Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita. Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
young woman with lots of interests, ambitions and dreams, which shattered into pieces, each surfaced as different face and waiting for itself to become whole once more time. her world came to architecture, illustration, photography, literature, business, and japan. used to known as miss worm in cyber world. shattering her pieces at kemudian.com and deviantart.com
One of the best Indonesian books I've ever read. Ini akan menjadi review curcol, dan mungkin penuh dengan asumsi saya sendiri, tapi semoga bisa menunjukkan betapa saya sangat menyukai London: Angel.
1. Pertama kali saya membaca, saya agak down karena novel ini ditulis dengan POV orang pertama (rancangan plotnya menggunakan orang ketiga). Rasanya saya sudah terlanjur jatuh cinta pada voice orang ketiganya. Namun lama-kelamaan, saya pun menjadi terbiasa, bahkan terlibat penuh dengan suara Gilang.
2. This is not a fantasy, but a work that I believe to be magical realism. Genre yang melibatkan suatu 'penampakan' dari dunia yang berbeda dengan dunia nyata, namun tetap berlangsung di dunia nyata. Bedanya apakah? Setahu saya, fantasi menawarkan dunia yang sama sekali baru, sementara magical realism mengambil tempat di kehidupan sehari-hari. Sering kali, unsur 'magis'nya berkenaan dengan kepercayaan lokal. Satu karya bergenre tersebut, yang sampai sekarang membuat saya merinding, adalah The Porcelain Doll karya Tolstoy.
3. Saya sangat menyukai konsep 'malaikat yang turun bersamaan dengan hujan' di buku ini. Dan menurut saya, porsi Goldilocks di sini sudah pas, jika mengingat genre-nya. Karena saya pikir jika porsinya terlalu banyak, bisa jadi akan 'tergelincir' menjadi fantasi. Semakin banyak dia muncul, semakin pembaca akan penasaran dari mana dia datang, dan mungkin konsep 'dunia lain' pun mau tidak mau harus ditampilkan. So, the portion is just enough. You did a very very good job, Mbak Windry. :)
4. Setiap kali membaca buku ini, saya akan teringat film-film semacam Midnight in Paris, Scent of a Woman, The Prestige, Pollock--well, in short, film-film yang mendapat nominasi Oscar. Atmosfernya sama dengan film-film tersebut.
5. Mister Lowesley mengingatkan saya pada Colin Firth. :")
6. Karena di catatan penulis, Mbak Windry mengatakan bahwa beliau terinspirasi Singin' in the Rain-nya Laruku, mau nggak mau saya membayangkan Hyde di buku ini mirip hyde vokalis Laruku ketika masih muda. :D *abaikan*
7. Saya juga jatuh cinta pada Ethan Hawke. *abaikan lagi*
8. Saya ingin sekali punya payung merah itu. T.T
9. Semua unsur yang ada di dalam buku ini sangat pas. Deskripsi, karakter, konflik, ending, imagery, diksi yang teramat pintar... semuanya diramu dengan porsi alami. Ibarat kue yang tidak terlalu manis atau terlalu hambar--semua pas pada tempatnya. Sedikit agak terlalu panjang di deskripsi perasaan Gilang pada Ning menjelang akhir cerita, juga voice yang mirip dengan Montase, but that's hardly a problem.
10. Saya sangat menyukai segala sesuatu yang suram, tapi cantik, dan London adalah salah satunya. Berganti-ganti, saya merasakan suasana dingin dan hangat. Namun, dingin itu tidaklah menusuk tulang. Dinginnya seperti musim gugur yang juga menjadi latar dalam novel ini. Saya pernah membaca novel yang dinginnya keterlaluan, sama sekali tidak menghadirkan harapan atau pelajaran hidup--novel horor, novel dengan karakter yang terlalu negatif, Voldemort di mana-mana -_-. Dan saya tidak menyukai (repeat, benar-benar tidak suka) jenis novel seperti itu. Pikir saya, buat apa? Seperti kata teman saya Moemoe Rizal, baca buku itu buat membahagiakan hati, bukan buat bikin kita tambah stres. -_-
11. This is the thing, saya sangat mengagumi Wuthering Heights serta Black Swan, dan dua karya itu teramat gelap dan dingin. Namun di dalam Wuthering Heights, saya menemukan sosok Edgar Linton yang hangat (dan saya pikir, sudahlah, kalau kamu nggak langgeng sama Catherine, sama saya saja xD). Begitu pula dalam Black Swan, di mana saya menemukan pelajaran berharga: jangan mudah terobsesi ketika sedang berkarya. Saya merasakan hal yang sama terhadap London: Angel. Meskipun suram, buku ini pada saat bersamaan manis, dingin, sekaligus hangat. Setelah menutup bukunya, saya merasakan harapan saya meluap. Semoga suatu saat akan ada payung merah untuk saya. *ngomongin ini lagi*
12. Ada satu pertanyaan yang terngiang di benak saya--tapi abaikan saya, ini tidak terlalu penting. Mengapa Goldilocks memilih Gilang?
13. In the end, saya akan berkata bahwa saya sangat iri pada Mbak Windry. Saya beruntung bisa bertemu Mbak Windry dalam beberapa kesempatan, dan berharap semoga saya bisa bertemu beliau lagi. Maafkan juniormu ini kalau terlalu sok tahu. But I desperately love this book, dan saya sangat menantikan karyamu yang selanjutnya.
Salam untuk Goldilocks, Mbak, dan payung merah (lagi :D).
Sudah lama saya tahu tentang Mbak Windry Ramadhina. Konon katanya jebolan situs kepenulisan yang juga saya ikuti. Bisa dibilang salah satu "lulusan" yang berhasil menerbitkan buku. ^^
Makanya, begitu senior saya ngajak tukeran buku "Setiap Tempat Punya Cerita", dan kebetulan beliau belum punya buku London ini, saya langsung sambar begitu nemu di toko buku karena tahu yang ngarang Mbak Windry. Dan jadilah ini, buku perdana Mbak Windry buat saya.
Setelah kecapean baca L*** M***u*** in M****t*** beberapa jam sebelumnya, yang ini seperti penyegar. Apalagi, karakter utamanya cowok! Hehe... berhubung saya punya pengalaman memuaskan membaca novel romens yang karakter utamanya cowok, ini saja sudah menjadi nilai plus di mata saya.
Sebenarnya karakter Gilang itu, biasa-biasa aja. Dia lovable enough. Tapi mungkin ga berkesan kuat bagi saya, TAPI yang saya sukai dari kisah ini adalah plot dan Gilang adalah pemain yang sangat tepat untuk menuntun plot yang ga biasa ini.
Begtu selesai membaca, saya langsung dapat membayangkan ada cerita romens tentang Ning, seorang gadis Indonesia pecinta seni di London yang jatuh cinta pada seorang seniman pemula bernama Finn. Di sela-sela cerita, datanglah seorang figuran bernama Gilang, teman kecil Ning, yang datang jauh-jauh ke London hanya untuk menyatakan perasaannya. Tetapi tentu saja usaha Gilang sia-sia, karena sang pencerita sudah menggariskan Ning bersama Finn.
Dan saya baru saja membaca side story dari kisah drama di atas
Seperti yang tadi saya katakan, Gilang karakter yang biasa-biasa saja. Seorang figuran sejati. Tetapi begitu dia dijadikan tokoh utama, maka plot klise biasa pun berubah menjadi ngga biasa. Apalagi, saya termasuk tipe pembaca yang tidak berharap banyak bila dihadapkan dengan cerita romens.
