mewajibkan diri mereka sendiri untuk bersembahyang.
Ya. Sembahyang adalah kewajiban yang datang dari Tuhan untuk setiap pribadi yang percaya. Ya. Kewajiban sembahyang tidak datang dari seseorang untuk orang lainnya. Maka secara pribadi aku tak berani mewajibkan apa-apa kepada orang lain karena aku juga tak mungkin memberinya pahala dan tak pula berhak menghukumnya. Lalu bagaimana dengan Suyud yang seakan-akan mau mewajibkan suatu yang jadi hak Allah, yaitu sembahyang, kepada orang lain?"


nice book :)
Profile Image for Darnia.
769 reviews101 followers
March 4, 2016
"Politik menguasai segalanya, tak menyisakan apapun... agama, seni, keluarga... politik telah mengambil alih segalanya." - Aung San Su Kyii dalam buku The Glass Palace karya Amitav Ghosh

Jarang sekali gw mendapati buku yg menjadikan masa-masa perjuangan DI/TII sebagai setting. Dalam buku Ahmad Tohari kali ini, kita diajak menelusuri nasib serta kenangan seorang laskar Hizbullah yg bernama Amid. Bagaimana awalnya kisah Amid hingga tergabung dengan laskar Hizbullah pimpinan Kang Suyud, bersama Kiram, Jun dan Jalal, kawan-kawannya. Kemudian kita diajak melihat bagaimana nasib mereka sebagai pelarian karena dianggap musuh negara, hingga akhirnya muncul sebuah peristiwa yg meluluh lantakkan negeri ini yg juga menjadi titik balik perjuangan mereka.

Seperti biasa, Ahmad Tohari piawai sekali meramu peristiwa. Meski tokohnya masih masyarakat awam, namun terasa sangat manusiawi. Bagaimana kegundahan hati Amid serta pertentangan nuraninya antara mengikuti nasihat gurunya, Kyai Ngumar, atau setia kepada kawan-kawannya dengan mengatasnamakan agama. Gw jadi berpikir, apakah mungkin ini model dilema yg sering dialami orang-orang yg tergabung dalam apapun yg membawa-bawa unsur agama, namun pada praktiknya malah mengundang sentimen masyarakat karena sudah "dikotori" kepentingan politis sebagian kalangan? Atau mungkin saja, gw yg terlalu paranoid? Apapun itu, membaca buku Ahmad Tohari yg ini, benar-benar mengingatkan gw akan ucapan Su Kyii yg itu.

Terima kasih iJak atas peminjaman bukunya
Profile Image for Ipeh Alena.
526 reviews22 followers
June 1, 2020
Karya - karya Ahmad Tohari selalu lekat dengan kehidupan pedesaan. Dibuktikan dengan narasi situasi dan tempat yang menggambarkan tentang suasana pedesaan. Seperti dalam narasinya di halaman 99, “aku meneruskan perjalanan melewati padang perdu, menyeberangi sungai-sungai gunung dan menembus kebun singkong.”


Tak heran, karena Ahmad Tohari merupakan penulis yang masih suka tinggal di sebuah desa, di daerah Banyumas dibandingkan hidup dan tinggal di Jakarta. Di setiap karyanya, ia tak pernah lepas dari penggambaran kehidupan pedesaan. Juga senang menyeritakan kehidupan masyarakat di pedesaan.


Meskipun banyak karya sastra yang menuliskan tentang Darul Islam dan selalu menuai pro dan kontra. Novel ini tetap menarik untuk dibahas dan ditelaah. Walaupun secara kasat mata, tampaknya seperti menyeritakan kehidupan biasa seorang lelaki yang memutuskan menjadi tentara Darul Islam. Namun, isi yang ingin disampaikan oleh Ahmad Tohari melalui pertentangan batin dan situasi dan kondisi sulit yang dialami tokohnya. Justru merupakan pesan-pesan yang tak disampaikan secara langsung.

https://www.bacaanipeh.web.id/2020/05...
Profile Image for shira.
88 reviews3 followers
July 20, 2023
It's really kinda challenging reading this.. But I'm sad that Amid died in the end :( I hope he still can live a normal life more...
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for S.S..
13 reviews2 followers
January 17, 2016
Ahmad Tohari, sebagai seorang satrawan sungguh apik menyampaikan pesan-pesannya dalam novel ini. Bahasa yang digunakan sederhana namun tak membuat kelas novel ini turun. Beberapa percakapan bernada canda dan tingkah polah lucu khas jaman perang dimasukkan sebagai bumbu yang membuat pembaca tak jenuh dengan novel ini. Sungguh enak menikmati novel dengan 168 halaman ini. Penggunaan kalimat yang efisien. Ringkas namun bernas. Menggambarkan bagaimana lihainya Ahmad Tohari merangkai kata. Membawa imajinasi kita ke jaman-jaman awal kemerdekaan, menjadikan kita sebagai seorang buronan dan orang alasan, dan juga tak sadar jiwa nasionalisme kita terpupuk.

Secara keseluruhan novel ini patut untuk diapresiasi dan dihargai lebih. Bukan dengan nominal rupiah yang saat ini terpuruk karena jiwa nasionalisme kita memang tengah turun. Namun, penghargaan yang besar akan sebuah karya yang membuat kita merasa betapa kecilnya andil kita dalam perjalanan bangsa. Kita akan bertanya, apa yang telah kita berikan pada bangsa ini. Malunya kita kepada anak-anak muda dijaman baheula. Kecintaannya kepada tanah air melebihi nyawa yang bersemanyam di dalam raga. Lalu kita saat ini ?
37 reviews1 follower
October 17, 2016
fiksi kadang memang bisa terasa lebih nyata dari apapun. ayah mama (which is kakek) termasuk orang yang mengalami sendiri perang pendirian negara islam ini. membaca buku ini seperti mendengarkan kembali seluruh ceritanya dengan sedikit mengurang-ngurangi.

iya saya akui bagian amid yang terbangun dan terbangun lagi dari lamunannya itu cukup repetitif dan menjengahkan, tapi bila kita kesampingkan hal itu, Ahmad Tohari dengan ciri khasnya berhasil membuat saya jatuh semakin sakit dalam mencintai sastra dan diksi bahasa lama.

