Jump to ratings and reviews
Rate this book

Blue Romance

Rate this book
Blue Romance

Selamat datang di Blue Romance, sebuah coffee shop yang buka setiap hari, dan mungkin kau lewati hari ini.

Blue Romance menyediakan kopi ternikmat dan sahabat saat kau dituntut untuk terus terjaga. Blue Romance juga punya banyak cerita. Ada kisah jatuh cinta dan patah hati, perpisahan dan pertemuan kembali. Kisah-kisah ini berbalut kafein dan aroma kopi, berderai tawa dan tangis, di sela desis coffee maker.

Seperti Latte, Affogato, Americano, dan Espresso, setiap kisah punya kopinya sendiri.

Kisah mana yang cocok dengan kopimu?

224 pages, Paperback

First published October 1, 2012

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Sheva Thalia

5 books21 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
150 (30%)
4 stars
157 (32%)
3 stars
137 (28%)
2 stars
24 (4%)
1 star
19 (3%)
Displaying 1 - 30 of 86 reviews
Profile Image for Harumichi Mizuki.
1,124 reviews65 followers
December 24, 2018
Aku tahu buku ini dari promosi di halaman belakang Pintu Harmonika dan langsung tertarik. Ternyata feelingku pas liat kover buku ini memang nggak nggak asal kesengsem. Sangat indah. Manis, pahit, tercampur dalam seluruh ceritanya bagaikan paduan rasa kopi yang mantap dan menghangatkan. Dari cerita inilah aku jadi tahu bahwa kesedihan bisa dikisahkan begitu manis.

Aku sudah membacanya tiga kali. Sepertinya tiap tahun aku selalu membacanya untuk beragam alasan. Uniknya sebagian besar ceritanya terasa baru bagiku. Kadang aku memang mudah melupakan isi suatu buku padahal aku sangat menyukai buku itu. Aneh. Tapi yah, ada hikmahnya juga aku "lupa", jadi membacanya berkali-kali rasanya tetap fresh aja. Kali ini aku mau nyoba mereviewnya lebih detail. Untuk mengamankan kenangan yang kudapat dari buku ini.

Total, buku ini berisi 7 cerita. Tiap cerita disambungkan dengan cerita yang lain oleh sebuah kafe bernuansa hangat dan unik bernama: Kafe Blue Romance. Kafe fiksi yang diceritakan berada di daerah Cikini ini menjadi saksi kisah-kisah para pengunjungnya, tentang awal pertemuan yang tak disengaja dengan orang asing, perjumpaan nostalgia, jarak dengan orang tersayang, berpisah dengan orang yang disayang, mengikhlaskan kepergian, dan keberanian untuk kembali pada orang yang disayang.

***

Rainy Saturday

Cerita pertama adalah cerita manis tentang seorang gadis dengan kebiasaannya sarapan di Blue Romance tiap Sabtu pagi. Menu wafel dengan es krim dan cream cookies dan affogato menikmati rutinitasnya. Awalnya ia menyukai kejutan, cenderung melakukan hal-hal random seperti membeli buku secara spontan tanpa direncanakan. Semua itu berubah sejak orangtuanya meninggal dalam kecelakaan saat akan ke Cirebon. Sang gadis berubah menjadi tak lagi menyukai kejutan dan lebih nyaman dengan rutinitas yang aman. Suatu hari, di hari hujan, seorang lelaki yang tampak seperti mahasiswa berteduh ke Blue Romance dan tak mendapatkan tempat duduk karena ramainya kafe itu. Lelaki itu akhirnya terpaksa duduk dengan canggung di meja yang sama dengan sang gadis. Tak disangka itu adalah awal dari kejutan-kejutan berikutnya. Mereka langsung nyambung dan punya banyak kesamaan yang begitu detail.

Namun, di Sabtu berikutnya, saat mereka berjanji untuk bertemu lagi, pemuda itu malah tak datang meski gadis itu sudah sengaja menunggu hingga berjam-jam lamanya. Ia kembali menyesali sikapnya yang antusias menyambut kejutan hari itu. Kemudian...

...

Sudah kubilang kalau aku suka sekali dengan adegan a strange meeting between two strangers that leads into magical development. Kisah yang sangat pas menjadi pembuka rangkaian cerita Blue Romance. Ringan, manis, menimbulkan rasa rindu akan momen-momen terindah yang sudah lewat. Sigh...

Cerita ini bikin aku benar-benar mencoba affogato. Cuma, kayaknya aku memakannya dengan cara yang salah, atau memesannya dari tempat yang salah. Pelayan kafenya nggak ngasih sendok. Yang ada malah sedotan bening tipis. Alhasil aku bingung gimana cara makan tuh kopi bereskrim. Akhirnya aku colek-colek es krimnya pakai sedotan (bwahaahha). Kutusuk dan kumakan bulat-bulat. Enak, sih. Tapi ternyata bagian kopinya sangat pahit sampai bikin tercekik. Kecewa karena pengalaman ber-affogato-ku nggak sedramatis cerita ini. Entah apa aku bakal nyoba lagi di kesempatan yang lain. Hiks.

***

1997-2002

Rika berdebar-debar menanti kedatangan Nico, teman masa kecilnya yang sudah lama berpisah karena pindah ke Jerman. Sepertinya bagian yang ini khusus ditujukan untuk bahan nostalgia para angkatan 90-an, deh. Segala kenangan masa bermain Nico dan Rika full dengan pernak-pernik masa 90-an. Mulai ngoleksi kertas binder dan pulpen gliter, ngoleksi stiker, sama-sama menunggu tayangan Doraemon di Minggu Pagi, nungguin serial Lupus Milenia, sampai Long Vacation dan dorama-dorama Jepang yang seharusnya nggak boleh ditonton anak SD (HUAHUAHUAHUAHAHAHA. I KNOW THE FEELING!). Ketika Nico mendadak akan pindah bersama keluarganya ke Jerman, ia dan Rika malah bertengkar. Alasan pertengkaran yang kemudian mereka lupakan begitu sudah semakin tumbuh dewasa. Namun, tetap saja ada yang terasa mengganjal.

Hingga akhirnya ketika Nico libur kuliah, mereka pun berjanji bertemu di Blue Romance. Sambil berdebar, akankah mereka masih menemukan percikan rasa rindu dalam momen-momen nostalgia mereka.

...

Teman lama yang seakrab apa pun biasanya akan menjadi orang asing begitu waktu lama berselang. Menyakitkan memang, tapi itu seringkali tak bisa dihindari. Karena itu aku suka cerita tentang dua orang teman lama yang berusaha untuk tetap mempertahankan jalinan mereka.

***

Blue Moon

Edi, barista yang bekerja untuk shift malam di Blue Romance. Adiknya, Emma, ikut bekerja di tempat yang sama dengannya. Lelaki asal Surabaya ini terkadang menjalani hidupnya di Jakarta sembari terkenang akan kedua orangtuanya yang menjadi pedagang kain batik di kota asalnya. Tiba-tiba datang seorang perempuan mabuk yang terus mengoceh tentang betapa menyesalnya ia karena terlalu menuruti gengsi sehingga tak bisa bersama sang ayah di saat-saat terakhir. Kehebohan yang disebabkan pelanggan mabuk itu seolah menggedor kesadaran Edi akan orang-orang yang ia tinggalkan dan rindukan di Surabaya

***

A Farewell to A Dream

Ini adalah kisah yang bagiku paling menyesakkan di buku ini. Bima, seorang penulis berbakat. Ketika SMA ia berkenalan dengan seorang gadis bernama Anjani yang kemudian menjadi muse alias sumber inspirasinya. Yang tragis, Bram, sahabatnya sendiri, orang yang memperkenalkan dirinya dengan Anjani, ternyata juga menyukai gadis itu. Keduanya lalu berpacaran dan tinggalah Bima luluh-lantak sendiri. Kehilangan segala motivasi dan inspirasinya untuk menulis.

Cinta memang bisa menjadi sumber kekuatan, tapi juga sumber kelemahan. Anjani yang terus menunggu tulisan-tulisan barunya pun mendatangi kos-kosan Bima dan berusaha kembali menyemangatinya. Namun...

***

Happy Days

Ini adalah cerita "paling sakit" di buku ini. Judul "Happy Days" seolah menjadi tamparan yang mengejek setiap ekspektasi yang terbit karenanya. Seorang gadis tengah mengenang kedekatannya dengan seorang lelaki yang begitu membuatnya terkesan. Hampir segala momen bahagia dalam hidupnya melibatkan pemuda itu. Di sisi lain ia menghadapi kenyataan pahit akan kehancuran rumah tangga orangtuanya. Pemuda itu menawarkan persahabatan sekaligus obat.

Namun, kenyataan hidup memang tak semanis negeri dongeng. Pemuda itu ternyata mendekati gadis itu karena punya agenda tertentu. Sang gadis berharap Lacuna Inc, perusahaan yang bisa menghapus memori orang pada film Eternal Sunshine of The Spotless Mind, benar-benar ada agar ia bisa melupakan keberadaan pemuda itu.

Setingannya buatku agak "maksa". Like is there any person who could do such horrible things?". Tapi yah... ini toh hanya cerita pahit yang entah bagaimana tetap bisa dinarasikan secara cantik. Mungkin karena memang durasinya sangat singkat, jadi elemen-elemen penjelas yang bisa mengantarkan gadis itu pada caranya menerima apa yang sudah terjadi di akhir tak terlalu dijelaskan secara aksi.

***

The Coffee & Cream Book Club

Seorang pustakawati penggemar kopi krim membentuk klub buku kecil bersama kawan-kawannya. Suatu ketika seorang bapak-bapak bernama Jeff muncul dan langsung menjadi sosok yang begitu dominan di mata kawan-kawannya. Bening, nama sang pustakawati, merasa posisinya terancam. Ia makin nggak nyaman ketika Jeff mengusulkan untuk membahas buku Mathilda karya Roald Dahl.