Cerita ini diawali dengan ocehan ngaco Gilang di bar dengan empat temannya. Bahwa dia akan menyusul Ning, sahabat dari kecilnya untuk menyatakan cinta. Cerita bergulir dan sampailah Gilang di London untuk menemui Ning. Tetapi ternyata, ceritanya nggak sesimpel itu. Gilang ketemu dengan berbagai macam orang, dan kisah romens nya pun bukan milik dia aja. Ada V, yang mengejar istrinya untuk rujuk lagi. Ada long time secret love Mr. Lowesley. Dan tentu saja cerita sinetronnya Ning dan Finn.
Semua itu dihubungkan dengan benang merah, seorang gadis berambut ikal yang hanya muncul saat hujan. Goldilocks. Yang mana menjadi love interest Gilang selain Ning.
Tapi apakah Gilang akhirnya jadian dengan Goldilocks? .... *me smirk*
Saya sempat berpikir, cerita ini mungkin masuk cerita fantasi. Tapi mungkin juga nggak. Tapi peduli amat, yang jelas saya sangat menikmati jalinan plotnya. Apalagi panduan narasinya enaaaakk banget. Penulis berhasil (edisi pinjam istilah temen) menenggelamkan saya dengan pemandangan bawah laut yang indah. Mungkin juga ditambah kota London itu udah lama jadi obsesi saya bila suatu hari kejatuhan duren emas dari langit. Dan penulis berhasil menunjukkan tempat-tempat yang jelas bakal saya kunjungi kalau mampir ke London. Hehe... Thumbs up buat risetnya dan showing nya.
Kalaupun ada kekurangan dalam plot, hanyalah adegan Gilang dan Ed ngintip untuk memajukan plot Mr. Lowesley. Mungkin buat kebanyakan orang, ini nggak mengganggu. Tapi buat saya, kerasa kurang nyata dan aneh. Ga keren banget sih, ngintipin urusan rumah tangga orang. Saya rasa lebih wajar bila adegan pembicaraan ini terjadi di tengah restoran atau jalan, daripada di ruang tertutup dimana untuk memajukan plot, penulis harus menjadikan Gilang pengintip.
Daann...
Selain Gilang, karakter lainnya pun lumayan menarik. Ning terlalu tipikal cewek sempurna impian cowok, tapi saya terkesan dengan penggambarannya melalui sudut pandang orang pertama Gilang. Indah, ngga norak sama sekali. Lalu bocah-bocah teman sepermainan Gilang, kocak abis. Saya ngakak karena ulah mereka dan deferensiasi masing-masing karakter bisa diungkap dengan baik oleh penulis, walaupun porsi kemunculan mereka nggak banyak. Lalu Ed, okelah. Tipikal best friend tokoh utama yang lucu. Mr. Lowesley, Mrs. Ellis, V dan istri, mereka juga lumayan. Ayu, gadis kutu buku tsundere. Dia oke sih, tapi saya kurang sreg dengan Gilang yang mendadak jadi cowok sok keren di depan cewek ini.
Daaann last but surely not least, Goldilocks. Saya suka misteriusnya dia. Apalagi dia yang menjadi benang merah dari seluruh cerita ini dan membuka ending yang sangat tak terduga sampai saya membaca epilog.
Overall, ini bacaan yang bagus. Buat yang suka baca romens yang tak terduga. Kayanya saya emang mesti nyari buku Mbak Windry yang lainnya deh.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Sebagai penggemar tulisan Windry, tentunya saya tidak akan melewatkan buku yang satu ini. Apalagi sejak membaca plot kasarnya saat sama-sama bergabung dalam proyek STPC-nya Gagas Media, saya sudah sangat tertarik dengan ide yang menurut saya orisinil dan berbau fantasi misteri ini.
Seperti dua novelnya yang terdahulu, Windry kembali menggunakan narasi orang pertama. Walaupun dapat merasakan karakter Gilang dengan cukup baik, saya tetap merasa narasinya masih agak menyerupai karakter-karakter di novel Montase dan Memori. Dari segi karakter, sisi-sisi psikologis dari mereka, baik kelebihan maupun kekurangan, tergambar dan terungkap dengan jelas dan membuat pembaca seperti dapat benar-benar mengenal mereka. Buat saya, baik Gilang maupun Ning bukanlah karakter sempurna yang mudah disukai, tapi sebagai pembaca saya merasa dapat bersimpati dan mengerti motivasi-motivasi mereka.
Cerita mengalir indah, dengan sub plot yang menarik. Meski demikian, saya sedikit berharap misterinya lebih intens, seperti misteri Goldilocks yang sempat mewarnai beberapa bab, dan justru menjadi daya tarik terkuat dalam buku ini. Jujur, buat saya sedikit deskripsi tempat yang terlalu mendetail dan banyak cukup membuat saya ingin cepat-cepat membalikkan halaman agar bisa segera kembali ke inti cerita dan terkuaknya misteri, meskipun London adalah salah satu kota favorit saya. Singkat kata, saya berharap porsi Goldilocks yang mewakili judul novel ini lebih banyak, (SPOILER) apalagi alangkah senangnya kalau ternyata ialah yang mempertemukan Ayu dengan Gilang, dibanding kejadian pertemuan mereka di toko buku Mr. Lowesley, dan beberapa pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya yang agak terkesan sering kebetulan.
Ada kesan murung yang dingin mengenai London: Angel. Meskipun banyak sub-plot yang manis, kesan tersebut tetap terasa sampai akhir buku. Saya rasa, inilah memang ciri khas Windry - menggabungkan rasa tersebut dan membiarkan rasanya meresap kepada pembaca. Saat membaca paragraf terakhir, saya sempat merasa bulu kuduk meremang kemudian menutup buku sambil mengesah puas.
3.5 bintang untuk London: Angel :)
This entire review has been hidden because of spoilers.
London: Angel merupakan novel kelima dari STPC yang sudah terbit. Setelah novel ini, bakal ada Tokyo yang kabarnya merupakan novel terakhir dari seri STPC batch pertama.
Kesan pertama terhadap London: Angel adalah brave karena cover-nya yang bernuansa merah. Gue juga menangkap kesan bold dari tampilan cover-nya.
Tema yang diangkat London: Angel adalah jatuh cinta dengan sahabat. Menarik ya? :)
Adalah Gilang, seorang aspiring writer yang mendapati dirinya (ternyata) jatuh cinta dengan Ning, sahabatnya yang dulu tinggal di sebelah rumahnya. Sebuah chat di YM dan celetukan Brutus yang membuat Gilang menyadari tentang perasaannya yang terdalam terhadap Ning, sesuatu yang sebelumnya tidak ia sadari. Sebelum Gilang mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya pada Ning, gadis itu sudah terbang ke London, lalu bekerja di sebuah galeri di sana.
Suatu malam di Bureau, di mana Gilang dan kawan-kawannya menghabiskan malam ala bujangan. Mereka mengompori Gilang untuk mengejar cintanya. Lalu, Gilang benar-benar terbang ke London untuk satu tujuan: Ning.
Tidak mudah bagi Gilang untuk menemui Ning. Karena niatnya memang mau kasih surprise, Gilang bertualang dulu di London. First stop: Underground. Tempat yang hiruk-pikuk di London ini sebenarnya seperti ceruk budaya. Jutaan manusia dari berbagai ras datang silih berganti. Underground juga cukup sering tampil di berbagai film Hollywood, salah satunya The Dark Knight Rises.
Lalu ada James Smith and Sons yang menjual suvenir payung dengan harga yang bisa bikin gue mengelus dada Chris Hemsworth. Tempay yang gue inget karena suatu kejadian yang melibatkan Goldilocks yang misterius dan V. Akhirnya gue bisa tersenyum pas baca suatu adegan "gara-gara payung Goldilocks" itu.