Perlu sekali lagi saya tekankan bahwa, kau tidak mencari cerita dalam karya Ahmad Tohari, kau mencari rasa.

maaf, ini review saya ketika lapar
Profile Image for Nike Andaru.
1,406 reviews100 followers
June 17, 2019
128 - 2019

Buat saya, Ahmad Tohari selalu bisa bercerita dengan enak, begitu pun dengan Lingkar Tanah Lingkar Air ini. Bercerita pada tahun 1940an di mana Indonesia masih di jajah, orang-orang pada berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, tapi ternyata gak sampe di sana. Banyak orang menginginkan Negara Islam Indonesia, Hisbullah itulah nama gerakan Amid, Jun, Karim, Kang Sayud yang diceritakan dalam buku ini.

Sebenernya ceritanya biasa saja, cerita dari sisi Amid yang ingin bergabung dengan tentara Indonesia, eh justru ditembaki. Berasa denger cerita kakek zaman dulu gitu deh, sampe bersembunyi di hutan, susah ketemu keluarga, dan isu komunis yang kental zaman itu.
Profile Image for Salwa Isheeqa.
10 reviews1 follower
July 7, 2021
Bunda saya berkata, "Coba kamu baca buku karya Ahmad Tohari. Bagus." Sepertinya keputusan saya mengikuti saran beliau adalah keputusan yang tepat.

Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari. Konflik yang membuat pembaca terbuai dan merasakan betapa tegangnya suasana Tanah Air saat itu. Dikemas dengan apik dengan balutan kata-kata yang baku namun mudah dimengerti.

Amid dan kawan-kawan hanya memiliki 2 pilihan. Bertarung sampai menang atau mati. Berjuang membela kemerdekaan RI memanglah bukan hal mudah. Namun Amid melakukannya karena kewajiban iman dan cintanya pada Indonesia. Seperti apa yang dikatakan Kiai Ngumar, "Taat kepada pemerintah yang sah adalah kewajibanku, kewajiban menurut imanku, iman kita." (halaman 17)

Pertempuran membawa Amid masuk menjadi anggota laskar DI/TII yang menentang pemerintah RI. Perasaan Amid berkecambuk dan diselimuti rasa bersalah karena pasukannya sering memerangi warga seagama. Apalagi ketika terjadi penyerangan jip militer di wilayah antara kota Wangon dan Cilacap. Amid mendapati sesuatu yang memukul sanubarinya: seuntai tasbih dan sebuah Quran kecil ada di dalam kantong tentara yang ia tembak.

"Sembahyang adalah kewajiban yang datang dari tuhan untuk setiap pribadi yang percaya. Kewajibam sembahyang tidak datang dari seseorang untuk orang lainnya," ucap Kiai Nyumar. (halaman 54)

Bagian yang menguras airmata ketika Amid pulang ke kampung dan bertemu Emak dan Bapak. Dipeluk dan diusapnya rambut Amid oleh Emak menandakan jika beliau begitu menyayangi Amid. Tak sampai di situ, ketika Amid menemani Umi yang hendak melahirkan juga mengiris hati. Di mana Umi harus berjuang demi anaknya di tengah keadaan yang serba seadanya.

Di akhir cerita, sesuatu yang didambakan Amid terwujud: bertempur dengan semangat jihad untuk Republik. Selamat tinggal, Amid. Perjuanganmu demi Tanah Air, sudah terlaksana.
9 reviews
June 23, 2021
Buku tentang tokoh Amid, seorang laskar DI, yang ditulis sangat bagus oleh Ahmad Tohari. Ada 2 poin yang bener-bener buat aku kagum:
1. penggambaran latar tempat yang bikin berasa masuk menjelajah hutan jati dan berpetualang dengan Amid;
2. penokohan Amid yang bisa menarik simpatiku sebagai pembaca.

Salah satu buku yang akan aku rekomendasikan jika kalian bertanya tentang buku berlatar belakang konflik pasca-Kemerdekaan.

Kutipan favorit:
"... Bukan hanya mengajarkan bacaan dan tata caranya, melainkan juga, dan ini yang paling penting, mengajari jiwa agar setiap orang bisa mewajibkan diri mereka sendiri untuk bersembahyang.

"Ya. Sembahyang adalah kewajiban yang datang dari Tuhan untuk setiap pribadi yang percaya. Ya. Kewajiban sembahyang tidak datang dari seorang untuk orang lainnya. Maka secara pribadi aku tak berani mewajibkan apa-apa kepada orang lain karena aku juga tak mungkin memberinya pahala, tak pula berhak menghukumnya ...."
Profile Image for Itus Tacam.
61 reviews2 followers
November 8, 2017
Hizbullah-Republik-OPR-DI/TII

Amid dan kawan kawannya, santriwan menempuh perjuangan gerilya melawan penjajahan Belanda. Ke dalam barisan Hizbullah mereka dikomandokan. Perjalanan tempur yang diawali oleh keyakinan memperbaiki masa depan negeri lewat restu hadratussyech, yang lantas kemudian mengalami pembengkokan prinsip dan ideologi. Sehingga Amid kebingungan memposisikan dirinya diantara gagasan sadar akan adanya kekeliruan mendasar dan tantangan lain menghadapkan mereka menjujung kesetiakawanan. Selain itu, karena maraknya tuduhan mereka terkondisikan sebagai cap pemberontak. Walhasil, mereka jadi pesimis untuk kembali bisa diterima oleh masyarakat, rasa kepercayaan terhadap pemerintah tidak ada lagi sebab mereka merasa tidak aman lagi, merasa diburu dan juga disudutkan oleh keadaan. Karenanya, Amid dkk, menggabungkan diri ke DI/TII. Hari hari dilaluinya dalam persembunyian mempertahankan diri sampai dengan Kartosuwiryo membuat SK agar laskarnya meletakkan senjata, turun dan menyerah kepada pemerintah.