Ternyata, yang bermasalah bukan Jeff. Buku Mathilda rupanya membawa kenangan khusus dari masa kecil Bening, memori ketika ia kehilangan salah satu orang yang paling berharga dalam hidupnya. Jeff dengan ketenangan ala lelaki dewasanya semacam menggetok kepala Bening agar ia mulai belajar menerima kenyataan.

***

Cerita favoritku saat ini adalah cerita terakhir. A Tale About One Day. Tentang Kai, seorang lelaki guru bahasa Perancis yang bertemu dengan Chantal, anak perempuan SMP keturunan Perancis di Blue Romance. Anak itu ternyata korban perceraian orangtua dan Kai juga ditinggalkan ayahnya saat kecil. Persamaan nasib membuat perbincangan menjadi lebih panjang, sampai akhirnya Chantal meminta untuk diantarkan ke flat tempat ayahnya dulu ngekos. Kai pun ternyata dulu pernah kos di sana dan di lantai yang sama dengan ayah Chantal (lantai 3). Tapi ternyata flat itu sudah jadi flat khusus perempuan.

Kai lalu bernostalgia, ternyata dia sendiri pun pernah bercerai dengan teman kuliah yang ia nikahi setelah lulus dari kampus Yogya. Alasannya karena saat itu Kai belum bisa dapat pekerjaan sedangkan istrinya sudah. Kai menyesali kebodohannya karena sebenarnya ia masih mencintai istrinya. Kai lalu mengantarkan Chantal pulang dan mendapati kejutan yang tak pernah ia bayangkan.

***

Demi membangun atmosfer ceritanya, Sheva memasukkan banyak sekali referensi film, musik, dan buku yang jadi sumber kegemaran dan bahan diskusi para tokohnya. Mulai dari film Before Sunset, Eternal Sunshine of The Spotless Mind, lalu buku Kafka on The Shore-nya Haruki Murakami. Membaca buku ini jadi pingin mengintip segala referensi judul yang ia bawa di sepanjang cerita-ceritanya. Saat menulis buku ini sepertinya Sheva lebih muda dariku. Aku kagum bagaimana dia tampaknya menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca, menonton, dan mendengar buku, film, serta musik yang benar-benar berbobot sampai bisa menulis secantik ini.

Cerita-ceritanya benar-benar sendu, ringan tapi punya bobot tersendiri. Benar-benar buku yang cocok untuk dinikmati dengan santai tanpa terburu-buru. Setiap kisah dari ketujuh ceritanya di dalamnya punya potensi untuk dikembangkan lagi menjadi cerita novel utuh yang lebih panjang.

Anyway, tampaknya dalam menulis, Sheva menggunakan teknik cross-over secara halus. Karena kafe Blue Romance pun disebut-sebut meski hanya sekilas di novel Memorabilia. Aku jadi penasaran ingin mengoleksi semua karyanya untuk mendapatkan benang-benang halus yang saling mengoneksikan beragam kisah buku-bukunya.
Profile Image for Thesunan.
54 reviews17 followers
March 14, 2013
Berawal obrolan di WhatsApp geng Cempreng, Mia queen bagi2 buku, ketika yang lain nge-take buku2 yg ditawarin Mia. Gw gak minat karena bukunya banyak yang gw gak tau. :D
Lalu gw nanya ada buku menye2 yang bikin galau gak? Lalu via PM obrolan pun berlanjut, nawarin buku ini yang repiunya membuat gw bilang nah ini yang bisa bikin gw curcol. review ternyata merupakan salah satu sarana promosi buku :D
Judge the book by its cover, pertama ngelihat buku ini covernya bagus, ilustrasinya bagus gambar cangkir kopi dengan tag line Setiap Kisah Punya Kopinya Sendiri :)

Kumpulan cerita dengan satu benang merah. 7 cerita dengan satu benang merah yaitu coffee shop Blue Romance. Denger judulnya gw kira itu novel adult or young adult. Yang biru2 pan biasanya seperti itu.. setiap bicara tentang biru pasti itu hal serius. Blue film, pil biru, Chelsea, Persib. Semuanya itu adalah hal serius. Kecuali yang biru tetangganya ac milan. Itu sih lelucon.. :))

Cerita pertama Rainy Saturday : Affogato
Baca cerita ini mengingatkan gw ke masa2 kuliah. masa ketika gw rajin nongkrong di tempat ngopi, hampir tiap hari gw nongkrong di tempat ini ngerjain tugas kuliah, ngerjain proyek, internetan gratis, dll. Dulu masih jarang tempat ngopi yang nyediain akses inet gratis. kayanya gw jadi first loyal costumer deh di cafe itu, pas mau pindah gw diundang ke peresmian tempat barunya.
banyak cerita yang terjadi di periode itu. Banyak kisah yang ketika mengingatnya tersungging senyum bahagia atau bahkan senyum pahit sambil mata berkaca2. Nostalgia is denial—denial of the painful present. Yah Sheva penulis buku ini mengutip kalimat itu. Deg!! Beberapa orang senang hidup di masa lalu termasuk gw salah satunya. Sama seperti Sheva gw juga gak ngerti dimana kesedihan bisa menjadi indah. Yah Reminiscing is addictive.
“Since you've gone I been lost without a trace
I dream at night I can only see your face
I look around but it's you I can't replace
I feel so cold and I long for your embrace
I keep crying baby, baby please”


Cerita 2 1997-2002 : Mochaccino
Bercerita tentang Rika dan Niko. Pas baca ini gw ngerasa gw udah Tua.. 2002 Rika dan Niko berpisah ketika masih SD. Sedangkan gw 2002 ituh lulus SMA. Jauh banget pan. 2002 juga gw berpisah dengan cerita indah waktu SMA memulai hidup baru. Ketika Rika berharap waktu membeku di tahun 2002 gw pun demikian. Gw gak mau kisah indah itu berakhir. Namun Sheva lebih beruntung dari gw tampaknya. Sheva kembali bertemu dengan niko. “We've lost each other, so let's found ourselves by being together” . Yah Niko kembali dan mengucapkan itu. “i thought i’ve lost you”, “you’ve found me now” . Andai saja itu jg terjadi sama gw.

Cerita 3 Blue Moon : Cafe Latte
Cerita ketiga ini sama sekali gak ngebahas pil blue moon yang terkenal dasyat. Apalagi testimoni pengguna pil itu. tapi yah pil blue moon gak ada apa2nya dibandingkan dengan hajar jahanam #dibahas. Blue Moon yang di sini diambil dari judul lagunya Ella Fitzgerald. “Blue Moon you know just what i was there for... you heard me saying a prayer for someone i could really care for..”
Bercerita tentang Edi yang jauh dari orangtuanya, Edi yang merindukan ayahnya.. gak mau ngebahas lebih panjang ngebahas cerita ini. Jujur gak kuat kalo kudu ngebahas masalah Ayah.. #skip
Blue moon
Now i'm no longer alone
Without a dream in my heart
Without a love of my own

Cerita 4 A Farewell to A Dream : Americano
Americano : espresso dicampur dengan air panas untuk mengurangi kuat dan pahitnya rasa espresso tradisional. Walaupun sudah dicampur air panas pahit dan kuatnya masih terasa.
Sama seperti cerita ini PAHIT.. kisah tentang Bima yang mencintai sahabatnya sendiri Anjani, namun anjani lebih memilih teman Bima yaitu Bram. Bima adalah seorang penulis yang berbakat. Yang membuat Bima tetap menulis adalah Anjani, dan Anjani juga lah yang sempat membuat Bima berhenti menulis. Anjani adalah muse bagi Bima. Inspirasi...
“You're the meaning in my life
You're the inspiration
You bring feeling to my life
You're the inspiration
Wanna have you near me
I wanna have you hear me sayin'
No one needs you more that I need you”

yah cinta bisa membuat seorang jadi kreatif dan produktif. Namun ketika Bram mengabarkan kepada Bima bahwa dia jadian sama Anjani semua itu hilang semua, berhenti bahkan waktu pun terasa berhenti. Bima dan Anjani gak pernah jujur atas perasaannya masing-masing, ketika jujur semuanya terlambat. Been there felt that. “i do care about you, more than friends.. ” Gak tahu bagaimana caranya agar perasaan kompleks antara sedih dan ikhlas harus dilepaskan.
“And like an old song you’ve heard, aku mencoba untuk tersenyum bahagia “- hal 95.

Cerita 5 Happy Days : Caffe Machiato
Gak seperti judulnya yang happy, gw merasakan cerita ini bitter, sebuah cerita cinta segitiga seorang perempuan yang mencitai seorang lelaki yang ternyata mencintai ibu si prempuan. cerita ini berisi tentang keinginan untuk menghapus kenangan si perempuan akan lelaki itu. Namun ada beberapa orang yang memang tak pantas dilupakan walapun mereka pernah membuat kita terluka karena mereka juga pernah membuat kita bahagia.
“Somehow everything I own smells of you
And for the tiniest moment it's all not true

Do the things that you always wanted to
Without me there to hold you back, don't think, just do

More than anything I want to see you, girl
Take a glorious bite out of the whole world ”

Cerita 6 The Coffee and Cream Book Club : Coffee and Cream
Sebuah cerita yang mengajarkan kita untuk let it go. Ikhlas. Penyangkalan yang dilakukan oleh tokoh utama di cerita ini untuk menutupi kesedihan yang dialaminya. Sama seperti judul cerita ini, Coffee and Cream. Kopi yang dicampur krim dan gula untuk menutupi pahitnya kopi.
“Kadang orang tidak selalu bilang terang-terangan apa yang terjadi. Orang yang bahagia selalu menutupi kesedihan mereka dengan wajah tersenyum. Tapi mereka tidak tahu bahwa dengan melakukan itu mereka hanya menjatuhkan diri mereka ke dalam jurang rasa sakit” –hal 162.

Cerita 7 A Tale About One Day : Espresso
Gw suka dengan konsep di cerita ini. Nyindir sih sebenernya, nyindir cowo2 yang gak punya nyali. Yah yang berpendapat kaya gini pastinya tersindir dengan ceritanya. Seorang cowo yang merasa takut, takut ditinggalkan, takut mengecewakan istri, takut dengan janji yang diucapkan ketika menikah, takut tidak bisa menepatinya. Namun gak seperti rasa espresso yang pahit akhirnya cowo tersebut menyadari ketakutannya tidak terbukti, ketika dia sadar semua itu belum terlambat. Manis!