Windry piawai membuat cerita ini memorable. Ia memberi nama tokoh-tokohnya (kecuali Gilang, Ning, Ed, Mrs. Ellis dan Mr. Lowesley, juga beberapa tokoh minor seperti Ayu dan Finn) dengan nama tokoh fiktif seperti Brutus, Hyde, Dee and Dum.
Setelah membaca acknowledgement dari Windry, gue sadar bahwa nama tokoh Hyde bisa jadi diambil dari nama vokalis Laruku yang lagunya mengilhami cerpen cikal-bakal novel ini. Hyde-menurut keterangan penulis di novel-merupakan nama panggilan untuk salah satu tokohnya yang memiliki kepribadian ganda, seperti Dr. Jeckyll and Mrs. Hyde. Namun, gue menangkap Hyde-nya Laruku juga karena dia suka berpenampilan androgyny, sama-sama penganut dualisme. Interesting.
Satu lagi scene yang bikin gue senyum-senyum adalah waktu Ning bilang ia akan membuat steik a la Jamie Oliver. My husband loves it. Campuran oregano, rosemary dan lemon zest bikin steik jadi 'unik' rasanya. Heavenly tasty.
Lalu, Gilang mendeskripsikan rasa bibir Ning seperti sari apel ketika ia mimpi berciuman dengan Ning. Ooh la la, those lips do exist and I know how it tastes.
Novel London: Angel ini manis. Cocok dibaca saat hujan sambil menyesap hot choco ditemani CD-nya Lisa Onno. Walau pertamanya gue merasa kurang sabar dengan alurnya yang tidak terlalu cepat, namun gue sangat menikmati perjalanan Gilang, dengan atau tidak adanya Ning dalam adegannya.
Gue bisa cepat membaca novel ini karena hari ini kebetulan gue ikut casting. Sambil menunggu, gue baca dan habislah 170an halaman. Seneng kalau kemana-mana bawa buku, dijamin nggak akan mati gaya. Dan menunggu tidak lagi menjadi kegiatan yang menyebalkan.
Memangnya, kau bisa jatuh cinta kepada seseorang yang sudah kau kenal selama delapan tahun? (hal. 19)
Aku belajar dari Donalbein, kalau seorang lelaki tersenyum pada perempuan, pasti dia punya niat tersembunyi. (hal. 193)
Manusia memang tidak pernah belajar dari pengalaman. (hal. 212)
Ini pertama kalinya saya membaca karya kak Windry.
Aaaaand here is my review.
Mungkin, bagi yang lain, novel ini mengisahkan tentang cinta dan petualangan. Namun, bagi saya, novel ini justru tentang keajaiban dan kedewasaan. Selebihnya, barulah mengenai cinta dan petualangan. Kenapa saya berpendapat demikian? Keunikan novel London ini adalah elemen realistic fiction berbau romance yang dipadukan dengan sedikit kepercayaan mengenai malaikat yang hadir ketika hujan turun. Itulah kenapa novel ini memiliki subjudul: Angel. Sungguh kombinasi yang sangat baik. Saya malah sempat mengira, novel ini ditulis oleh seorang laki-laki. Hehehe. Penggunaan sudut pandang orang pertama dari protagonis bernama Gilang. Karakter Gilang cukup kuat, begitu juga karakter tokoh-tokoh lainnya. Saya juga suka pemilihan nama tokoh 'Ning' karena sangat Indonesia dan manis sekali. Salut! Elemen-elemen di cerita ini begitu saling mengisi satu sama lain.
Saya juga baru mengerti mengenai kata 'hibuk'. Sempat mengira itu typo, tapi ternyata dalam KBBI hibuk bisa berarti sibuk. Hmmm. Sebuah ilmu baru yang cukup menggugah juga. Ah, semoga saya suatu saat bisa menginjakkan kaki di London dan menemukan keajaiban-keajaiban di sana (meski bukan dalam konteks malaikat, karena keajaiban dapat berupa apa saja wkwkwk)~
Mungkin seharusnya saya 'melahap' novel kak Windry yang lainnya supaya saya bisa banyak belajar menulis novel dari kak Windry. Heheheheeeee.
Kalaupun Mbak Windry bikin buku primbon pasti saya tetap akan membacanya. Sebagai salah satu penulis favorit saya, novel-novel karya Mbak Windry patut untuk dimiliki dan tentunya dibaca. Novel London adalah novel keempat dari Mbak Windry yang saya baca-minus Metropolis yang sulit dicari layaknya mencari Wuthering Heights-nya Emily Bronte cetakan pertama. Ciyee berasa Ayu :p
Satu hal yang khas dari tulisan Mbak Windry adalah deskripsi tentang sesuatu yang detil. Semua pembaca tahu itu. Namun, ada satu hal lagi yang baru saya sadari pada Mbak Windry dalam hal mendeskripsikan sesuatu. Bagi saya, saat Mbak Windry menjelaskan sesuatu, entah tanpa saya sadari di benak saya membentuk pola secara langsung berdasarkan apa yang dijelaskan Mbak Windry di novelnya. Contohnya,
Di ujung, di sisi yang berseberangan dengan pintu masuk, terdapat jendela kaca yang dibingkai putih dan dilengkapi tirai krem. Sepasang kabinet dan kursi bergaya klasik menempel di sisi itu. Tidak jauh dari perabot-perabot tersebut, diletakkan tempat tidur yang cukup untuk dua orang. (hlm. 57)
Paragraf tersebut dengan mudahnya tergambar dengan jelas di otak saya. Karena biasanya ada beberapa novel lain pada bagian pendeskripsian tidak jelas, sehingga butuh dua kali atau lebih dibaca untuk dimengerti. Lebih dari itu, saya pasti akan men-skip-nya. :D
Mengenai cerita saya suka, seperti biasa. Saya suka bromance Gilang bersama teman-temannya. Saya suka Mrs. Ellis dan Mr. Lowesley. Maka tak heran saya menyukai adegan di bab satu; Gilang, Hyde, Brutus, Dee dan Dum di Bureau, juga adegan pertengkaran Mrs. Ellis dan Mr. Lowesley yang digambarkan dengan baik.
Untuk tokoh utamanya sendiri, entahlah sepertinya tidak lovable bagi saya. Berbeda seperti Faye-Adnan, Mahoni-Simon, ataupun Rayyi-Haru. Jadi, saya kurang bersimpati dan relate ke Gilang ataupun Ning. Entah, mungkin, saya harus suka dulu dengan tokoh suatu cerita supaya bisa menikmati cerita utuh. Aneh, memang.
Namun, semua itu tertutupi dengan London yang digambarkan kelabu dan dingin, serta tempat-tempat menarik yang dikunjungi Gilang yang as soon as possible akan saya kunjungi. Amin.
Hal lain, bagi saya cover London paling menarik di antara stpc series yang lain. Merah, menantang.
London, bagus. Walau, Memori masih menjadi favorit saya dari Mbak Windry.
Kesan pertama: Tak perlu kujelaskan bagian-bagian mencengangkan sekaligus mengagumkan dari buku ini, bukan?
Hei.. Ini Windry Ramadhina, teman. Tak akan kau temukan kisah cinta yang sesempurna kisah surgawi di buku miliknya (sejauh aku membaca karya-karyanya). Sebagai gantinya, kau akan mendapatkan kisah yang manusiawi, yang-----terasa------nyata, yang selayaknya terjadi di dunia kita. Mbak Windry, begitu biasanya aku menyapanya, selalu konsisten dengan tidak membuat kisah utuh menjadi membosankan dengan melulu berbumbu cinta yang memabukkan.