Yang menjadi bumbu di dalam novel ini adalah istri Amid yang sedang hamil menyertai Amid dalam persembunyiannya di hutan. Kemudian melahirkan di seorang putri di tengah rimba raya dengan bantuan paraji yang tak tega dan bersedia menampung ibu dan bayinya sementara waktu.

Saya agak cegek, pada halaman terakhir dalam penugasan Amid dkk membantu operasi militer menyerbu OPR ke hutan, si Amid tertembak, bersyahadat lalu mati. Padahal penulis menggunakan sudut pandang orang pertama (sudut pandanganya Amid). Rasanya kog nggak umum ajah. Yang akhirnya harus mati menceritakan obituarinya sendiri.

It,

...

__Lingkar Tanah Lingkar Air nya Ahmad Tohari;

Tentara Republik dan Hizbullah sama sama pasukan bersenjata yang melawan tentara Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan negara.

Ada perbedaan mendasar. Tentara Republik adalah pasukan resmi. Mereka bagian sah Republik. Maka selama Republik berdiri, mereka mutlak diperlukan kehadirannya. Republik pun wajib memberi mereka gaji, setidaknya kelak bila negeri sudah normal.

Hizbullah adalah gerakan perlawanan rakyat yang bersifat sukarela. Dasar niatnya lillahi taala, tujuannya wajib memerangi kafir yang membuat kerusakan di negeri ini seperti sudah difatwakan Hadratus Syeikh. Mereka lahir karena keserta-mertaan ulama. Karenanya tidak akan menerima gaji dan harus membubarkan diri setelah keadaan aman.

Tidak semua anggota tentara Republik beraliran komunis. Tak ada perang yang tanpa akhir.

Berkaitan dengan Suyud yang menolak bergabung dengan tentara Republik yang orang orangnya tidak taat sembahyang:
Dulu orang Cina, orang Portugis, juga orang Inggris menyebut semua penduduk Indonesia dari Aceh sampai Sunda Kecil sebagai orang Selam dan bukan kata pribumi (yang baru dipopukerkan mungkin oleh Ki Hajar Dewantara). Selam, Islam. Dulu, Selam dan Tanah Air adalah dua sisi mata uang, seperti Pandawa dan Amarta. Orang orang tua yang sembahyang atau tidak, yang santri atau abangan, bahkan orang dul dulan, sama sama merasa sebagai orang Selam. Mereka bersaksi bahwa Gusthi Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Kanjeng Nabi adalah utusan-Nya. Mereka sejak lama hidup rukun bergotong royong. Jadi aku tak paham mengapa si Suyud kini tak mau bergabung dengan tentara resmj hanya karena mereka ada yang tidak sembahyang. Sejak zaman dulu para ulama hidup damai dengan para santri maupun di tengah orang abangan. Para ulama bahkan tidak pernah membuat garis pemisah antara keduanya. Sehari hari mereka hidup dalam kebersamaan yang tak diragukan. Bahkan para ulama tidak menjauhi para bromocorah karena menganggap mereka orang sebangsa, orang Selam.

Bukan berati menarik kesimpulan bahwa sembahyang itu tidak penting. Sunan Bonang, Sunan Kalijaga tak pernah lupa mengajari orang sembahyang. Bukan hanya mengajari bacaan dan tata caranya, dan yang paling penting mengajari jiwa agar setiap orang bisa mewajibkan diri mereka sendiri untuk bersembahyang.

Sembahyang adalah kewajiban yang datangnya dari Tuhan untuk pribadi yang percaya. Tidak datang dari seseorang untuk orang lain. Maka secara pribadi aku tak berani mewajibkan apa apa kepada orang lain karena aku juga tak mungkin memberinya pahala, tak pula berhak menghukumnya. Lalu bagaimana dengan si Suyud yang seakan akan mau mewajibkan suatu yang jadi hak Allah, sembahyang, kepada orang lain?

Dalam riwayat dikatakan. Nabi sendiri mengikat perjanjian dengan Yahudi dan Nasrani dalam mempertahankan kota Madinah. Nabi bersetia dengan perjanjian sampai setelah pihak lain berkhianat.

Menjadi tentara Republik itu halal. Dan ingatlah pelajaran dalam Kitab, terhadap pemerintah yang sah kita wajib menaatinya. Bila Republik sudah diakui sebagai kekuasan yang lainnya otomatis tidak sah, meskipun Kartosuwiryo orang Islam dan benderanya dua kalimat syahadat. Bung Karno dan Hatta pun orang Islam yang menyusun kekuasan berdasar Ketuhanan dimana juga menjadi prinsip dan pokok ajaran Islam. Kekuasan mereka sudah diakui keabsahannya oleh masyarakat.
Profile Image for mei.
480 reviews112 followers
October 19, 2016
buku ini berhasil meyakinkan saya bahwa Ahmad Tohari memang pantas masuk dalam daftar penulis laki-laki kesukaan saya.
Saya membaca buku ini setelah main twitter. jadi ceritanya mau tidur tapi belum ngantuk trus iseng buka iJak, iseng baca dan hasilnya malah mata saya langsung segar dan rasanya nggak ikhlas gitu untuk meletakkan hp bahkan hanya untuk sekedar mengambil minum atau menggaruk kaki yang gatal.

Tulisan Ahmad Tohari di buku ini berhasil menghipnotis dan membawa saya ke masa perang dulu dan bahkan saya merasa si Amid seperti terus berbisik pada saya ''ayo ikut berpetualang bersamaku!''

satu yang paling mengecewakan saya adalah endingnya.