Yah buku ini cukup membawa gw bernostalgia ke masa lalu.. masa2 jatuh cinta, patah hati, perpisahan dan pertemuan kembali. Masa2 labil, galau, uring2an dll. Biarlah masa lalu jadi bagian hidup gw. Masa lalu yang membuat gw seperti ini. Our past is a good place to visit, but definitely not a good place to live in.
Setiap kisah punya kopinya sendiri, jadi kopi mana yang kalian pilih? Gw sih kopi hitam tubruk dengan sedikit gula






Profile Image for Mia Prasetya.
400 reviews250 followers
January 23, 2013
Dear Sheva,

Aku lupa sejak kapan mengikuti kicauanmu di Twitter, tak butuh waktu lama membuatku rutin mengecek lini masamu. Menikmati tweetmu yang puitis tanpa menye-menye atau sekedar berbagi cerita karena kita sama-sama mengidolakan John Mayer. Awalnya malah aku tidak tahu kamu ternyata penulis buku, tapi karena tweetmu sering kali membiusku dan membawaku ke suasana mellow-romantic mau tak mau aku tergoda mencari Blue Romance.

Dear Sheva,

Firasatku benar rupanya, tak butuh waktu lama untuk jatuh cinta dengan tokoh-tokoh yang ada di Blue Romance. Malah aku curiga mereka semua nyata adanya. Dan kalau boleh sedikit menyalahkanmu, aku merindukan coffee shop semacam Blue Romance ada di tempatku tinggal. Aku ingin ikut merasakan kehangatan di pojok Blue Romance sembari menikmati secangkir cappucino yang adalah minuman favoritku.

Dear Sheva,

Rainy Saturday yang menjadi cerita pertamamu, sukses membiusku sejak kamu memasukkan quote 'Nostalgia is denial. Denial of painful present'. Ah, aku juga sama seperti gadis itu, terkadang lebih memilih hidup di masa lalu. Aku mengerti kepahitannya dan aku turut senang ketika ia berkenalan secara tidak sengaja dengan laki-laki arsitek itu. Hatiku dibuat berdebar-debar dengan endingnya. Suka!

Dear Sheva, cerita selanjutnya berjudul 1997 - 2002. Kisah manis antara Rika dan Niko. Judul yang tidak biasa untuk nostalgia kisah masa kecil Rika. We've lost each other, so let's found ourselves by being together. Indahnya kalimat yang diucapkan Niko itu! Seandainya saja pasanganku bisa bersikap seromantis Niko.

Dear Sheva, setelah sebelumnya kamu membawaku ke suasana hangatnya cinta yang bersatu setelah lima tahun, di Blue Moon kamu memutarbalikkan emosiku dengan bercerita soal ayah. Well, walau sudah tua begini aku tetap menganggap diriku adalah daddy's little girl. Edi, begitulah nama tokohmu kali ini. Edi yang jauh dari orang tuanya, yang mengadu nasib di Jakarta. Mirip kisahku saat bersekolah di Surabaya dulu, hanya dengan mendengar suara ayah di telepon saja mampu mengungkit semangat yang terkadang lenyap entah ke mana. Walau aku sudah serumah kembali dengan beliau, kami memiliki kesibukan berbeda yang membuat jadwal ngopi bersama di teras rumah berkurang. Besok aku janji, akan menyiapkan waktu lebih banyak untuk ayahku, mumpung libur!

Dear Sheva, tak kusangka ceritamu yang berjudul A Farewell to A Dream yang hanya 26 halaman mampu membuatku menitikkan air mata. Bagaimana hatiku tidak ikut sedih membaca nasih Bima. Bima, yang jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. Anjani. Bram, yang terpuruk saat Anjani lebih memilih teman dekat Bima, Bram. Tega nian kau, Shev. Tapi mungkin sama seperti kopi, suatu kisah lebih menyesap di dada ketika ada sedikit rasa pahit yang tertinggal.

Dear Sheva, Happy Days sedikit mengingatkanku akan gaya penulisan ala penulis asal Jepang favoritmu. Haruki Murakami. Surreal. Mengambang. Menyakitkan. Indah. Oh, masih soal penulis, betapa senangnya di kisah The Coffee and Cream Book Club kamu mengambil tema dari buku favoritku, The Fault in Our Stars.

Dear Sheva, sedikit kritik mungkin bisa kutambahkan di kisah A Tale About One Day yang kurasa rada aneh. Kai yang kamu kisahkan di sini terkesan lebih tua dari umur sebenarnya, tapi aku suka pilihan lagu untuk penutup Blue Romance. Snow Patrol. Pas untuk kudengar malam-malam dan mungkin itu juga yang membiusku untuk menulis review yang tidak biasa ini.

Dear Sheva,

Sudah aku bilangkah kalau aku resmi menjadi penggemar tulisanmu? Terima kasih untuk Kai, Bima, Nico, Anjani, semua tokoh yang begitu nyata. Tetaplah menulis. Aku menunggu karyamu selanjutnya.

-Mia-
Profile Image for Rizky.
1,067 reviews68 followers
January 5, 2016
Buku pertama di tahun 2016, lumayan ringan dan menghibur. Jadi tahu segala jenis kopi ternyata bermula dari espresso. Jadi pengen Kafe Blue Romance benar-benar nyata kayaknya seru :D
Profile Image for Autmn Reader.
655 reviews58 followers
October 16, 2022
Actual rating: 2,71 🌟 (setelah kujumlah dari semua cerpennya dan dibagi 7. Rata2nya. Kubulantkan di GR jadi 3)

Secara keseluruhan aku B aja sama ceritanya, sama bukunya. Kupikir ini ada benang merahnya, tahunya benang merahnya cuman tempatnya aja. Itu pun nggak begitu signifikan. Kukira ini bakalan sambung menyambung kayak film Thailand yg setiap akhir scene, ad satu titik yang nyambungib kisah mereka, tahunya ini beridiri sendiri dan nggak yang gimana gtu Blue Romance nya pun. Bukan tempat yang penting-penting amat buat para tokoh-tokohnya. Kecuali ya buat yang Barista itu.

1. Rainy Sunday - 3 🌟

Cerita ini pembuka yang bagus, ya. Karena ceritanya simpel tapi bermakna aja rasanya. Vibe-nya juga aku suka. Interaksi obrolan mereka juga. Dan aku suka sama post it nya itu. Nunjukin pentingnya blue romance juga buat dua tokohnya.

2. 1997 - 2002 - 2 🌟

Ini bosen ah. Gaje juga gitu doang. Aku nggak begitu suka. Pentingnya buat para tokohnya juga apa sih? Enggak ada yg bkin sentimentil aja rasanya.

3. Blue Moon - 4🌟

Ini yang pling bagus sih, paling heartwarming. Dari barista Blue Romance. Ini juga tentang hubungan anak sama orangtua juga, jadi aku suka. Bermakna.

4. A Farewell to A Dream - 2 🌟

Nah. Aku bosaaaan. Nggak begitu peduli juga. Enggak suka tokoh2nya juga. Bahkan blue romance nya pun nggak penting dan nggak signifikan sama sekali

5. Happy Days - 3,5 🌟

Awalnya bosenin tapi twist nya bikin menganga, wkwk. Blue romance nya nggak penting sama sekali. Buat apa? Enggak ad di sini mah. Gtu doang.

6. The Coffee and The Book Club - 1,5 🌟

Paling bosenin, paling gaje. Turning point nya nggak ada samsek. Di sini lumayan sih blue romance nya berperan penting.

7. A Tale About One Day - 3 🌟

Di cerita ini ada waktunya, tahunya nggak signifikan fungsinya apa. Blue romance nya pun nggak penting di sini fungsinya buat apa. Tapi aku suka interaksi tokoh2 dan ceritanya.
76 reviews
January 24, 2015
Finally, berhasil menyelesaikan novel ini sekitar tengah malam tadi.

Dan, ya, saya menyukainya. Amat. Sangat.

---

First, we have to admit, kalau cover itu menjadi titik awal apakah kita akan membaca suatu buku atau tidak (beside the blurb). Untuk Blue Romance, I totally love the cover! Pas banget dan... apa ya? Keren deh. Menggambarkan detail-detail kecil mengenai Blue Romance itu sendiri. Perpaduan warnanya suka! Konsep double cover-nya juga. I love the bookmark too. Kecil banget gitu tapi unik. Acungin jempol untuk PlotPoint yang, berdasarkan pengamatan saya, kayaknya suka bikin bookmark yang unik dengan bentuk yang nggak itu-itu doang.

(Moving on to the inside...)

Untuk cerita, SAYA SUKA BANGET. Di sini total ada 7 cerpen, yang menceritakan berbagai topik. Bisa keluarga, cinta, sahabat, namun benang merahnya satu: Blue Romance, coffee shop yang jadi latar cerita. Sheva sepertinya jago membuat cerita-cerita sweet maupun pahit dengan open ending seperti ini. Dan saya salut akan hal itu.

Untuk tokoh, well, sebenarnya setiap cerita ini dikisahkan oleh tokoh yang berbeda-beda. Namun, seperti yang saya baca di salah satu review, "roh" dari setiap tokoh utama di ketujuh cerpen tersebut masih terlalu sama. Dan ini agak disayangkan. Tapi lepas dari itu, masing-masing tentunya juga punya ciri khasnya tersendiri, dan dengan cerita mereka yang simple namun sarat perasaan, berhasil 'menarik' saya untuk terus membaca.

Untuk alur, novel ini menggunakan alur campuran. Biasanya, sebelum atau juga di tengah-tengah menceritakan realita saat ini, para tokoh menceritakan secara flashback mengenai background story mereka. No problem with this. Malah turut ngebantu kita untuk mengerti, 'oh dia begini karena ini', atau 'oh mereka ternyata dulu seperti ini', dan blablabla.