Banyak bagian di buku ini yang patut mendapat perhatian lebih, tetapi aku sudah memilih satu. Soneta 17. Mbak Windry mengenalkanku pada satu karya populer Pablo Neruda itu. Hasil terjemahan berbahasa Inggris dari keempat belas baris yang aslinya berbahasa Spanyol itu membuatku ternganga. Ah, mungkin akan kucuri ilmu dari Mr. John Lowesley dan Hyde ini untuk kisah pribadiku nanti------entah kapan.
London ini begitu kaya, perjalanan seminggu Gilang demi mengejar Ning benar-benar menyenangkan. Penantian panjangku dan juga penikmat karya Mbak Windry lainnya sudah barang tentu terbayar. Senyum puas mengembang di wajah meski kisah ini berakhir tidak seperti kebanyakan kisah lainnya.
Selamat, untuk Mbak Windry, sekali lagi aku berjodoh dengan karyanya. Semoga, kau juga, teman. :)
Kesan kedua: Sendu lagi... Entah, mungkin akan selalu begini tiap kali kutuntaskan membaca karya Mbak Windry. Aku mencandu sendu yang sama. Membuatku mengharuskan diri untuk membaya masing-masing karyanya paling tidak dua kali..
Juga aku ketagihan rasa 'penuh' tiap kali menutup lembar terakhir. Aku belajar banyak dalam setiap perjumpaan dengan karya-karya Mbak Windry. Ah, begitu mabuk kepayang kah aku, sampai-sampai sangat memuja penulis yang satu ini?
Begitu saya tahu bahwa Windry akan menerbitkan buku STPC dengan pilihan kota London, saya langsung merasa sangat tidak sabar untuk membacanya. Kenapa? Karena Windry adalah salah satu penulis yang saya kagumi gaya penulisannya, ada nuansa sepi yang saya sukai dari gaya tulisan WIndry, dan novel STPC Windry ini akan mengambil setting di London, kota kelabu yang selalu hujan yang merupakan kota impian saya untuk didatangi. Kedua hal ini membuat saya yakin bahwa novel STPC kali ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa.
Dan ternyata saya benar.
London akhirnya menjadi seri STPC favorit saya, mengalahkan Paris, Roma, dan Melbourne (saya baru membaca seri STPC milik Gagas saja). Tulisan Windry benar-benar membawa saya seolah-olah berada di atas jalanan kelabu dan basah London, merasakan tetesan gerimis yang turun secara malu-malu namun tanpa henti. Saya bisa dengan mudah membayangkan gemerlapnya London Eye, dan pemandangan kota London kala malam, seolah bisa mendengar percakapan-percakapan penduduknya, dan ikut merasakan rasa tidak sabar dan gemas tokoh-tokoh di dalamnya.
Uniknya, kalau ingin membahas tentang karakter-karakter di dalam buku ini, tidak ada yang istimewa dari mereka. Tidak ada yang membuat saya jatuh cinta, tidak ada yang membuat saya gemas atau kesal, atau kasihan, semuanya biasa saja. Namun, gaya penulisan Windry dan bagaimana dia menuturkan kisah tokoh-tokohnya lah yang membuat saya terbawa dan hanyut di dalam buku ini, dan tidak bisa tidak menyelesaikannya saat itu juga, karena saya tidak bisa berhenti membacanya.
Ketika akhirnya saya menutup buku, saya memeluk novel ini di dada dan mendesah bahagia. Buku ini sungguh membuat saya puas, seolah sayalah yang telah menyelesaikan perjalanan bersama Gilang ke Inggris Raya sana.
Terima kasih Windry, karena telah membuat saya merasakan semua hal luar biasa sepanjang membaca bukumu ini :)
Okay, buku ke-4 karya mbak windry yang saya baca dan seperti biasa selalu menarik :)
entah mengapa saya paling suka Novel ini dibanding novel mbak Windry yang pernah saya baca (read : montase, orange, last forever)
ceritanya bener-bener menarik mengangkat kisah Gilang yang mencintai Ning sahabatnya dan dia rela pergi ke London untuk menyatakan cintanya. saya gak bisa ngomong apa-apa lagi bahkan kasih spoiler, lebih baik cari spoiler itu di bukunya haha. ceritanya buat saya bingung, penasaran dan greget soalnya ada beberapa tokoh wanita didalamnya dan mbak windy gak membuat ceritanya fokus pada perjuangan Gilang menyatakan cintanya pada Ning saja. ada Goldilock, wanita yang muncul saat ada hujan saja, Ayu si maniak buku cetakan pertama dan kronik kisah cinta Mr. John pada Mrs. Ellis yah begitulah. dan lucunya, mbak windry membuat tokoh Gilang itu seolah orang yang pikun. semua teman atau orang yang Gilang temui selalu dinamai dengan tokoh imajiner yang pernah ia tonton atau baca dan itu sangat menarik dan lucu menurut saya. dan tak lupa, ada setitik amanah yang selalu mbak windry coba sampaikan dan silahkan cari sendiri dengan membaca bukunya. kenapa saya memberikan bintang empat, andai kalau ada 4,5 saya kasih segitu da mengapa tidak 5 karena saya menunggu karya mbak Windry yang lebih spektakuler dari ini. ah ya, cerita ini berakhir, entahlah happy end atau sad end tapi yang pasti Mbak Windry menggunakan open ending dan itu membuat saya gemas sekaligus senang.
A sweet story, simple and cliche one. But stunning.
Ini pertama kali membaca karya Mbak Windry. Kesan pertama, kalimatnya manis dan lugas. Ngga bertele-tele, tapi jujur. Awalnya beli buku ini karena saya tertarik dengan London dan ingin mencoba membaca karya STPC lain selain Bangkok... sesimpel itu.
Dan jadi.. saya berakhir di halaman terakhir hari ini. Dengan ending yang manis, sedikit berbau unsur fantasi ringan yang menyenangkan. Mungkin saya tersentuh karena saya baru mengalami pengalaman hampir serupa dengan Gilang, dengan pemikiran yang sama.. seperti kata-kata Goldilocks di akhir... yang kalau saya tulis disini nanti jadi spoiler. #eh
Cerita yang ringan, manis, dan bersahabat. London, dengan tema klasik yang menyenangkan, membuat pembacanya juga jadi ingin ikut menjelajah dan menikmati seni. Empat bintang untuk karya ini, atas ceritanya yang manis. ☺
Aku mengagumi konsep yang diusung Mbak Windry dalam novel ini. Gaya berceritanya tidak perlu diragukan lagi, dia salah satu penulis lokal favoritku.
Hanya saja yang satu ini alurnya agak lambat dan mungkin aku sedang dalam mood yang buruk untuk berlama-lama menanti klimaks. Selain itu, aku tidak begitu merasakan emosi para tokoh (kecuali Mr. Lowesley), kesannya datar-datar saja. Jadi bintangnya dibulatkan ke bawah.
A sweet story, simple and cliche one. But stunning.
It's not containing a lot of unnecessary information about the place, but a proper-light-sweet-comfy side about London.
Following Tolstoy's style on The Porcelain Doll could be very risky but I think the writer succeed in creating a nice fiction without adding too much fantasy into it.
Berkisah tentang Gilang yang menyukai sahabat sejak kecilnya bernama Ning. Ning pergi ke London untuk melanjutkan studi, dan Gilang pun memendam perasaan terdalamnya hingga suatu hari berkat dorongan sahabat-sahabatnya, Gilang pun bertolak ke London untuk memberikan kejutan kepada Ning berupa pengungkapan perasaan hatinya kepada Ning.