HHH WHY
kenapa harus seperti itu. kan saya jadi mewek ra karuan dan penasaran makin gak bisa tidur T_T

***

buku ini saya baca setelah main twitter saat pembahasan di twitter sedang bahas Lukman Sardi. dan gatau kenapa sepanjang baca buku ini saya mbayangin yang jadi Amid-nya itu beliau dan jadi Umi-nya itu chelsea Islan wqwq

Buku ini mencerahkan saya banget. Akhir-akhir ini sedang ramai di linimasa facebook dan twitter saya perihal pemilihan gubernur baru DKI yang ''katanya'' tidak boleh kalau tidak muslim. apalagi saya tinggal di lingkungan yang sebagian besar pendukung partai yg korupsi kasus daging sapi dan pengkiut efpei garis keras. Saya, yang berjilbab sering diwanti2 untuk tidak memilih pemimpin yang ''katanya'' kafir.

pada beberapa hal saya sempat setuju sih untuk memilih pemimpin yang seagama. tapi melihat banyaknya kemudahan dan fasilitas yang sudah diberikan pemimpin Jakarta saat ini yang benar-benar ''mengabdikan'' diri pada masyarakat,,,kok ya saya rasanya agak bimbang juga. benarkah tidak boleh memilih pemimpin yang tidak seagama.

Selain itu, pada beberapa kesempatan saya sering diajak ke pengajian ataupun sering mendengar selintingan obrolan di lingkungan sekitar saya tentang obrolan negara islam. saya selalu ingin nyeletuk, ''pak, bu, kita kan tinggal di negara republik, bukan negara islam'' tapi nggak pernah berani.

dan oh, kadang yang membuat saya agak heran dengan orang2 itu, mereka kerap berkoar begitu hebat tentang islam tapi sembahyang jarang dan bahkan sering telat. apakah yang seperti itu benar mencerminkan tentang islam?

Nah, di buku ini saya mendapat sedikit pencerahan.

''ya, sembahyang adalah kewajiban yang datang dari tuhan untuk setiap pribadi yang percaya. ya kewajiban sembahyang yang tidak datang dari seseorang untuk orang yang lainnya. maka secara pribadi aku tidak mewajibkan apa-apa kepada orang lain karena aku juga tak mungkin memberinya pahala, tak pula berhak menghukumnya. lalu bagaimana dengan si Suyud yang seakan-akan mau mewajibkan suatu yang jadi hal Allah yaitu sembahyang, kepada orang lain?'' (halaman 54)

di halaman ini saya agak tercerahkan tapi juga agak bingung, bukankah salah satu kewajiban setiap muslim itu saling mengingatkan ya(?) hhh

''suyud dengarlah, sudah pernah kujelaksan kepada Amid bahwa Nabi pun pernah bekerja sama dengan orang di luar islam utnuk menjamin keamanan negara Madinah. Bung Karno dan bung Hatta pun orang islam. mereka memimpin negara ini atas landasan yang telah disepakati pemimpin termasuk pemimpin islam maka kamu tak perlu mempermasalahkan negara islam atau republik.. saksikanlah jawabanku ini, dalam rangka melaksanakan ajaran islam sendiri, aku memilih republik...aku ingin kembali mengingatkanmu pada kandungan kitab. disana disebutkan hanya ada satu kekuasaan yang sah dalam satu negara. dengan kata lain bila republik sudah diakui sebagai kekuasaan yang sah lainnya otomatis menjadi tidak sah...'' (halaman 75 dan 76)

''kami merasa hebat hanya karena selama berjuang kami membawa panji yang bertuliskan kalimat syahadat'' (halaman 150)

surem, waktu membaca di halaman itu, pikiran saya benar-benar terbuka. saya banyak menyerap dan belajar hal baru. saya jadi teringat orang2 efpei yang sering berdemo yang membawa dan berteriak kalimat syahadat...apa yang sebenarnya mereka perjuangkan(?)

selama pemerintah yang sekarang bekerja dengan benar, kenapa tidak mereka dukung dan terima saja sih? HHHHH sok ngerti politik :'(

bagus sih, orang-orang wajib baca ini menjelang pemilu gubernur DKI nanti. untuk menghormati dan mengerti tentang perbedaan.

ngomong2 lagi, baca ini juga bikin saya inget salah satu bukunya Agnes Jessica yang serial MeJiKuHiBiNiU yang bahas tentang doktrin teroris. surem :'(

bagus lah pokoknya walaupun endingnya ''YAH KOK GINIII''. jadi penasaran sama buku yang lain
Profile Image for Hëb.
150 reviews6 followers
August 23, 2021
"Bung Karno dan Bung Hatta pun orang Islam. Mereka menyusun kekuasaan pemerintah atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa serta dasar-dasar lain, yang semuanya merupakan pokok-pokok dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dan lebih dari itu, kekuasaan mereka sudah diakui keabsahannya oleh masyarakat. Pengakuan ini akan membuat kekuasaan lain yang muncul belakangan jadi tidak sah."


Februari 2021 menjadi kali kelima aku menyelesaikan pembacaan novel ini dengan satu alasan yang teramat krusial; aku butuh pembacaan dan pemaknaan mendalam agar skripsiku dapat berjalan dengan baik (yep, aku menjadikan novel ini sebagai rujukan primer skripsi). Setelah membaca untuk kelima kalinya, plus didasari dengan ilmu soal sastra dan sejarah, aku meyakini bahwa novel ini merupakan novel sejarah yang sangat cocok dijadikan sebagai rujukan atas peristiwa sejarah Indonesia, khususnya masa pasca kemerdekaan hingga paruh tahun 1960-an. Sejauh yang kutahu, Ahmad Tohari memang salah satu sastrawan yang memiliki kekuatan penggambaran sosial yang kuat dalam setiap karya-karyanya, termasuk yang dibalut dengan narasi sejarah, seperti Kubah, atau Orang-orang Proyek.