Untuk latar, tentu latar utamanya adalah Blue Romance itu sendiri. Yeah, such a homy and cozy place to enjoy coffee. Untuk selebihnya, yang mengambil latar tempat yang lain, tetap nggak mengurangi kenikmatan cerita. Latar waktu dan suasananya juga cukup jelas dan membantu dalam kita mengimajinasikan kisah-kisah di dalamnya.

Untuk gaya penulisan, I feel comfortable with this. Gaya penulisan Sheva mengalir, manis, dan... bikin betah. Mwahaha. Satu lagi penulis dengan gaya penulisannya yang saya suka setelah Nina Ardianti, Morra Quatro, Clio Freya, dan AliaZalea.

Untuk pesan, ada yang tersurat, ada yang tersirat. Namun kedua-duanya tetap memberi feel tersendiri. Ini bukan cuman cerita kopong yang nggak jelas dan nggak punya pesan.

Jadi, kesimpulannya, I love this. And I love Sheva! Thanks untuk telah membawakan kisah Blue Romance dengan apik dan manis.

Thanks untuk Rainy Saturday yang sweet abis dan bikin saya jatuh cinta dengan cowok itu.
Untuk 1997-2002 yang klise namun tetep berhasil bikin senyum juga.
Untuk Blue Moon yang walaupun (menurut saya) masih punya missing di beberapa tempat, dan malah membuat saya mengernyitkan dahi ketika sampai di akhir cerita instead of terharu, tapi berhasil mengingatkan saya akan ayah.
Untuk A Farewell to A Dream yang nyesek, ughhh.
Untuk Happy Days yang ternyata miris dan bikin geleng-geleng.
Untuk The Coffee and Cream Book Club yang sarat pesan.
Dan untuk A Tale About One Day yang bikin saya puas banget saat menyelesaikan novel ini. Again, merci beaucoup, Sheva.


So, saya anjurin sih kalian coba baca kisah satu ini. Entah mungkin pendapat kita berbeda, namun saya harap kalian juga bisa merasakan bittersweet-nya cerita-cerita di dalam Blue Romance ini, like I do.

Hell-yeah, 4 stars out for this freaking sweet and heart-warming novel.

---

(Found a quote related to coffee in a website. Think I should post this too.)

What on earth could be more luxurious than a sofa, a book, and a cup of coffee?
-Anthony Trollope
Profile Image for Vika Atika.
46 reviews3 followers
February 15, 2013
Ini first novel yang aku baca yang mengusung konsep Omnibook. Apa itu omnibook? omnibook, menurut penjelasan disini adalah semacam seri buku kumpulan kisah dengan satu benang merah. Kepengen juga oneday bisa punya buku kayak gini, karangan sendiri, hihihi.. amin :)

Judulnya Blue Romance. Setelah melahap sampai habis, benang merah yang dipakai sheva *pengarangnya* ternyata adalah sebuah kafe dengan konsep homy dan cozy yang bernama Blue Romance. Semua cerita ada yang berawal, terjadi, maupun berakhir di kafe ini. Kafe yang imajinatif dan cukup sulit untuk ditemukan dalam dunia nyata. Jujur saja, awal saya beli buku ini hanya ada dua alasan remeh yang menyertai. Pertama, karena kata 'blue'-nya. Sudah pernah saya jelaskan diawal, saya adalah seorang penggila novel dengan judul-judul yang berunsur hujan, teh, biru, eskrim, dan coklat. Kedua, karena covernya menarik (Plis jangan timpukin saya dengan teriakan "don't judge the book from the cover" :p).

Hanya ada tujuh judul di dalamnya.
1) Rainy Saturday, tema kopinya Affogato. Pemilihan cerita pembuka yang bagus, karena saya langsung suka dengan cerita ini. Sebuah pertemuan dengan seseorang yang menyenangkan dengan cara yang unik dan tak terbayangkan. "Karena kami saling mencari dan menemukan".(hal 38)

2) 1997-2002, kopinya Mochaccino. Cerita klasik, tentang dua sahabat kecil yang janjian untuk bertemu lagi. Nico dan Rika. Bisa dibayangkan kan gimana ceritanya ketika tokohnya berlawanan jenis? :)

3) Blue Moon, kopinya Cafe Latte. Ini juga cukup menarik, mengambil cerita tentang kasih sayang ayah yang sangat dirindukan ketika jarak memisahkan. "Aneh sekali bagaimana tubuh kita hanya satu, otak kita hanya satu, tetapi hati kita bisa terbagi ke berbagai tempat". (hal 82)

4) A Farewell to A Dream, mengusung kopi Americano. Kisah cinta segitiga antara Bram, Anjani, dan Bima. Menariknya adalah latar belakang sebagai penulis artikel yang dipakai untuk menggambarkan bagaimana Anjani menyukai Bima.

5) Happy Days, tema kopinya Caffe Machiato. Kontroversi banget ceritanya. Seorang perempuan yang mencintai seorang lelaki yang ternyata lebih memilih untuk memperistri ibunya sendiri. wow :p

6) The Coffee & Cream Book, paling saya suka dari inti cerita ini justru perpustakaan Bibliomania-nya. hehehe. Tentang seseorang yang mempunyai klub buku eksklusif dan suatu hari mereka mendiskusikan dongeng anak-anak yang berjudul Matilda. Hal ini membuat Bening marah karena itu berarti dia harus kembali mengingat masa lalunya dengan ibunya yang telah tiada. Tapi di Blue Romance dia bertemu Jeff yang merubah pola pikirnya.
Untuk melihat bintang, langit harus terlihat gelap. Untuk merasakan kedamaian, kita harus belajar menerima.

7) A Tale About One Day, kopinya Espresso. Lucu banget ide cerita ini. Anak 12 tahun bertemu dengan seorang lelaki 36 tahun, dan ternyata mereka adalah ayah dan anak.

Nggak perlu berpikir berat untuk membaca keseluruhan novel ini. Alurnya cukup ringan, sama seperti kamu harus ngemil biskuit di waktu senggang. Entah dilihat dari sisi mana, tapi saya agak merasa gaya penceritaan penulis seperti novel atau drama korea, hihihihi...
Satu lagi poin plus dari novel ini, saya jadi mengenal jenis-jenis kopi *biar nggak melongo lagi setiap liat daftar menu di kafe-kafe,dan ujungnya cuma pesen hot chocholate, hahaha*, macam-macam lagu old song yang (mungkin) menarik untuk di download, dan judul-judul buku asing yang bisa jadi referensi bacaan.
Thankya Sheva :)

http://hujansecangkir.blogspot.com/
Profile Image for Fenny Wong.
Author 6 books66 followers
April 23, 2013
Baca review lengkapnya di: http://fennywongjournal.blogspot.sg/2...

Saya kira Blue Romance itu sebuah novel utuh, tapi ternyata buku ini adalah kumpulan cerpen, yang diikat satu tali utuh --- ada satu atau seluruh adegannya berlatar di kafe Blue Romance. Saya sempat baca review yang bilang kalau Omnibook Series yang dibuat oleh Plotpoint itu memang mengangkat tema seperti itu: berbagai cerita dengan satu penghubung.

Berbeda dengan judulnya, cerita di dalamnya tidak melulu cerita cinta. Dan tidak melulu mendayu biru. Ada yang manis, ada yang mengharukan --- ada yang memang roman, ada yang slice-of-life. Favorit saya mungkin adalah Blue Moon, yang mengisahkan tentang Edi, si barista Blue Romance yang kebagian shift malam. Satu kutipan darinya yang mengena, yang bahkan pernah saya bagi di Twitter:

"Surabaya membuatku senang walau terkadang bosan, Jakarta membuatku bosan walau terkadang senang." -- Blue Romance, Sheva
Para ekspatriat dan orang yang jauh dari 'rumah' pasti mengerti kenapa saya suka kutipan ini. Ini adalah perasaan saya terhadap Bandung dan Singapura. Ceritanya simpel, tapi mengharukan. Realistis dan tidak muluk-muluk. Kalau diibaratkan... mungkin seperti a good cup of Americano?

Tapi sayang cerita simpel seperti ini tidak ada di semua cerpen. Happy Days, misalnya, menurut saya terlalu dramatis untuk kumpulan cerita ini. Sedangkan Rainy Saturday, 1997-2002, dan A Tale about One Day adalah kisah-kisah yang manis, agak seperti gula kapas --- kemanisan untuk menemani secangkir kopi. But nonetheless, I have sweet tooth, so I don't mind.

Kalau saya tidak terlalu suka Happy Days tapi suka Blue Moon, dua cerpen sisanya yang belum saya sebutkan adalah The Coffee and Cream Club dan A Farewell to A Dream. Untuk saya, yang pertama tidak meninggalkan kesan yang mendalam, hingga bahkan ketika saya menulis review ini, saya tidak terlalu ingat kisahnya tentang apa, dan harus membuka halamannya lagi. Tapi A Farewell to A Dream berbeda --- cerpen yang ini adalah cerpen roman favorit saya, jika dibandingkan dengan tiga cerpen lainnya yang saya deskripsikan mirip gula kapas. Yang ini pas, seperti butter scone yang menemani Earl Grey di sore hari. Saya suka.

Gaya menulis Sheva impresif, karena dari sana saya bisa melihat kepiawaiannya dan kecerdasannya. Ada beberapa hal yang ingin saya protes, seperti penggunaan terlalu banyak judul buku atau perbandingan dengan artis atau film, yang menurut saya agak pointless untuk orang yang tidak mengetahui buku / artis / film yang dimaksud. Tapi, penuturannya begitu dewasa, rapi, dan runut; seperti pujangga yang tidak bermaksud untuk jadi puitis, tapi tetap memikat orang dengan kata-katanya.

Kesimpulannya? Saya suka buku ini, saya tidak bisa berhenti membacanya. Mungkin saya seharusnya tidak complaint terlalu banyak, toh kehidupan itu mirip dengan 'rasa' cerpen yang disajikan dalam Blue Romance. Kadang membekas, kadang tidak berkesan. Kadang sangat manis, kadang pahit-pahit getir. Kadang ringan, penuh aroma kopi --- tapi kadang berat, basah dengan air mata.
Profile Image for Anidos.
268 reviews75 followers
January 7, 2016
I wanted to read this because the famous reviewer Peri Hutan stated in her review of Almost 10 Years Ago that besides TRINI (the author of ATYA), it's Sheva that made her debut quite impressive.