Lima hari lamanya rencana Gilang untuk bertahan di London. Waktu yang tidak terlalu panjang, namun cukup untuk mengungkap berbagai kisah cinta di dalamnya. Apakah kisah cinta Gilang dan Ning termasuk di sana?? Payung merah di dalam buku London : Angel ini akan menjawabnya..
*** *** *** ***
Buku ini bukan buku baru, bahkan sudah termasuk buku langka karena di toko buku online saja stoknya sudah tidak tersedia lagi. Beruntung saya bisa membaca buku ini hasil pinjam temen kantor yang koleksi novelnya segunung..
Tertarik baca buku ini karena liat buku (baru) nya mba Windry yang judulnya Angel in The Rain, di bagian "Ucapan Terima Kasih' bukunya ditulis kalo buku tersebut merupakan sambungan dari buku London : Angel ini dan buku Walking After You. Makanya bela-belain baca yang London ini biar pas baca AiTR, feel nya bisa dapet.
Secara keseluruhan saya lumayan suka dengan novel London ini. Cara menulis dan bercerita mba Windry memang di atas rata-rata. Penggambaran setting London nya juga terasa apik, keren lah pokok nya, jadi bikin tambah mupeng pingin ke London suatu saat nanti (semoga terwujud.. aamiin). Kisah romancenya juga asik walaupun belum bisa bikin saya ikut berbunga-bunga. Mungkin karena memang tujuannya bukan untuk seperti itu. Kisahnya sedikit melankolis untuk tidak saya sebut tragis. Namun tidak juga bisa dibilang akhirnya tidak happy ending. Happy ending koq hanya saja dari sudut yang sedikit berbeda. Cinta selalu memiliki misteri tersendiri.
3,5 / 5 bintang untuk buku ini.
P.s : Tadinya mau nulis beberapa kutipan dari buku London di bagian review ini, karena memang banyak kalimat-kalimat yang bagus, namun sayang saya lupa halaman-halaman persisnya. Berhubung ini buku pinjeman, saya ga berani melipat apalagi mencoret-coret buku yang saya pinjam. Karena buku memiliki arti buat pemiliknya, jadi sebisa mungkin menjaga dengan baik buku yang sudah dipinjamkan.
Tadinya saya membaca sekilas buku ini, dan merasa tidak terlalu tertarik. Tapi kemudian saya putuskan untuk benar-benar membacanya. Alhasil, saya tidak bisa melepaskan pemandangan yang disaksikan oleh si tokoh utama dalam novel ini. Seperti novel sebelumnya, London: Angel merupakan novel bergenre romance travelling dengan mengambil setting di London, salah satu kota paling terkenal di Negara Ratu Elizabeth. Endingnya mungkin akan berbeda dari harapan. Tapi saya sangat suka saat mbak Windry membawa saya ke London Eye, Tate Modern, dan berburu buku-buku tua di toko Dickens and More.
London: Angel merupakan novel romance dari seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) dari gagasmedia. Novel ini mengisahkan Gilang, seorang penulis dan editor, yang mengejar cinta sahabat masa kecilnya bernama Ning hingga ke Fitzrovia di London. Berangkat dengan semangat menggebu-gebu, beberapa kali Gilang harus kebingungan untuk menyatakan cintanya kepada Ning. Di satu sisi dia ingin mengutarakan perasaan yang sebenarnya dan tidak ingin bernasib seperti Mister Lowesley yang harus memendam perasaan selama bertahun-tahun. Namun di sisi lain, dia tidak ingin kehilangan Ning apabila semuanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Dalam perjalanannya mengejar cinta Ning, Gilang bertemu dengan gadis misterius berambut ikal keemasan atau Goldilocks yang selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang ketika hujan reda. Dia pun bertemu berbagai orang dengan kisah yang berbeda, dan belajar dari kehidupan mereka – pria bertopeng V yang berhasil menyelamatkan pernikahannya dan cinta terpendam Mister Lowesley pada Madam Ellis yang berbuah manis dan bahagia. Gilang pun menemukan keberaniannya kembali dan menyatakan cintanya. Sekalipun dia harus kecewa dan tidak bisa mendapatkan cintanya, tapi Angel si Goldilocks telah menuntunnya kepada Ayu – gadis maniak buku yang terobsesi pada Wuthering Heights cetakan pertama. Dan dia pun menemukan keajaiban cinta yang dia cari.
First Impression
Seperti seri lainnya, cover novel ini dibalut dengan warna merah yang sangat identik dengan Inggris. Di dalamnya dilengkapi dengan semacam kartu pos seperti halnya seri-seri yang lain. Saya membeli novel ini karena sinopsis di cover belakang yang membuatku penasaran akan kisah Gilang dan si Goldilocks. Walaupun pada awalnya setelah membeli novel ini saya tidak terlalu tertarik. Namun toh saya tetap melibasnya sampai habis dan merasa tidak cukup. Seperti ketagihan ya? Seperti itulah. Ketagihan akan kisah sebuah novel dan kisah selanjutnya yang terjadi di Fitzrovia.
How did you experience this book?
Hebat. Mengagumkan. Saya tidak punya kata-kata lain lagi. Selain membawa saya ke dalam kisah magis Gilang yang bertemu dengan Goldilocks, saya pun dibawa berjalan-jalan menyusuri Windmill Street, menikmati indahnya pemandangan malam hari Kota London dari London Eye yang sangat tinggi, menyusuri Sungai Thames, dan berbelanja aksesoris di toko aksesoris di dekat The Piper. Selama membaca novel ini, saya harus menahan tawa akan kekonyolan Gilang dan para sahabatnya serta komentar-komentar Gilang dan juga Ed – si pelayan setengah Inggris setengah India. Saya pun cukup terhibur dengan cara Gilang memberikan julukan pada tiap orang yang ditemuinya, menyamakan fisik dan karakter mereka dengan para tokoh dari novel-novel dan karya sastra yang dia tahu. Menurut saya itu cukup menarik. Dan lucu.
Characters
Gilang merupakan seorang editor dan juga penulis (akan karena dia sedang mengerjakan satu-satunya novel yang akan dia terbitkan). Terkadang dia bisa penuh dengan semangat, namun dia juga bisa berubah menjadi seperti seorang tentara yang patah arang setelah melihat semua rekannya mati di medan perang. Lalu ada Ayu yang terobsesi pada Wuthering Heights cetakan pertama. Menurutku sifat Ayu yang sinis dan cuek namun sangat posesif terhadap buku-bukunya sangat menarik. Dan saya sangat menyukai sifat Ayu yang seperti itu, apalagi saat dia sudah mengomentari apa pun yang diucapkan oleh Gilang. Untuk Hyde, saya tidak sempat kepikiran bahwa Hyde itu dari Jekyll & Hyde.
Sejujurnya, saya kagum pada Mister Lowesley. John Lowesley atau Mister Lowesley harus menelan pil pahit saat Madam Ellis menikah dengan Mister Ellis. Dia pun menyimpan perasaannya selama bertahun-tahun. Walaupun dia termasuk kikuk dan tidak bisa bersosialisasi dengan baik (dia tidak pernah melihat mata lawan bicaranya saat berbicara), namun dia menyembunyikan keberanian yang besar untuk tetap terus mencintai Madam Ellis apapun yang terjadi. Mister Lowesley, Anda keren!
Plot
Campuran, maju dan mundur.
POV
Orang pertama dari Gilang.
Tema
Romance, travelling, supernatural.
Quotes
Ada sebuah puisi yang ditandai oleh Mister Lowesley untuk menyatakan perasaannya pada Madam Ellis, dan saya sangat menyukainya. Tapi yang paling saya sukai adalah…
“Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya.”