Dibandingkan dengan dua novel yang kusebutkan sebelumnya, aku merasa bahwa Ahmad Tohari memiliki 'kedekatan' tersendiri dengan karya ini. Yang pertama adalah karena kesamaan latar tempat dengan daerah asal Tohari, yaitu daerah Banyumas. Secara garis besar, latar tempat di novel ini mengambil latar di daerah Banyumasan, seperti Cilacap, Kebumen, Purwokerto, Purbalingga, Bumiayu, dsb. Yang kedua, dari segi latar waktu. Novel ini mengambil latar waktu pasca kemerdekaan, sekitar tahun 1945 hingga tahun 1965 ketika terjadi penumpasan komunis secara besar-besaran. Merujuk pada tahun lahir Tohari, yaitu 1948, bukan mustahil apabila cerita yang ia paparkan di sini merupakan fragmen nyata yang benar terjadi. Selain itu, Tohari tumbuh di lingkungan keluarga dan masyarakat yang kental dari segi agama, dan hal itu pula yang ia tuangkan dalam suasana dalam novel ini. Hal-hal tersebut yang membuatku mantap memilih LTLA sebagai salah satu karya sastra sebagai salah satu media penggambaran sejarah, tentu dengan menggunakan analisis teori sastra dan sejarah.

Aku menyukai premis yang diangkat Tohari dalam LTLA, yaitu seputar pergolakan batin laskar Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang digawangi oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Selama ini, barangkali kita hanya mengenal DI/TII sebagai gerakan pemberontak sparatis yang ingin membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dengan asas Islam. Tohari menghadirkan sudut pandang lain dalam novel ini, yaitu dengan menjadikan para laskar DI tersebut sebagai tokoh sentral, berikut dengan pergolakan batin mereka soal menjadi laskar DI yang dimusuhi masyarakat dan pemerintah. Ada banyak sekali gambaran baru yang aku dapatkan dari novel ini, termasuk keterlibatan gerakan 'kiri' yang ternyata seringkali mencatut nama DI untuk melancarkan aksi perampokan maupun pembunuhan.

Seperti halnya karya Tohari yang lain, novel ini memiliki penggambaran latar suasana yang teramat kuat dan mampu membuat pembacanya merasa hadir di tengah cerita. Unsur religi juga tidak luput disampaikan Tohari melalui figur kiai dan tingkah laku para tokoh. Singkatnya, aku sangat menikmati dinamika alur ceritanya sampai tamat. Ya, antiklimaks dalam cerita ini diakhiri dengan sangat heroik dan di luar ekspektasi.

"Aku juga masih bisa menangkap suara Kiai Ngumar yang baru saja diucapkannya. Aku juga masih ingat wejangan yang dulu pernah diberikannya kepadaku, yaitu memerangi kekuatan yang merusak ketentraman masyarakat hukumnya wajib."


Akhir kata, 5 bintang dariku karena aku tidak menemukan kekurangan yang berarti -kecuali sedikit salah ketik di beberapa bagian. Kuharap Ahmad Tohari kembali mengeluarkan karya yang serupa ini dan -semoga skripsiku lancar hahaha-
Profile Image for Endah.
285 reviews144 followers
December 24, 2008
Maret 1946. Ketika itu usia Amid 18 atau 19 tahun, telah empat tahun tamat Vervolk School. Bersama seorang karibnya sekampung, Kiram, Amid kini tengah menuntut ilmu pada Kiai Ngumar, mengaji dan belajar silat.

Suatu malam, gurunya itu memanggil mereka berdua. Ia menyampaikan agar mereka dan para pemuda bersiap-siap untuk jihad, perang melawan pasukan Belanda yang hendak kembali bercokol di tanah air. Medan tempur mereka yang pertama adalah Bumiayu, kota kecil berjarak 43 km dari Purwokerto. Inilah peristiwa yang merupakan cikal-bakal mereka menjadi laskar hizbullah kelak.

Setelah beberapa kali ikut dalam pertempuran melawan Belanda, kedua sahabat (dan seluruh laskar sukrelawan) itu ditawari untuk masuk bergabung menjadi anggota rsemi Tentara Republik. Di jaman serbasusah seperti itu, menjadi tentara Republik berarti punya pekerjaan dan gaji tetap.

Namun, akibat termakan propaganda Kartosuwiryo, Amid dan Kiram lebih memilih bergabung di bawah panji Darul Islam yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) itu. Sejak itulah mereka hidup di hutan-hutan sebagai gerilyawan pemberontak dengan cap "musuh negara".

Negara Islam Indonesia (NII) itu sendiri, sampai dengan hari ini tak pernah berdiri, walaupun sisa-sisa laskarnya yang setia masih ada. Beberapa kali kita sempat dengar upaya mereka untuk kembali eksis lewat rekrutmen (simpatisan ataupun anggota baru) di kampus-kampus. Kasus terakhir yang mengatasnamakan NII adalah di Masjid Salman ITB, Bandung.

Ahmad Tohari memang akrab dengan tema-tema sosial yang mengangkat cerita (dan derita) kehidupan rakyat kecil. Menyebut namanya, pasti kita akan segera teringat karya master piece sastrawan ini : trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala. yang sarat berisi problema wong cilik.

Sebagai kelompok yang terpinggirkan (marginal), orang-orang kecil itu terkadang tidak sungguh-sungguh mengerti apa yang mereka kerjakan. Dengan bergabung menjadi anggota suatu kelompok tertentu, harapan mereka sederhana saja : bisa makan cukup. Besar kemungkinan mereka sama sekali buta politik. Mereka cuma pengikut lugu yang kerap dimanfaatkan oleh "orang-orang pintar" tanpa tahu tujuan yang sebenarnya.