Well, to me, writing short stories seems trickier than writing a long novel. In a space that narrow, an author gotta fit the whole universe s/he wanted to deliver. And, my fav is when the ending is twisted, which--unfortunately--aint a style belonging to Blue Romance's word crafter.

Seven cups of seven types of coffee were served here and my most fav was the fourth for the feelings the author put and the 'Y U NO!!!' kind of ending. One sure thing I found was the author placed so many personal reference of lits/flicks/tunes. At first it sounded like, "Cool taste she got," but later on it became, "Stop it, won't you?" bcs it's too much and it bugged me that everyone seems like liking the same hipster, Murakami-ish things. Not to mention few grammatical mistakes on French that I spotted on its last cup of coffee (sorry, not sorry). Btw that particular cup was too easy to predict, making me closing the book with a 'That's it?' rise of an eyebrow. Bad placement, imho.

An enjoyable ride, nevertheless, and the packaging is beautiful too, but an expectation wasn't fulfilled. From my shelves of shorties, Taste Buds and Mere Matkedevi are just so hard to beat.

Almost three.
Profile Image for Lina.
287 reviews22 followers
March 9, 2016
lelet pisan saya baca buku ini.

Sinopsis: Blue Romance adalah sebuah kumpulan cerpen mengenai tokoh-tokoh yang mempunyai 1 benang merah, yaitu bersetting di sebuah cafe nan cozy yang bernama Blue Romance. Awalnya saya sempat mengira buku ini bakal sedih, secara judulnya sangat melankolis, tapi ternyata tidak. At least saya tidak merasakan emosi apa pun saat membacanya.

Not bad but nothing special either. Mungkin karena saya bukanlah penikmat cafe dan kopi jadinya saya merasa flat saja membaca tiap cerpen dalam buku ini.

Selain itu yang ada dalam benak saya mengenai cafe adalah bahwa tempat seperti cafe itu mahal. Maklumlah, saya warga kelas mengengah ngehek yang lebih suka makan di warung padang atau kedai bakmi daripada di cafe.

Pros:
- Gaya bahasa enak. Gaya bahasanya seperti air sungai yang mengalir tenang. Jadi bahasanya santai tapi juga ngga gaul atau alay.
- Ceritanya ringan, setiap orang akan mudah memahaminya.
- Ilustrasinya cakep, serius ilustrasinya cakep.

Cons:
- Isi ceritanya yah so-so saja, jadi kurang memorable.

Sepertinya saya ini tipe pembaca yang suka tema yang bikin mikir atau ngaduk emosi dan cerpen2 dalam Blue Romance mungkin terlalu ringan untuk selera saya #gaya

Jadinya ini memang sekedar bacaan sambil lalu saja.
Profile Image for Rizki Ramadan.
30 reviews2 followers
February 28, 2013
Sebuah Kafe dan Tujuh Romansa Birunya


Saya belum tahu bagaimana awalnya, tapi di antara minuman keseharian lainnya, kopi seperti punya posisi tersendiri dalam budaya kita. Nilainya seolah ditinggikan. Coba pikir saja, kayaknya nggak banyak ragam minuman yang secara spesifisik dikedepankan nilainya seperti kopi. Bahkan saking bersahabatnya kita dengan kopi beserta nilai dan filosofinya, akhirnya banyak dibangun kedai-kedai kopi yang besar. Istilah yang digunakan adalah kafé. Walau menu makanan dan minuman juga disajikan pada daftar menu, namun nilai dan filosofi kopi lah yang dijadikan tema besarnya. Setelah itu pun, kafé tumbuh berkembang menciptakan nilai-nilai serta tradisi baru.

Lalu, kenapa tiba-tiba saya membahas kopi dan kafe?


Hahaha. Semua ini disebabkan oleh Blue Romance, sebuah kafe yang cozy, homie sekaligus eksentrik berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat, nggak jauh dari stasiun Gondangdia. Jangan sekali-kali mengetik nama itu di Google dan berharap mendapatkan panduan navigasi dari Google Map untuk menuju kafe tersebut. Pasalnya, hasil pencarian yang diberikan Google adalah informasi tentang novel karangan Sheva. Ya, betul, Blue Romance adalah sebuah kafe fiktif yang dibangun Sheva pada novel omnibook-nya yang juga bertajuk Blue Romance.

Menu yang terdapat pada Blue Romance ialah tujuh cerita yang alur kejadiannya sedikit atau banyak terpengaruh dan berkaitan dengan kafe Blue Romance tersebut. Itulah mengapa PlotPoint, sang penerbit melabeli buku ini dengan istilah omnibook – pergeseran kata dari ‘omnibus’ yang biasa dipakai pada film - karena buku ini adalah antologi cerita yang memiliki satu benar merah.

Dalam Blue Romance, Kafe seolah seperti sebuah terminal, dan kopi adalah moda transportasinya. Di kafe, kita bisa menemukan beragam kopi dengan rasa dan akan membawa kita ke perjalanan tertentu. Beragam cerita bisa terjadi saat itu. Lalu, sama halnya dengan naik angkutan umum, nggak jarang juga kan kita bertemu, berkenalan lalu akrab dengan salah satu penumpang lain. Seperti halnya pada Rainy Saturday, seorang cewek dan cowok yang terpaksa berbagi meja karena area indoor kafe mendadak penuh karena hujan, saling tertarik untuk intens berhubungan. Atau seperti pada a Tale About One Day yang bercerita tentang Kai, pria 36 tahun yang menemukan kenangan masa lalunya lewat pertemuannya dengan Chantal, gadis 12 tahun yang tiba-tiba menghampiri Kay di Blue Romance.

Blue Romance dan kopinya pun bisa membawa kita berjalan-jalan mengitari memori, entah itu tentang masa lalu dan masa sekarang, seperti yang dialami Rika dan Nico di 1997-2002, dua sahabat sedari kecil yang bertemu lagi setelah beberapa tahun berpisah karena Nico hijrah ke Jerman; atau seperti pada The Coffee and Cream Book Club yang mengisahkan Bening, penggagas kelompok pengkaji buku yang teringat ibunya saat Jeff, anggota baru di kelompok yang menawarkan sebuah buku cerita anak penuh memori bagi Bening.

Dalam satu nuansa, kafe menyimpan keberagaman, mempertemukan kita dengan cerita untuk menuju sebuah perjalanan tertentu, termasuk perjalanan yang tak terduga, dan tak terrencana sebelumnya.

Setiap kisah punya kopinya sendiri, begitulah slogan yang diberikan pada novel ini di halaman muka.

Sheva sang kontraktor, direktur utama, manager sekaligus barista dari Blue Romance tampaknya sangat ulung dalam meracik kisah dalam kopi ini. kadar romansanya selalu terasa pas, tidak terlalu manis karena terlalu banyak kalimat-kalimat romantis, tidak juga terlalu pahit dan getir karena drama yang kelewat tak realistis. Semuanya pas. Ketujuh kisah yang disajikan dalam tujuh jenis kopi yang berbeda-beda sukses membuat perasaan menjadi biru. Hehehe…
Profile Image for Rido Arbain.
Author 5 books59 followers
November 24, 2015
Di usia penulis yang masih muda (btw, kita seumuran [penting]), aku kagum dengan pengetahuan Sheva yang luas tentang film, musik, buku, dan hal-hal lain yang bahkan aku nggak kepikiran untuk tahu. Lalu cara penulis menyelipkan pengetahuan tadi ke dalam narasi bisa dibilang cerdas, walaupun kadang berlebih karena nggak ngaruh ke dalam cerita.

Ketujuh cerpen di dalam buku ini diramu dengan berbagai jenis kopi, dengan satu setting kedai kopi bernama "Blue Romance". Tujuh cerpen dengan masing-masing sudut pandang dari karakter yang kuat. Keseluruhan cerita sebenarnya mengangkat tema yang berbeda mulai dari cinta terhadap pasangan, keluarga, persahabatan, dll. tapi menurutkan formulanya selalu sama; ada kilas balik dan ending yang ironis. Nggak ada yang benar-benar beda dan 'wow'.

Kalau ditanya selera, kayaknya aku cukup menikmati cerpen berjudul "A Farewell to A Dream" yang menyampaikan pesan bahwa ada yang lebih pedih daripada friendzone, yaitu sahabat-yang-saling-suka-tapi-nggak-berani-bilang-zone. Cerpen penutup berjudul "A Tale about One Day" juga menurutku yang paling bagus karena ada sedikit plot twist (ya, berhubung cerpen lain agak datar).

Buku yang bagus untuk sebuah debut dari penulis!
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book193 followers
June 12, 2013
Saya pernah membaca buku dengan konsep omnibook seperti ini sebelumnya. Tema-nya sama, tentang cafe yang menyediakan kopi, dan kisah para pengunjung maupun barista di dalamnya. Bedanya kalau di The Coffee Shop Chronicles berlangsung dalam 1 hari dan ditulis oleh beberapa penulis yang berbeda, di buku ini kisahnya tidak hanya 1 hari, dan ditulis oleh 1 orang saja.

Karena ditulis oleh 1 orang, "roh"-nya dari tiap cerita hampir sama, meskipun tokoh dan karakternya berbeda dari setiap cerita itu. Terutama di beberapa bagian dimana tokohnya bermonolog ria menceritakan apa yang dia tahu tentang film, buku, bahkan lukisan.

Nilai plus-nya ada tambahan pengetahuan tentang jenis kopi, trus bookmark
Profile Image for Ardelia Karisa.
Author 6 books21 followers
February 8, 2013
Awalnya saya nggak begitu tertarik dengan cerita di awal buku. Tapi makin ke belakang, cerita yang disuguhkan makin menarik untuk dibaca. Saya suka gaya berceritanya, saya suka ide ceritanya, saya suka ide membuat kafe menjadi saksi bisu berbagai kejadian.