Ending
Sekalipun endingnya tidak terlalu baik untuk Gilang, tapi saya puas. Ning bukan gadis yang tepat untuk Gilang. Mereka hanya cocok menjadi sahabat saja. Dan, saya menginginkan kelanjutan kisah Gilang, dengan Ayu tentunya.
Pertanyaan
Apakah kau akan tetap menjadi sahabatku jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?
Benefits
Saya belajar banyak dari novel ini. Pertama, jangan pernah patah semangat dalam mengejar ataupun meraih sesuatu yang kau inginkan. Kedua, sahabat adalah salah satu hal terpenting yang harus kita jaga. So, hargai sahabatmu dan jagalah mereka untuk selalu di sisimu.
Saya harap seri dari STPC yang lainnya akan bisa membawa saya menjelajahi indahnya kota tersebut dan memasuki dunia lain yang bisa saya saksikan.
I love the way the author writes this omg and the illustration??!! It's perfect!! Anw i love Ning so much aaaaahdhdhdhsjs AND WHOS THE RAIN GIRL OMG WHY CANT THEY BE TOGETHER!!! Cause I ship them more but like??!! I was kinda devastated of the ending but still a good read :)
Kalau bisa memberi rating 0 bintang, aku bakal memberi buku ini rating 0 bintang karena betapa aku nggak sukanya sama buku ini, dan juga karena
buku ini bukan buku genre romance. buku ini lebih cocok disebut sebagai buku tentang "Hal-hal yang Tidak Boleh Kita Lakukan saat Kita Mencintai Seseorang".
terakhir kali aku dibuat kesal sama kelakuan karakter utama dalam sebuah buku itu waktu aku membaca buku I've Got Your Number karya Sophie Kinsella. perbedaannya adalah, karakter utama di buku ini jauh lebih menyebalkan dari Poppy.
cerita ini memiliki beberapa karakter yang nggak mengerti kalau
Apalagi Gilang yang menyebut Ning 'gadisku' kira-kira selama 290an halaman. Mereka
Gilang benar-benar orang yang
Sayangnya, apapun yang dilakukan Gilang, tetap saja dia nggak mendapatkan konsekuensi yang pantas dia dapatkan.
Apalagi Gilang yang menggunakan kata 'ketidakpastian'. Ketidakpastian apanya?
Aku benar-benar kecewa. Buku seperti ini nggak pantas mendapatkan desain cover sebagus ini. Awalnya, aku mengira si Bukan sesuatu yang grondbreaking ataupun original, tapi menurutku cerita yang sudah sering muncul di novel romance adalah sesuatu yang jauh lebih baik dari yang ada di buku ini. Tapi ternyata
Lalu ada karakter
Begitu banyak cowok yang nggak pantas mendapatkan cewek manapun. Ada
Buku yang benar-benar cuma akhirnya membuang uang dan waktuku. Seandainya aku tau betapa jeleknya buku ini, aku nggak akan membelinya beberapa tahun lalu. Tapi sayang, desain dan konsep cover buku ini memang begitu menarik bagiku dulu saat membeli buku ini.
Gilang, pemuda Indonesia yang berprofesi sebagai penulis amatir telah bertahun-tahun memendam perasaan kepada Ning--sahabatnya. Malam itu, di antara bergelas-gelas Jack Daniel's yang membuatnya mabuk, ia menandaskan ide gila bin sinting tersebut. Pergi ke London. Menemui Ning. Untuk mengungkapkan perasaannya.
... Sebagai seorang penulis, terlebih aku adalah seorang penulis roman, seharusnya aku tahu hal utopis semacam 'mengejar gadis ke London atas nama cinta' hanya berjalan lancar dalam kisah-kisah fiksi. ...
Namun, usahanya menemui Ning dan memberikan kejutan pada gadis itu tidaklah semulus yang Gilang bayangkan. Berhari-hari ia mendapati apartemen yang Ning tempati kosong. Berhari-hari pula ia menghabiskan waktu tak tentu arah mengelilingi London sembari menunggu Ning kembali.
Tanpa disangka, perjalanannya itu membawa Gilang bertemu pada seorang wanita cantik yang ia temui di bawah rintik hujan. Bermata biru indah, berambut ikal gelombang keemasan, dengan senyum memesona yang begitu sempurna. Ia memanggilnya Goldilocks. Berkali-kali ia bertemu dengannya, namun anehnya: Goldilocks selalu muncul saat hujan mulai datang dan pergi saat hujan berhenti. Wanita cantik itu hanya meninggalkan sebuah payung merah yang tanpa Gilang ketahui--akan berperan banyak dalam hidup orang-orang di sekitarnya.
... "Kau lucu,"
"Terima kasih. Kau misterius."
"Misterius?"
"Ya. Kau muncul tiba-tiba, pergi tiba-tiba. Sangat misterius." ...
Gilang juga bertemu dengan orang-orang berkepribadian unik seperti Ed, Madam Ellis, Mister Lowesley, dan Ayu--gadis maniak buku yang juga berasal dari Indonesia
Saat akhirnya Gilang bertemu dengan Ning, ada pergolakan hati yang muncul pada diri pemuda itu. Bagaimana kalau ternyata Ning menolaknya? Bagaimana kalau ia selama ini bertepuk sebelah tangan? Bagaimana kalau ... selama ini Ning memang hanya menganggapnya sebagai sahabat--tak lebih.
... "Sejak lama aku menginginkanmu. Enam tahun, atau mungkin lebih dari itu. Bukan sebagai sahabat." ...
Di sela kemelut pikirannya tentang Ning, bayangan Goldilocks yang selalu hadir di saat hujan terus menghantuinya. Ia penasaran. Ia ingin tahu. Dan ia ingin bertemu lagi dengannya. Maka Gilang pun terus mencarinya.
... "Kau tidak perlu mencarinya. Kau cuma perlu berdoa agar hujan turun." ...
Dan saat akhirnya mereka bertemu, tak pelak ada begitu banyak hal yang telah terjadi berkat keajaiban-keajaiban yang dibawa oleh Goldilocks. Membuat Gilang terus-menerus bertanya,
Siapa sebenarnya wanita itu?
. . .
It's my first time read Kak Windry's book. Aku juga punya Memori, Montase, dan Everlasting Love yang berisi tulisannya. Tetapi entah kenapa, aku memilih London menjadi novel pertama Kak Windry yang kubaca. Mungkin karena kabarnya novel ini akan difilmkan?
My first opinion ... beautiful. Kak Windry menulis dengan begitu indah dan cantik. Dengan kekayaan diksi yang begitu indah juga. Bahkan aku seperti merasa membaca buku terjemahan. Semuanya terasa pas. Aku juga suka karena judul-judul buku bertebaran di sini. Memperlihatkan bahwa pengetahuan Kak Windry tentang buku dan dunia kesusastraan klasik lumayan luas :))
Overall, lagi-lagi aku suka dengan sub tema sahabat jadi cinta di sini. Jujur, tema itu membuatku lebih semangat membaca novel ini. Hanya saja, aku kurang sreg dengan tema utamanya. Terlebih karena ini memakai point of view seorang laki-laki (aku tipe pembaca yang lebih mudah bersimpati pada tokoh utama perempuan). Jadi, ya, ada beberapa hal yang masih kurang dapat kunikmati.
Oh ya, keapikan Kak Windry menyambungkan benang-benang cerita juga mengagumkan. Aku suka bagaimana di sini, ia membuat sebuah payung merah milik Goldilock akhirnya menjadi sesuatu yang berperan penting pada orang-orang di sekitar Gilang. Tapi aku kurang puas mengenai penjelasan Goldilocks. Sampai akhir aku tidak menemukan penjelasan yang melegakan atas siapa sebenarnya dia.