Dengan sangat piawai Tohari mengajak kita mengenal dan memahami persoalan rakyat di pelosok desa-desa ( hampir seluruh karyanya mengambil latar belakang kehidupan desa terpencil), menyentuh rasa kemanusiaan serta mengasah kepekaan nurani kita yang mungkin telah tumpul tergerus gaya hidup indiviadualistis kota besar.

Desa, bagi sastrawan ini, sudah seperti bagian dari tubuhnya sendiri sehingga dapat dengan bagus sekali dituangkannya ke dalam kalimat, baik mengenai masyarakatnya ataupun lingkungan alamnya : sungai, sawah, kicau burung, bunyi jengkerik, semilir angin, langit biru, bulir padi...Segalanya tampak sangat hidup dalam rangkaian kata-katanya.

Ia juga membeberkan rekaman sejarah negeri ini yang dipenuhi peristiwa perang saudara berdarah-darah sejak jaman sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Umumnya, penyebab konflik itu adalah perbedaan ideologi dan keyakinan. Yang terbesar - dalam aksi dan jumlah korban - adalah peristiwa G 30 S PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1965.

Tohari juga membawa kita larut menyelami pergulatan batin tokoh-tokoh ceritanya. Keberpihakannya kepada mereka yang termajinalkan - secara politik, ideologi, sosial budaya, dan ekonomi - begitu jelas, sehingga membuat kita - pada akhirnya - bisa mengerti, memahami, dan bersimpati kepada tokoh-tokoh rekaannya ini.

Seperti juga Ronggeng Dukuh Paruk, Lingkar Tanah Lingkar Air ini pun novel drama tragik yang kelam, menyisakan renungan betapa tipisnya sekat yang membedakan antara predikat pahlawan dan pengkhianat.
Profile Image for Alvina.
706 reviews109 followers
March 14, 2016
Belanda yang masih belum pergi meninggalkan Indonesia padahal negara kita sudah merdeka tentu membuat gusar masyarakat. Selain berperang melalui tentara pemerintah, beberapa orang yang tak puas juga ikut membentuk kelompok kelompok kecil untuk mengusir tentara Belanda. Amid, Jun dan Kiram pun demikian, mereka membentuk kelompok yang disebut Hizbullah dengan sasaran para pasukan Belanda.

Ketika Belanda akhirnya hengkang dari Indonesia, banyak pejuang muda yang tak rela menurunkan senjata. Mereka masih ingin berperang, entah unjuk kekuatan atau memang murni ingin membela negara. Kelompok Amid adalah salah satunya. Pemerintah Republik kemudian mengumumkan bahwa para pejuang muda itu dapat masuk ke dalam ketentaraan milik Republik.

Malangnya, sebuah tragedi terjadi saat segerombolan pejuang pejuang yang ingin bergabung itu malah ditembaki oleh sekelompok orang tak dikenal dari dalam kereta yang seharusnya akan membawa mereka ke markas tentara Republik. Kekacauan terjadi, baku tembak tak henti sampai ratusan orang mati. Semenjak itu banyak pejuang tak punya lagi keinginan untuk bergabung dengan Republik. Kalaupun ada, seperti Amid misalnya, hanya dapat menggigit jari karena ia dan kawan kawannya malah diburu oleh tentara tanpa alasan yang jelas. Di saat seperti inilah, sebuah informasi mengenai akan dibentuknya negara Islam membuat mereka tergoda. Tak dihiraukannya nasihat Kiai Ngumar, sesepuh kampung, yang menganjurkan mereka untuk tetap setia kepada Republik.

Begitulah awal mula Amid dan kawan kawannya kemudian bergabung dalam tentara Daarul Islam atau yang kita kenal sebagai DI/TII.

Buku ini menceritakan kegelisahan Amid yang sebenarnya tidak sepenuh hati untuk berontak dari Republik. Ia memikirkan keelamatan orang tua serta istrinya yang sedang hamil tua. Bagaimana kelak kalau anak mereka lahir, sementara sang istri sedang "disembunyikan" di dekat rumah saudaranya yang miskin dan kekurangan?

Diceritakan dengan alur yang maju mundur, pembaca diajak untuk memahami apa yang menjadi awal mula kerisauan si Amid. Didukung deskripsi latar yang apik, saya sih asyik asyik aja baca ceritanya. Apalagi memang cara bercerita Ahmad Tohari ringan dan temanya sederhana, saya nggak ribet mbayanginnya. Meski saya sebel juga sih sama si Amid, sang tokoh utama. Amid ini labil, susah mempertahankan pendiriannya dan rasa setia kawannya tinggi. Akibatnya ia terperosok ke dalam hal hal yang sebenarnya ia lakukan setengah hati dan menyesal juga dengan langkah yang ia ambil padahal taruhannya hidup dan mati.

Setelah buku Bekisar Merah yang saya baca, saya rasa Ahmad Tohari memang sengaja menampilkan konflik politik ataupun peperangan dalam ceritanya. Jika diurutkan, mungkin demikian, DI/TII setelah Indonesia Merdeka dilanjutkan Ronggeng Dukuh Paruk yang berlatar tragedi di tahun 1965 lalu Orang orang proyek di tahun 90an, dan Bekisar Merah dengan latar Indonesia yang lebih modern, yaitu akhir Orde Baru dan reformasi.

Saya memang belum membaca semua karya beliau, tetapi saya suka caranya menyampaikan kritik-kritik sosial lewat sastra. Seakan ia mengabadikan momen momen penting dari sejarah bangsa Indonesia serta sisi sisi pelik kehidupan politik negara kita, untuk anak cucu kita dan generasi seterusnya.