Jujur saja, saya penikmat kopi. Masih beginner, masih nggak suka kalau pesen Americano, prefer Ice Coffee Blended dan saya penikmat suasana kafe yang digambarkan penulis. Coba di dunia nyata Blue Romance itu memang ada, pasti saya bakal jadi pelanggan tetap.

Btw, ada bagian yang kurang menurut saya. Cerita terakhir tentang anak umur 12 yang berbicara seperti orang dewasa. Mungkin bakal lebih pas kalau anak itu SMA atau udah mau lulus SMP. Tapi itu saran aja sih, sejujurnya saya nggak terganggu juga.

Sebagai penikmat dan penulis novel YA, saya tahu kalau membuat cerita pendek yang nggak maksa endingnya itu susah. Dan penulis berhasil membuat cerita pendek di buku ini dengan ending yang nendang dan nggak terkesan langsung selesai gitu aja masalahnya.

Empat bintang cocok buat novel ini.
Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,055 reviews242 followers
April 21, 2013
read more: http://kubikelromance.blogspot.com/20...

Setiap kisah punya kopinya sendiri, tagline buku ini menginggatkan saya akan tagline blog buku ini, di setiap cerita selalu ada cinta . Ada tujuh jenis kopi di buku kumcer ini dan ada tujuh cerita di dalamnya. Buku ini merupakan omnibook, seri buku kumpulan kisah dengan satu benang merah, dan benang merah yang menghubungkan satu cerita dengan cerita lainnya yaitu coffee shop Blue Romance.

Rainy Saturday

Seharusnya, hari-hari tidak selalu penuh kejutan. Terlalu banyak kejutan hanya akan membuat hari-hari tidak ada kejutan sama sekali. Bahkan bisa berakhir tidak menyenangkan.

Bercerita tentang seorang cewek yang selalu menghabiskan sabtu paginya sarapan bersama affogato, 'me time' di Blue Romance. Hanya saja sabtu pagi itu berbeda, hujan sepertinya sedang marah dan tak mau berhenti sehingga memaksa orang untuk berada di dalam cafe, membuat area indoor menjadi ramai. Kemudian datanglah seorang cowok yang tidak kebagian tempat duduk permisi untuk menempati kursi di depan meja si cewek. Pembicaraan yang awalnya hanya basa basi makin lama makin melebar, dan mereka ternyata memiliki kesamaan seperti sama-sama suka film Before Sunset. Ketika si cewek kembali dari kamar kecil dia tidak menemuakn keberadaan si cowok, dia hanya menemukan lembar-lembar post-it yang menjadi kode.

Buku ini menceritakan tentang strangers yang mulai merasakan benih-benih cinta di waktu dan tempat yang tak terduga, benar-benar menjadi pembuka yang manis, saya suka sekali terlebih bagaimana si cowok memberikan kode, romantis sekali

1997-2002
Pernah waktu kecil kita menyukai seseorang dan awet sampai besar? Rika bertemu kembali dengan sahabatnya waktu kecil, Nico yang juga tetangganya yang sering memanggilnya Gendut dan Rika membalas dengan sebutan Kemoceng karena rambutnya ikal ke arah luar, dulu waktu kecil mereka suka sekali bermain dan nonton tivi bersama. Kebersamaan mereka harus dipisah karena Nico akan pindah ke Jerman, sebelum pindah Rika melakukan kesalahan sepele yang membuat mereka berantem, sampai pindah pun mereka tidak saling bertegur sapa. Sepuluh tahun kemudian, ditemani secangkir mochaccino, Rika bertemu Nico di Blue Romance dan menyusuri kenangan masa kecil.

"We've lost each other. So let's found ourselve by being together."

Bagian ini menginggatkan saya akan kenangan di masa kecil, sesekali saya menonton Lupus juga, menghabiskan waktu menonton kartun dan mengagumi Takuya Kimura di Long Vacation! Dorama itu adalah awal saya menyukai drama Jepang, saya jadi kangen waktu dulu stasiun lain ikutan gagap menayangkan drama sejenis dan saya bersyukur sekali. Bisa dibilang cerpen ini banyak mengandung unsur #Generasi90an

Blue Moon
Bercerita tentang Edi, seorang barista di Blue Romance. Tengah malam dia mendapati pelanggan seorang perempuan yang terlihat sedih dan mulutnya berbau alkohol memesan caffee latte. Tanpa disadarinya si perempuan curhat kalau dia menyesal tidak bertemu ayahnya dua hari yang lalu. Mendengar cerita si perempuan membuat Edi kembali teringan oleh ayahnya, yang selalu dia rindukan.

Blue Moon... You know just what I was there for... You heard me saying a prayer for someone I could really care for...

Cerpen yang bertema keluarga, menggingatkan kita akan besarnya jasa orangtua kita, yang kalau kita menginggatkan pasti akan membuat mata kita berkaca-kaca, terlebih seorang ayah. Dan bila punya kesalahan segeralah meminta maaf, jangan sampai terlambat.

A Farewall to A Dream
Ditemani americano, Bima menunggu kedatangan Anjani di Blue Romance. Dia pun menginggat pertemuan pertama mereka. Sejak pertama kali diperkenalkan temannya, Bram, Bima langsung jatuh hati pada Anjani yang selalu detail terhadap sesuatu. Perempuan itu menjadi penyemanggat Bima untuk tetap menulis, mendorongnya terus dan terus menulis, sifatnya yang introvert membuat Bima tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Dan dia sempat berhenti menulis ketika Anjani dan Bram berpacaran, dia tidak ingin menghancurkan pertemanan mereka, maka dari itu dia menjaga jarak. Di depannya sekarang Bima melihat Anjani menangis, kedua kalinya, pertama ketika tahu Bima berhenti menulis dan sekarang ketika Bima membujuk Anjani untuk rujuk dengan Bram, dan di sanalah Anjani berkata jujur kalau sudah lama dia mencintai Bima.

Ada satu titik ketika terkadang setiap orang merasa tidak mampu melakukan hal-hal yang ia tahu ia bisa lakukan dengan sempurna. Mereka bisa sampai pada titik itu karena banyak hal. banyak penulis, sineas, maupun pekerja kreatif yang kehilangan muse untuk berkarya, dan berakhir antiklimak.

Cinta yang terpendam, cinta segitiga. Tema ini memang umum tapi penulis membuat karakter cowok yang akan membuat kita ingin 'manamparnya', kita akan terbawa emosi yang dirasakan Bima, bagaimana dia merasa hancur ketika dua sahabatnya pacaran, tidak mempunyai daya lagi untuk menulis karena penyemangatnya bahagia dengan orang lain. Dan saya ketawa ketika Anjani selalu salah menyebutkan nama terakhir Seno Gumira Ajidarma menjadi Seno Gumira Anjasmara, sedikit senyum ditengah cerita yang sendu.

Happy Days
Cerpen ini awalnya membingungkan bagi saya, memahami maksudnya setelah selesai membaca sampai akhir. Intinya adalah seorang wanita yang mencintai laki-laki, tapi ternyata laki-laki tersebut punya niat terselubung, untuk mendekati orang terdekat si wanita. Blue Romance, buku Kafka on the Shore dan secangkir coffee macchiato menjadi saksi siapa yang digandeng laki-laki yang dicintainya.

"You could be happy, I hope you are... You're made me happier that I'd been by far..."

Apakah perlu kita menghapus sebuah memori yang paling menyakitkan di hidup kita?
Cerpen ini bercerita tentang rasa kecewa, rasa sakit dan bagaimana cara si tokoh utama menghadapi semuanya.

The Coffee & Cream Book Club
Bersama temannya Anya, Bening mendirikan book club yang diberi nama The Coffee & Cream Book Club. Kali ini mereka akan mengulas buku berjudul The Fault In Our Stars karya John Green bersama empat teman lainnya di Blue Romance. Syarat menjadi anggota tersebut adalah suka membaca, suka membahas buku, dan suka kopi dicampur dengan krimer atau coffee and cream. Book club yang eksklusif itu kedatangan seorang tamu yang tak diundang oleh salah satu anggotanya. Bening sangat terganggu dengan pendatang baru yang bernama Jeff, berumur lima puluh sembilan tahun, memesan frech toast, dan membawa anak kecil bernama Nina yang ternyata adalah cucunya. Diskusi yang seru dan seharusnya membahas buku yang ceritanya ringan dengan topik yang berat itu, dia malah menawarkan untuk membahas buku Matilda, buku favorit anaknya. Bening menjadi satu-satunya orang yang menolak usul tersebut. Matilda menginggatkan Bening akan kenangan pahit yang ingin disimpannya rapat-rapat.

"Kadang orang tidak selalu bilang terang-terangan apa yang terjadi. Orang yang bahagia selalu menutupi kesedihan mereka dengan wajah tersenyum. Tapi mereka tidak tahu bahwa dengan melakukan itu, mereka hanya menjatuhkan diri mereka ke dalam jurang rasa sakit."
"Kayak dari cara kamu minum kopi. Kopi itu, kan, sebenarnya pahit, dan punya rasanya sendiri. Tapi kamu nggak mau merasakan rasa yang sebenarnya. Kamu menutupi semuanya dengan gula, dengan krimer yang banyak, supaya rasanya terasa sangat manis. You could't cover the bitterness of life, young girl... You just nee to let it go..."

Bercerita tentang kenangan yang menyakitkan, kesedihan yang sangat menyakitkan, kadang kita ingin memendam dan menutupinya tapi kadang kala cara terbaik untuk mengatasinya adalah menghadapinya. Bertema tentang keluarga juga.