Dan endingnya! Oh My God! :''")) bukan ending yang kuharapkan, sih. Tapi di tengah cerita aku sudah 'sempat' menebak walau sedikit.
Tapi overall suka, kok. Suka dengan gaya penulisannya yang mengalun. Mengalir. Cuma kurang greget xP Sepertinya aku akan dengan senang hati mencoba karya Kak Windry yang lainnya :)
LONDON.. Salah 1 kota favorit saya karena di kota itu terlahir seorang anak laki-laki bernama Harry James Potter,yang membuat saya jatuh cinta setengah hidup sama cerita dia dan teman-temannya..
Berkisah seorang lelaki bernama Gilang yang jatuh cinta sama sahabatnya sendiri *klise memang,banyak ditemui di cerita manapun* bernama Ning.. Tapi Gilang tidak berani menyatakan langsung perasaannya,sampai Ning harus kuliah dan bekerja di London. Karena demi cintanya dan bermaksud ingin menyatakan perasaannya pada Ning, Gilang pergi menyusul Ning ke London.. Tidak mudah memang,banyak kendala *aiihh*
Di sana Gilang pun bertemu dengan sosok wanita yang cantik seperti Goldilocks *bener gk ya nulisnya begini* Goldilocks ini bernama Angel,dia sangat misterius. Hadir saat hujan,menghilang saat hujan berhenti. Hihihii ceritanya kya fantasi gitu ya memang. Tapi ini hanya selingan saja kok. Di sana juga Gilang bertemu dengan Ayu gadis Indonesia yang agak judes dan galak ._.
Well, inti ceritanya seperti itu. Sahabat yang jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri,banyak banget memang cerita kya gini ya.. Tapi yang seperti gue bilang,tiap penulis mempunyai gayanya sendiri. Bumbu-bumbu yang dikasih dalam mengembangkan inti ceritanya selalu berbeda. Dan itu,lagi-lagi gue temui di cerita ini ^^
Ceritanya mengalir,dan gak bikin bosen. Manis banget sungguh *jilatin* Mungkin bisa dibilang dari seri STPC Gagas Media yang gue baca selama ini,mungkin London yang paling bagus. Tapi balik lagi ke masalah ‘selera’ ^^ Bukan karena gue tergila-gila sama Harry Potter lalu gue bilang kalo London paling bagus. Tapi karena memang cara kak Windry berceritalah yang bikin gue gk ngantuk dan mau menunda bacanya..
Btw,ada beberapa tempat yang disebut-sebut di film Harry Potter juga. Contohnya Tottenham Court Road. Tau kan? Yang pas Trio Golden kabur dari pernikahan Bill and Fleur,mereka kaburnya ke jalanan ini *oke ini kenapa jd bahas Harry,Ron and Hermione* #plakk Selain berbau Harry Potter,disini juga ada yang berbau Lord of the Rings..
Yak,mengingat STPC gagas yang lain hanya gue kasih 2,5 – 3 bintang,khusus untuk LONDON gue kasih 4 bintang ^^
Selamat membeli dan membaca muggles ^^
NOX!!
Quotes yang menarik: "Menunggu cinta bukan sesuatu yang sia-sia. Menunggu seseorang yang tidak mungkin kembali, itu baru sia-sia."
Mengingat perjuangan saya setelah sekian lama dapetin buku ini sampai pada akhirnya ditangan saya, dibaca dan kembali diletakkan, rasanya sungguh tidak mengecewakan. Senyum saya merekah.
London, kota tuanya dan hujan. Saya menyukai London dengan semua bangunan usangnya yang punya segudang cerita, selalu terlihat elegan dan anggun. Cantik. Saya suka hujan, tapi saya lebih suka dan percaya akan ada keajaiban setelah hujan, dan itu saya dapatkan di novel ini. Terima kasih, Mbak :) Saya suka cara penulis mendeskripsikan kesenduan dan keajaiban dibalik hujan yang mistis. Hujan yang mempertemukan Goldilocks dengan Gilang yang lagi putus asa dan galau gara-gara Ning, walaupun Ning juga akhirnya menjadi milik orang lain. Tetapi, perjalanan Gilang yang sia-sia itu akhirnya menemukan cerita yang bisa dibawa pulang bersamanya. Biasanya saya selalu suka bagaimana penulis menonjolkan tokoh utamanya disertai dengan penggambaran karakter yang kuat. Namun, untuk London: Angel, saya suka cerita dari tokoh sampingannya, V--si orang asing di pesawat--dengan (mantan) istrinya, Mr. Lowesley dengan Madan Ellis. Dan semua itu dipertemukan lagi karena payung merah yang ditinggalkan Goldilocks untuk Gilang. Saya juka suka interaksi Gilang dan Goldilocks yang minim dialog. Minim scene(?)sebenarnya, padahal saya pengen porsi Gilang dan Goldilocks lebih banyak *abaikan*, tapi porsinya pas. Kalau adegan mereka terlalu banyak, yang ada malah jadi sebuah fantasi, bukan lagi mistis yang ajaib. Yang selalu saya kagumi dari tiap tulisan Mbak Windry adalah kisah yang sederhana tapi diramu menarik. Sekilas memang gak ada konflik yang terlalu riskan. Konflik terjadi karena karakter tokoh yang satu dan tokoh lainnya bertentangan, saya suka, itu lebih asik(?)/lah. Ending novel dari Windry Rahmadhina selalu mengukir senyuman, hingga akhirnya buku itu ditutup dan kembali diletakkan, sampai-sampai saya berharap kalau akan ada yang memberi saya payung merah kayak Goldilocks haha.
Oh iya sebagai penutup dari review saya, saya selipin dialognya Goldilocks yang manis--menurut saya-- bunyinya begini:
"Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. Kau hanya belum menemukannya."
Ikut PO-nya di bukabuku karena bener-bener penasaran sama buku kak Windry yang ini. Sebelumnya aku udah pernah baca 3 buku kak Windry : Memori, Montase, dan Orange. Karena ketiga buku itu lumayan bagus, jadilah aku berekspektasi tinggi sama buku ini.
Cerita diambil dari sudut pandang Gilang, seorang editor buku-buku sastra. Ia memutuskan untuk pergi ke London selama 5 hari untuk menyatakan cintanya kepada Ning, sahabatnya selama 14 tahun.
Di hari pertama, Gilang belum bisa bertemu dengan Ning. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke London Eye. Di sanalah ia bertemu gadis misterius berambut coklat keemasan dengan payung merah.
Gilang memberi julukan 'Goldilocks' untuk gadis itu. Anehnya, gadis itu selalu muncul saat hujan dan akan menghilang saat hujan berhenti.
'Konon katanya hujan turun membawa serta malaikat dari surga'
Tak hanya itu saja, banyak orang-orang baru yang ditemui Gilang di Madge -penginapan tempat ia tinggal di London-. Dan ada beberapa di antara mereka yang mempunyai kisah cintanya sendiri.
Apakah Gilang berhasil bertemu dan menyatakan cintanya kepada Ning? Siapakah Goldilocks sebenarnya? Baca kisahnya di London: Angel.
---
Aku bener-bener enjoy sama bahasa yang dipake kak Windry. Mengalir dan banyak quote-quote yang menarik. Dan sekarang aku jadi beneran pengen pergi ke London, hiks. Sebenernya saat aku membaca, aku membayangkan setting Diagon Alley-nya Harry Potter. Mungkin aneh, tapi setiap orang kan punya imajinasi tersendiri :)
Yang aku kurang suka adalah bagian endingnya (aku sampai membaca endingnya berkali-kali untuk memastikan apa yang kubaca salah atau tidak). Endingnya terkesan menggantung.