Karena menulis membuat kita akan selalu ada, bukan?
Profile Image for Nanny SA.
332 reviews39 followers
January 24, 2016

Amid, Jun, Kiram seperti halnya pemuda-pemuda kampung lainnya ikut dalam kancah pergolakan paska kemerdekaan 1946 - 1950, ketika itu mereka tergabung di bawah panji Hizbullah bersama-sama dengan pasukan Republik ( pasukan resmi pemerintah Indonesia ), mereka melawan Belanda. Amid mempunyai keinginan setelah perang usai ingin bergabung dengan tentara Republik.
Tetapi setelah Belanda pergi kenyataan lain dari keinginan, karena teman-temannya menolak bergabung dengan tentara Republik , ketika ia berkonsultasi dengan Kiai Ngumar, beliau memberi nasihat yang membuat Amid ragu mengikuti teman-temannya.

"Ya. Sembahyang adalah kewajiban yang datang dari Tuhan untuk setiap pribadi yang percaya.Ya. Kewajiban sembahyang tidak datang dari seseorang untuk orang lainnya. Maka secara pribadi aku tak berani mewajibkan apa-apa kepada orang lain karena aku juga tak mungkin memberinya pahala, tak pula berhak menghukumnya.........." ( Hal. 54 )


Itulah kalimat yang diucapkan Kiai Ngumar kepada Amid, ketika mengetahui kang Suyud (yang dituakan mereka) tidak mau bergabung dengan tentara Republik karena di sana ada beberapa orang yang tidak sembahyang.
Tapi karena situasi yang semakin membingungkan akhirnya Amid mengikuti teman-temannya untuk melakukan gerilya bergabung bersama laskar DI/TII yang menentang pemerintah resmi, tidak terbayangkan sebelumnya, karena kini mereka harus menghadapi tentara republik.
Merka bergerilya berpindah-pindah tempat menghindari kejaran tentara republik dan terkadang Amid bimbang ketika harus melawan para tentara republik yang seiman dengannya apalagi ketika dia menemukan kitab suci di saku celana orang yang telah ditembaknya. Kemudian dia harus membawa istrinya yang tengah hamil tua ke hutan belantara. Sampai akhirnya khalifah DI/TII tertangkap dan menyerukan pengikutnya untuk menyerah.
Takdir kemudian menentukan lain ketika beberapa tahun kemudian Amid, Jun dan Kiram berkesempatan membantu tentara republik untuk menumpas pasukan komunis. Alangkah bangga nya Amid karena brperang bersama tentara resmi adalah dambaannya sejak dulu

"Aku masih bisa menangkap suara Kiai Ngumar yang baru saja diucapkannya. Aku juga masih ingat wejangan yang dulu pernah diberikannya kepadaku : yaitu memerangi kekuatan yang merusak ketentraman masyarakat hukumnya wajib." ( hal. 165 )


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ahmad Tohari seperti biasa berhasil menceritakan situasi kejiwaan tokoh dankepawaiannya mendeskripsikan situasi dan kehidupan pedesaan pada waktu itu.
Ikut merasakan keharuan dan kebanggaan Amid ketika keinginannya berada dalam pasukan tentara pemerintah terkabul.

".........., tetapi aku sendiri merasakan keharuan, yang terus mengembang dan menyesakkan dada. Tenggorokanku terasa pepat. Dan aku merasa air mataku jatuh. Untung, dalam kegelapan malam tak mungkin ada orang melihat roma. mukaku." ( hal. 161 )

Suka dengan gaya bahasa Ahmad Tohari, sederahana tapi dalaam....:)


Profile Image for Nana.
405 reviews24 followers
September 21, 2015
Baca kisah si Amid di buku ini mengingatkan gue sama tokoh-nya Nino Arashi di Letters from Iwo Jima. Kan ceritanya si Nino itu antara mau-gak mau tuh perang. Naah... Si Amid juga sama. Awalnya, dia jadi tentara hizbullah karena diminta oleh kiai di desanya untuk membantu tentara pemerintah melawan Belanda. Selesai perang melawan Belanda, karena ngikut sama teman-temannya yang nggak mau bergabung ke tentara republik karena katanya di tentara republik banyak komunis, Amid akhirnya bergabung ke Darul Islam yang kemudian malah dicap pemberontak oleh RI (Pemberontakan DI/TII di bawah SM Kartosuwiryo).

Buku ini bercerita mengenai keseharian Amid dalam persembunyian demi menghindari tentara republik bersama teman-temannya, Jun dan Kiram. Menghindari, bukan menyerang, walau beberapa kali terpaksa harus menyerang juga demi bertahan hidup. Posisi ketiga orang ini serbasulit, karena DI/TII telanjur dicap pengkhianat dan nama mereka sering pula dicatut oknum komunis yang disebut Gerakan Siluman untuk melakukan perampokan kepada rakyat. Jika mereka menyerahkan diri atau tertangkap, bisa-bisa dihakimi massa duluan sebelum sampai ke pihak berwenang. Selain itu, juga terungkap pikiran-pikiran Amid. Dia ini sebenarnya cuma ingin hidup tenang sebagai petani dengan istri dan calon anaknya. Tapi apa daya, dia nggak bisa turun gunung dan hidup normal nggak semudah itu dia capai.

Sebenarnya, sinopsis di cover belakang buku sudah menceritakan keseluruhan cerita sih, alias spoiler. Heran juga kenapa GPU demen banget bikin spoiler di novel-novelnya Ahmad Tohari sih? Kemarin di Bekisar Merah juga gitu! Tapi emang juga sebenernya endingnya ketahuan juga nggak apa-apa, karena yang perlu dibaca tuh tengah-tengahnya. Hehehe. Membaca kisah pemberontak dari sisi pemberontak tentu membawa pemahaman baru, terutama buat saya, yang pengetahuan sejarahnya masih kebawa jaman OrBa (soalnya dulu SD-SMP masih OrBa sih). Bahwa politik memang kotor, dan banyak yang bermain di satu konflik. Kayak kasus si Amid ini, misalnya, ternyata ada oknum yang memanfaatkan, sehingga masalah yang seharusnya bisa beres cepet jadi nggak beres-beres. Yang kasihan ya masyarakat, yang nggak bisa tahu mana yang benar mana yang salah.