A Tale about One Day
Kai Moreau, French-Javanese man, seorang guru bahasa Prancis di sebuah sekolah internasional di Jakarta sedang bingung memberikan nilai untuk salah satu muridnya yang menuliskan kalimat "Saya tidak pintar!" di lembar ujiannya ditemani secangkir espresso. Ketika kembali dari toilet dia menemukan gadis kecil yang berusia sekitar dua belas tahun duduk di meja yang ia tempati tadi. Anak kecil itu berkata kalau suka melihat pemandangan dari posisi itu. Karena enggan pindah, Kai membiarkan gadis kecil itu duduk di depannya. Tak lama setelah itu mereka bercakap-cakap, Kai pun mengetes gadis yang bernama Chantal Kharisma dengan bahasa Prancis dan gadis itu langsung fasih menjawabnya. Chantal bercerita kalau ayahnya orang Prancis, ibunyalah yang mengajari bahasa itu karena ayahnya pergi setelah mereka bercerai, sebelum Chantal lahir. Kai pun menceritakan gagalnya perkawinannya dulu karena merasa tidak mampu menafkai istrinya, mereka saling curhat akan masalah yang mereka alami. Dia pun tidak mampu menolak untuk menemani gadis kecil itu mencari tempat tinggal ayahnya.

Bercerita tentang kesempatan kedua, walau saya bisa menebak akhir ceritanya, saya sangat menikmati percakapan dua orang berbeda usia, mereka saling lepas mengeluarkan beban yang sebelumnya enggan mereka bagi. Cerpen ini juga bertema tentang keluarga.

***

Ketika saya menutup buku ini saya merasa puas sekali. Sukaaaaa, penulis ini punya potensi besar, ide ceritanya nggak biasa dan cara berceritanya nggak bisa ketebak, mengginggatkan saya akan Farida Susanty, salah satu penulis muda Indonesia yang saya sukai hanya saja tulisan dia lebih dark, sedangkan tulisan Sheva lebih sweet, menunggu karya selanjutnya siapa tahu Sheva bisa seperti Farida Susanty, penulis muda Indonesia favorit saya selanjutnya.

Di mulai dari covernya, suka banget, model cover jaman sekarang yaitu bolong trus ilustrasi yang mewarnai isi buku ini juga keren, yang paling dasyat itu bookmark-nya, yaitu sebuah sendok, di ujung yang cekung berbentuk oval ada quote yang berbunyi, "Adventure in life is good; consistency in coffee even better." - Justin Chen Headley, North of Beautiful, kreatif banget yang buat. Selain pembatas bukunya yang saya suka, di bawah judul cerpen akan ada penjelasan tentang macam-macam jenis kopi dan di atasnya akan ada gambar secangkir kopi dengan takaran yang sesuai dengan jenis kopi yang dimaksud, contohnya adalah kopi jenis mochaccino, yaitu espresso dengan cokelat, susu panas, biasanya bagian atasnya diberi whipped cream. Nah, gambar cangkir kopinya di dalamnya ada urutan/komposisinya, pertama whipped cream, di bawahnya ada steamed milk, chocholate dan yang paling dasar espresso. Mempermudah kita memahami jenis-jenis kopi, sangat informatif sekali.

Selain cerita yang menarik, buku ini diwarnai tentang musik (Ella Fitzgerald, Nat "King" Cole, Snow Patrol), film (filmnya Woody Allen, Before Sunset, Eternal Sunshine of The Spotless Mind), serial televisi (How I Met Your Mother), buku (The Great Gatsby, Kafka on the Shore, The Fault in Our Stars, The Museum of Innocence) yang sepertinya sangat disukai penulis. Membuat saya ingin merasakan keindahannya juga.

Ada beberapa typo namun tidak mengurangi keasikan membaca. Selain itu ada bagian yang menurut saya tidak ada penjelasan secara singkat dari penulis, seperti di cerpen A Farwell to A Dream yang menyebutkan kalau Andy Warhol punya Edie Sedgwick yang memberinya banyak ide untuk berkarya, siapa mereka? tidak semua orang tahu tentang mereka. Saya berharap penulis menceritakan sedikit tentang mereka seperti ketika dia bercerita tentang karyanya Orhan Pamuk di The Coffee & Cream Book Club, membuat saya ingin membaca The Museum of Innocence. Dan sepertinya Haruki Murakami menjadi salah satu penulis favorit Sheva dengan dua kali kemunculan buku Kafka on the Shore di dua cerpen, Blue Moon dan Happy Days. Ketika membaca kedua cerpen itu dan menemukan satu kesamaan, yaitu novel tersebut, saya berharap tidak hanya Blue Romance saja yang menjadi benang merah tetapi mempunyai alur yang sama. Edi menemukan buku Kafka on the Shore, milik salah satu penggunjung yang tertinggal dan tak pernah kembali untuk menggambilnya, sedangkan si cewek di cerpen Happy Days meninggalkan novel yang sedang dibacanya ketika melihat siapa yang digandeng pacarnya. Saya rasa akan jauh lebih menarik bila kedua atau kesemua cerpen ini mempuyai alur yang sama.

Walau begitu, saya tetap bisa menikmati semua ceritanya, saya sudah terhipnotis dengan gaya tulisan Sheva yang detail akan karakter, setting, semuanya, dan saya akan menunggu karya selanjutnya

Blue Romance terinspirasi kesukaan Sheva pada sebuah coffeeshop di film 'My Blueberry Nights' karena tidak menemukannya di Jakarta, Sheva membuat sendiri coffeeshop impiannya. Sebuah coffeeshop dengan nama yang sedih tapi cantik. Tempat dengan nama yang punya ironi, seperti padanan kopi yang pahit dengan gula yang manis, maka lahirlah Blue Romance, begitu penjelasan penulis di bagian Sesapan Terakhir. Selain itu, cerpen The Coffee and Cream Book Club juga terinspirasi dari bookclub yang diikuti penulis, salah satu tempat diskusi di Goodreads, Indonesians Who Love English Books.

Recomended buat yang ingin mencoba karya penulis baru, cerita yang sedih tapi indah dan semuanya memiliki benang merah.

Empat sayap untuk Affogato, jenis kopi yang kayaknya bakalan saya suka
Profile Image for Ahmad Turkhamun.
237 reviews
January 28, 2014
Selamat datang di Blue Romance, sebuah coffee shop yang buka setiap hari, dan mungkin kau lewati hari ini.

----------

Saya itu penyuka kopi. Bukan freak, hanya suka aja. Mulai dari yang instant, yang di kedai-kedai itu, maupun yang di cafe. Oh, di tempat saya juga ada tukang kopi keliling; ada yang pake bakul kayak tukang jamu, ada juga yang pake gerobak.
Dan... saya setuju kalo yang enak saat minum kopi itu, ya obrolan di antara sesapannya. Beda dengan teh, susu, cokelat, jahe, maupun wedang ronde. Nggak tau sih sama yang lain, tapi saya lebih prefer ke kopi. Lebih natural aja gitu kelihatannya.
Dan di Blue Romance, ada 7 kisah di antara harum kopi dan sesapannya.

----------

#1. Rainy Saturday--3 bintang.

Awalnya sempat mikir kalo mau ngasih dua aja, karena ceritanya yang simpel itu. Saya dulu sering baca flash fiction yang temanya mirip sama ini. Komik juga, tapi yg kompilasi.
Yang bikin saya naikkin 1 lagi karena pendeskripsian coffee shop-nya: Blue Romance.
Saya suka baca cerita fantasi, tapi saya capek ketika penulis membuat kisahnya dengan dunia buatannya sendiri. iya kalo ada rincian petanya di awal, kalo nggak ada? kalo ada petanya pun, saya kudu menghafalnya dulu; di mana letak kerajaan ini, yang ini pegunungan apa, itu kastil yang mana. ya tapi berhubung otak saya itu bagaikan pantat wajan, yaaa.. saya sering lupa, hehe. dan itu mengganggu ketika lagi asyik baca, saya harus membuka lagi lembar rincian peta itu untuk memahami apa yg si penulis maksud. see... saya ini tipe pembaca yang rewel. :p
Itulah kenapa saya benci cerpen karena selalu ngasih informasi yang tumpang tindih buat memperkuat isi cerita di awal dikarenakan terbatasnya halaman--dan, ya, ini ngeselin dan melelahkan. tapi saya suka cara Sheva menjabarkan Blue Romance, apalagi diceritakan bersama turunnya hujan (hei... saya suka mandangin tetes hujan ketika lagi berteduh di suatu tempat--seperti cerita pertama ini dimulai). Sheva nggak menjabarkan coffee shop itu secara berlebihan, tapi membagi rinciannya yg lain untuk kisah yang lain pula. itulah kenapa saya sematkan satu bintang lagi untuk cerita pertama ini. :)

#2. 1997-2002--2,5 bintang

Saya suka cara Sheva mengembalikan memori si tokoh utama ke masa kecilnya itu, karena saya juga ikut terhanyut.
Dulu, waktu kecil, saya juga punya seseorang yang dengannya saya selalu berbagi maupun sebaliknya ya karena memang jarak rumah kami yang dekat. Kami sering nonton kartun bareng (astaga, serius saya dulu pernah mabok teletubbies? #AibNomer11), film, sinetron, berangkat sekolah bareng, main bareng, yah taulah intinya.
Dan waktu saya baca bagian ini:

"...Nico suka membaca komik, begitu pula aku. Kami sama-sama membaca Donal Bebek, serta membaca komik pendek asli Indonesia di majalah anak-anak, yang waktu itu sangat populer di antara teman-teman kami." --halaman 42

Heu? kok bisa sama lagi??
sumpah deh, saya nggak akan sanggup kalo harus curcol lebih panjang dari ini. #eaaa
Lalu, kenapa sih eksekusinya harus kayak gitu? Saya nyempatin baca lagi buat memahami endingnya--dan saya masih nggak terima. saya tahu kok maksud kedua tokoh ini jadinya gimana, tapi yang bikin saya nggak terima adalah: kenapa cerita dengan sweet memories di awal harus ditutup dengan ending yang biasa aja--ato, seenggaknya, nggak sesuai ama harapan saya? #SapeLoCobaTur
2,5 bintang untuk Kemoceng

#3. Blue Moon--4 bintang

Saya bisa aja ngasih 5 bintang penuh untuk yang ini. Ceritanya ngena di saya, pesan moralnya paling saya suka. dan, iya, saya kangen Ayah saya gara-gara kisah yang ini. its been 6 years, dan saya masih nggak rela kalo tiap harinya, kenangan saya dan beliau harus memudar--yang mana saya nggak mau itu. Saya nggak bisa seperti Edi yang bisa 'pulang' ke Ayahnya di suatu waktu tertentu, ya walo dalam cerita ini dia harus disadarkan dulu.
Saya kurangin bintangnya karena... saya kurang ngerasain kemistri Edi dan ayahnya. Apa sih yang ngebuat Edi 'pulang' ke ayahnya? cuma karena memori waktu kecilnya yang babak belur itu dan sang Ayah ada di sana dengan senyumannya? (Oooh, saya tau senyuman kedua orang tua itu efeknya dahsyat, apalagi kalo kita berbuat salah #pengalaman.) tapi, seriously, itu doang? ih, kuraaang! #halah (halamannya, woy, halamannyaaa!)
3 bintang untuk Edi dan ayahnya. Nambah 1 karena Blue Moon bisa menciptakan selaput bening tipis di kedua mata saya.