But, overall, aku sangat menyukai kisah London ini, tidak berakhir dengan terlalu indah, namun cukup mengena di hati :)
Gilang seorang penulis yang belum menyelesaikan novel pertamanya memutuskan mengejar perempuan yang dicintainya yang juga seorang sahabatnya ke London saat sedang mabuk dengan teman-teman dekatnya. Perjalanan Gilang menemui Ning ternyata tidak semudah dengan rencana yang sudah disusunnya. Ning yang bekerja di galeri seni Tate Modern sebagai kurator ternyata sedang berada di Cambridge untuk urusan pekerjaan dan sayangnya Gilang tidak mengabarkan kedatangannya kepada Ning. Hingga di hari ke 3 dari 8 hari yang direncaankannya untuk tinggal di London, Gilang masih juga belum bertemu dengan Ning.
Tidak ingin kecewa dan karena sudah jauh-jauh datang ke London, Gilang memutuskan untuk menikmati London sambil menunggu kabar dari Ning dan dimalam yang hujan Gilang bertemu dengan seorang gadis cantik yang menyerupai Goldilocks dan menawarkan payung. Gadis yang misterius karena datang hanya disaat hujan turun dan menghilang ketika hujan reda.
Selama berada di London, Gilang menginap di sebuah penginapan yang bernama Madge yang dikelola oleh Madam Ellis yang sinis dan berwajah masan. Madge juga memiliki sebuah restoran yang sering dikunjungi oleh Mister Lowesley, pemilik toko buku di seberang penginapan. Madam Ellis dan Mister Lowesly memiliki sebuah hubungan yang unik. Selain itu Gilang juga bertemu dengan Ayu, seorang gadis Indonesia yang cuek dan tidak terlalu ramah yang sangat gigih berusaha mencari novel Wuthering Heights cetakan pertama.
Pada akhirnya Gilang bertemu dengan Ning. Pertemuan yang telah lama dinanti. Pertemuan yang akan menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak Gilang selama ini, sembari menyusuri keindahan kota London dan isinya, Gilang akan menemui takdirnya sendiri. Akankah Ning menjadi takdirnya?
Another awesome novel from my favorite author, Mbak Windry Ramadhina. Saya menunggu2 kehadiran buku ini dan untuk pertama kalinya berinisiatif membeli secara online demi mendapatkan versi tanda tangan. Dan benar-benar tidak mengecewakan. Saya penyuka hujan dan novel ini memuaskan rasa cinta saya. Saya suka London, dengan semua bangunan tua dan kesan antiknya yg misterius dan anggun. Saya suka Gilang, walaupun dia rada2 g peka bgt dgn keadaan yg udh terlihat jelas di depan mata. Walaupun entahlah ya, saya juga rada menyalahkan Ning yg bersikap seolah2 memberi harapan. Saya selalu mencintai narasi dan penggambaran karakter yg kuat dari Mbak Windry. Tapi disini, saya lbh menyukai cerita2 sampingannya. Karena Mbak Windry menuliskan novel ini berbeda dgn novel2 lain yg mengambil tema sama, sahabat jadi cinta. Disini, hal itu tidak berhasil. Tp kisah cinta lain yg hadir di novel ini sangat memukau. Saya suka cerita pemilik penginapan dgn pria pemilik toko buku. Saya suka sekali interaksi Gilang dgn Goldilocks. Bhkn syaa suka dgn adegan2 minim dialog antara Gilang dgn Ayu, dan tersenyum saat tahu mereka akhirnya akan bersama. Mbak Windry selalu menghadirkan kisah sederhana, yg g sarat konflik muluk2 kayak sinetron. Dan saya suka novel ini, yg menghadirkan kesan tua di balik buku2 lama di toko buku Mr. Lowesley, sastra yg bertahan selama puluhan bhkn ratusan tahun. Saya suka hujannya, saya suka penggambaran settingnya. Seperti biasa, ending novel seorang Windry Ramadhina selalu menyisakan senyum setelah buku akhirnya ditutup dan diletakkan. Always wait for the next novels.
Membaca ulang novel ini dan tidak ada perubahan dari pemberian bintang. Ah, saya tidak tahu harus berkomentar apa pada buku ketiga penulis yang saya baca ini, selain; keren.
Baik beberapa yang saya suka, saya uraikan. Karakter Gilang ini sangat familiar sekali, karena saya pun merasa sering mengganti nama panggilan teman saya sesuka saya. Dan keputusan yang Gilang ambil untuk menemui Ning, semata terkompori oleh teman-temanya, tanpa pikir panjang--ya selain terpengaruh minuman. Kadang seperti itulah kami--eh siapa?--dan mengenai obrolan dari perkumpulan laki-laki, saya tidak tahu cara penulis riset, karena baik gaya atau topik obrolannya hampir semuanya sama--setidaknya, obrolan saya bersama teman-teman saya seperti itu. Saya jadi penasaran, apa yang menjadi topik obrolan dalam sebuah perkumpulan para perempuan dengan sahabat terdekatnya? Apakah sama? Sementara dari poin tersebut saya pikir, penulis berhasil mengeksekusinya dengan baik.
ohh what should I say, uh? apaku bilang, kak Windry tuh selalu bisa memporakporandakan hati seseorang!
wkwk pokoknya ceritanya ngalir dan aku sangat bisa merasakan apa yang Gilang rasakan. gilak. bahkan kata2 Gilang pun ada yg sama persis seperti apa yang pernah aku utarakan untuk seseorang. haha yang jelas, I know what Gilang feels so well.. payung 'magis' merah itu.... kalau kalian ingin tahu reaksiku bagaimana ketika payung itu terbuka, nafasku selalu tertahan. haha payung itu seperti simbol penyatuan Cinta, tapi tidak untuk Gilang saat itu. yang aku tahu-meski tidak diceritakan bagaimana- akhirnya payung itu berguna untuk Gilang sendiri, menemukan keajaiban cintanya sendiri....
NAH SEKARANG AKU BAKAL BUKA BUKU WALKING AFTER YOU LAGI.... YOU KNOW WHAT IM GOING TO DO.
Aku sepertinya memang tidak cocok dengan buku bertipe seperti ini. Buku dengan minim dialog dan penuh dengan narasi. Ditambah dengan tidak adanya unsur penasaran yang dihasilkan dri buku ini. Apa atau siapa itu Goldilocks tidak cukup membuat aku penasaran dan bersemangat membalik setiap lembarannya.
Aku juga tidak merasakan aura romantis menggalau yang biasa ditimbulkan oleh hujan ketika membaca buku ini. Kenapa ya? entahlah... rasa2nya buku ini memang telah gagal untukku.
Sudah dua buku dari mbak windry yang aku baca, dan entah kenapa dia hobby banget deh pake julukan yang aneh2 buat tokoh2nya --"
Buku ketiga karya Windry Ramadhina yang tuntas dibaca setelah "Glaze" dan "Angel in the Rain". Dan sejauh ini suka dengan tulisan Windry yang terkesan tidak lebay. Jujur mencari buku "London" ditahun 2018 ini sangat sangat sangat susah bahkan terbilang langka, tapi setelah berbulan-bulan mencari akhirnya dapat juga disalah satu ecommerce berwarna orange, dan tidak sia-sia juga karena saya suka dengan "London" ini. Dan tak salah jika saya beri ⭐⭐⭐⭐⭐ untuk buku ini. Next siap berburu karya-karya langka Windry selanjutnya.
Despite what people said about the ending, I found that I love the story. The ending is perfect. And I enjoyed reading how Windry takes me around London.