Pelajaran yang bisa diambil, tentu berkaitan dengan kewajiban kita sebagai masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi. Kayak sekarang nih, banyak banget berita simpang siur yang cepet di-share di sosial media dan bisa menggiring opini masyarakat ke arah yang ngaco. Jangan sampai deh kita memunculkan Amid Amid baru yang harus sengsara karena hal yang sebenarnya tidak mereka perbuat. Amit-amit dah! (ujungnya kenapa jadi garing begini yak?)


Review di blog http://readinginthemorning.blogspot.c...
Profile Image for Ardita Çaesari.
311 reviews6 followers
November 30, 2015
Kali ini Tohari menulis soal kehidupan pedesaan jaman perang gerilya sebelum Indonesia merdeka. Fokus cerita adalah topik yang jarang muncul di ranah sastra Indonesia: tentara Islam (gerakan Darul Islam) dan negara Islam.

Batasan cerita yang ketat, jumlah tokoh minimalis, paparan tak seluas dan sedalam novel-novelnya yang lain cukup menimbulkan diskusi dan pertanyaan. Sama dengan akhir cerita yang seperti dikejar tenggat dan jumlah kolom. Maklum, cerita ini muncul pertama kali sebagai crrita bersambung di Harian Republika.

Meski pokok bahasan cenderung sensitif, Tohari tetap berhati-hati dalam mengemas pesan dan mengerucutkan diskusi.

Jika tokoh-tokoh ndeso Tohari pada umumya perempuan bernasib kurang beruntung atau malah cukup berani, kali ini Tohari memilih laki-laki muda. Meski demikian, suara Tohari terlalu kuat, muncul dalam sosok kyai yang menjadi salah satu tokoh.

Apakah ini cerita pesanan, atau memang cerita asli?
Profile Image for Pia Devina.
Author 31 books48 followers
July 12, 2016
Baca buku ini atas rekomendasi seorang Mbak Editor buat bahan belajar bernarasi dan bikin deskripsi yang oke.

Memang betul ternyata. Lingkar Tanah Lingkar Air bikin saya penasaran dan pengen baca terus sampai selesai. Narasi dan deskripsinya "hidup" dan bikin saya ngebayangin semua adegan plus setting yang tertulis di novel ini.

Mengenai alur, saya jadi ngeri membayangkan bagaimana "kelam"nya kehidupan masyarakat Indonesia di zaman '40 an sampai '65an.

Seneng banget dengan cerita menjelang ending... tapi pas ternyata endingnya begitu, jadi sedih dan berharap endingnya berubah. Hehehe.

4 bintang untuk novel setebal 165 halaman yang beres saya baca dalam sekali duduk ini.

*BRB baca novel Ahmad Tohari lainnya*
Profile Image for fayza R.
226 reviews55 followers
July 8, 2016
selalu suka cerita yang latar belakangnya situasi perang atau keadaan sulit, mau WW1, WW2, zaman revolusi inggris, dll kalau dalam negeri zaman penjajahan, ngasih insight baru ttg susahnya hidup zaman itu (endingnya lebih bersyukur sih sm keadaan sekarang)

ini ttg zaman penjajahan belanda dan bbrpa tahun stelahnya pergulatan bbrpa pihak bikin DI/TII, diambil dari sudut pndang prajurit DI/TII nya sndri.

Bahasanya ringan, kalimatnya sederhana, tapi yg disampein banyak.
Endingnya manis, dan ngasih satu kesimpulan ringan saat itu, musuh sbnernya republik indonesia; komunis (jadi pengen baca buku2 ini wkwk)
Profile Image for ella.
64 reviews8 followers
June 29, 2021
aku pertama kali baru baca karyanya Ahmad Tohari. aku tertarik baca karena genrenya fiksi histori. dalam buku ini, meskipun mengangkat sejarah indonesia zaman kemerdekaan hingga pemberontakan PKI, namun bahasa yang digunakan dalam penggambaran setting, perasaan dan pikiran karakter mudah untuk dicerna pembaca. mungkin buat yang senggang bisa one sitting read. banyak juga nilai-nilai dari ceritanya yang masih kontekstual dengan keadaan bangsa kita sekarang. terutama untuk muslim. jadi bisa refleksi dan kontemplasi soal bagaimana muslim dalam bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.
Profile Image for Irene.
188 reviews
March 7, 2017
Buku ini lebih enak dibaca dibanding jantera Bianglala. Ahmad Tohari rupanya adalah pembela nilai-nilai moralis (& patriotik) yang dianut oleh mayoritas. Mereka yang "terpinggirkan" dan "berbeda" bermimpi untuk kembali menjadi seperti orang kebanyakan. Hmmmm....
Profile Image for Kuncz Arock.
16 reviews
November 6, 2009
Cerita tentang DI/TII dari sudut pandang DI/TII. Pergolakan batin seorang anggota laskar.
Profile Image for Teguh.
Author 8 books271 followers
August 18, 2015
Aku suka sekali buku ini. Premisnya sederhana, namun menggetarkan. Apalagi nasionalisme Amid yang luar biasa. Mau bergabung dengan siapa saja, asalkan membela negara akan dijalaninya
Profile Image for Musrifah Arfiati.
60 reviews55 followers
August 6, 2016
Berasa tercekik-cekik sendiri baca ini. Mencekam. Kelam. Jadi membayangkan sendiri kehidupan orang-orang pasca kemerdekaan sampai pemberontakan komunis. Rasanya kayak hidup udah di ujung tanduk.
Displaying 1 - 30 of 129 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.