#4. A Farewell to A Dream--2 bintang

Saya nggak suka sama yang ini. Tipe cerita di mana saya eneg karena kebodohan tokoh-tokohnya. Ugh.
Yang udah pernah baca Ai, pasti tau ceritanya kayak apa. Yap, premisnya kayak gitu. untunglah eksekusinya beda; perih, sakit.
Mengejutkan.

#5. Happy Days--2,5 bintang

Kasusnya sama seperti cerita pertama. Flash Fiction-nya banyak. Di buku pun ada kok, yang bukunya mini pake kertas burem itu lho. (iyaaa, saya baca ituuu).
Yang saya suka itu cara penuturan Sheva lewat tokoh utamanya. Bagus banget. Seolah-olah saya ada di sana waktu si tokoh utama menceritakan kisahnya dengan orang yang dia suka.
Saya suka endingnya.

#6. The Coffee & Cream Book Club--4,5 bintang

Cerita favorit saya.

"Kadang orang tidak selalu bilang terang-terangan apa yang terjadi. Orang yang bahagia selalu menutupi kesedihan mereka dengan wajah tersenyum. Tapi mereka tidak tahu bahwa dengan melakukan itu, mereka hanya menjatuhkan diri mereka ke dalam jurang rasa sakit." --halaman 162

Bercerita tentang Bening, yang menutup rapat kenangnya dengan sang Ibu. Tapi, bagaimana ketika suatu memori kecil membuat Bening juga harus membuka kenangannya yang lain?
Seperti Bening, ada satu memori pula yang ikut muncul di benak saya karena cerita ini. dan satu memori itu, menarik memori lain pula untuk diingat dan dikenang kembali.

"You couldn't cover the bitterness of life, young girl... You just need to let it go..." --halaman 163

Beberapa waktu lalu, saya mampir ke warung soto deket rel kereta api, warung soto favorit ayah saya. Pertama kalinya saya ke situ setelah ayah pergi. Dulu, di situ juga jual kerupuk siram saus gula encer, sekarang udah nggak ada.
Banyak yang berubah saat saya mengamati sambil menunggu pesanan. Tapi rutinitasnya tetap sama, masih rame, ribut. Uap dari panci yang kebuka itu juga sama enaknya...
Dan waktu itu saya ngerasa kalo saya dicurangi duduk di situ. Nggak adil. Se-nggak adil Mbok pemilik warung yang nggak inget ama saya. #Yeee #IniAntiKlimaksBukanSih?
Waktu ayah saya nggak ada, saya pengen membagi kenangan saya dan beliau kepada ibu. menceritakan bagian di mana hanya ada kami berdua. Tapi, di satu sisi, saya nggak mau membaginya karena, hei... itu kan punya kami. Dan saya selalu menyimpan itu. Tapi kemudian saya ngebayangin gimana kalo saya lupa? gimana kalo saya nggak inget detailnya? Jadi, yah, saya pun menceritakan bagian kami itu ke ibu.
Warung soto di atas juga saya diingatkan sama ibu. Awalnya saya nggak ngeh, lha wong renovasinya beda gitu. Lebih gede. Kenapa ya saya bisa lupa? :s
Sama juga ketika ayah membacakan cerita, seperti Bening dengan Ibunya di cerita ini.
Favorit saya yang Aladdin. Dari kumpulan dongeng 1001 malam itu, yang suatu waktu pernah ayah bawa pulang dari toko alat tulis di pasar (jangan tanya kenapa nggak di gramedia, masih untung itu toko jual buku cerita), yang paling sering saya minta buat dibacain ya Aladdin itu. 3 permintaan dari sang jin begitu membahagiakan saya waktu kecil dulu. Kayak mimpi aja gitu. Saya juga tau apa keinginan saya kalo suatu saat menemukan lampu wasiat--yang mana itu nggak mungkin.
Saya kasih 4,5 bintang untuk cerita ini karena lewat kisah Bening, saya bisa bernostalgia dengan sosok yg selalu saya kagumi. setengah dari 5 bintang itu saya buang karena awalnya yang terlalu bertele-tele.

#7. A Tale about One Day--2,5 bintang

Saya nggak suka ama alurnya, entah ya, apa karena saya bisa langsung menebak inti ceritanya? Kalo gitu, yaaa saya boleh lah protes ama judulnya, dari judulnya kan udah ketebak ;p #MintaDikeplak.
Dialognya juga kurang mengalir bagi saya.
Yang saya suka itu cara Sheva membuat open-ending di cerita yang ini. Saya bisa membayangkan gimana Kai dan Chantal akhirnya. Bahkan, saya bisa membayangkan dialog mereka, juga satu tokoh itu.
Saya suka Chantal. Dari kalimatnya yang cerdas dan keluguannya itu. 2,5 untuknya.

----------------------------------

Uhm. saya tau review di atas penuh curcolan dengan kadar lebih banyak curcolnya daripada ulasan ceritanya X). dan saya tau rating yang saya kasih juga seenak jidat saya sendiri. Maka dari itu, saya minta maaf kepada Sheva apabila ulasan yang saya tulis nggak berkenan untuknya maupun orang lain. Dan sebaliknya, saya juga berterima kasih karena dengan 7 cerita tersebut, Sheva bisa membuka memori lama saya.
Dan jauh dari itu, saya suka dg cara bertutur penulis. Konsepnya juga saya suka banget. Dan, hei, saya juga menunggu karya utuh penulis. ;)
3 bintang dari ketujuh cerita di atas, tambah 1 karena diksi, ilustrasi, dan covernya yang oke. :)

----------
Terima kasih telah menyempatkan waktumu di Blue Romance.
Klining.
----------
April 3, 2014
Ada eksepektasi tersendiri saat pertama kali melihat Blue Romance ada di toko buku, ya kira-kira, nyaris setahun lebih silam. Dengan sampul yang manis, gue suka bagaimana desainer sampulnya memadukan kata "Blue Romance" sebagai sebuah kafe tempat bersantai namun terkesan sentimentil di tiap cerita, ilustrasi tersebut pun tertuang dengan media cat air yang terasa tidak intens, tapi pas untuk ditampilkan sebagai sampul depan.

Bergulir ke isinya, um, awalnya gue kira, "Blue Romance" karya Sheva ini mirip dengan "The Espressologist" karya Kristina Springer. Satu kedai kopi, namun penulis mencoba untuk membedah tiap pengunjungnya dengan tipe kopi yang sesuai, tapi well, "Blue Romance" sepertinya berbeda. Yang terlalu asyik disimak di sini, Sheva mencoba menjadikan "Blue Romance" bukan dari kisah-kisah pengunjungnya, barista, juga orang-orang terdahulunya ikut terlibat. Tidak perlu secara langsung duduk di dalam "Blue Romance" lantas akan ikut menjadi tokoh utama, malah terkadang ada yang hanya pernah duduk dulu, tapi sekarang diceritakan juga.

Dalam "Blue Romance" ada tujuh cerita pendek:
1. Rainy Saturday
Sesuai dengan judulnya, ceritanya tentang pertemuan kedua orang asing di kala hujan pada hari Sabtu. Tokohnya dibuat sangat unik, tanpa identitas di awal, yang bisa dibilang sebuah trademark dari Sheva, Sheva jarang menyebutkan karakter namanya secara langsung lantaran ia lebih menyukai penggunaan sudut pandang orang pertama saat bercerita. "Rainy Saturday" adalah cerita yang sangat sederhana, manis, dan dapat ditemui di sekitar kita, namun di sanalah letak keunikannya, dengan alur yang sederhana, Sheva tetap bisa membumbuinya dengan permainan kata hingga dialog yang cerkas.

2. 1997-2002
Bisa dibilang isinya tentang nostalgia, tentang dua orang sahabat yang pernah dekat lalu salah satunya harus pergi untuk studi di luar negeri. Hingga di tahun sekarang mereka bertemu. Namun, sesuatu di masa lalu memang terlalu manis untuk dilupakan. Dalam "1997-2002", yang paling gue sukai adalah bagian saat tokoh utamanya bercerita tentang dulu, entah kenapa hal dulu yang coba diungkit mengalir begitu saja, tanpa ada berkas bahwa itu hanya flashback semata, dan saat kedua tokohnya bertemu, gue rasa, Sheva sangat tahu bagaimana menutup sebuah cerita dengan impresi yang begitu baik. Mirip film-film berkelas, biar pembaca menebak, apa yang akan selanjutnya terjadi.

3. Blue Moon
Well, mungkin ini satu-satunya yang berbeda, berbeda sudut pandang maksudnya, kalau biasa "Blue Romance" banyak bercerita tentang pelanggannya, kali ini biar Edi yang bercerita. Kalau boleh membandingkan, Blue Moon ini mungkin yang paling mirip dengan cerita "My Blueberry Nights" karya Wong Kar Wai, yang notabene adalah motivasi utama Sheva dalam membangun "Blue Romance" sebagai kedai kopi fiksi. Masih dengan cerita yang ringan, tapi mungkin gue kurang menikmatinya, bukan karena gak bagus, tapi lantaran komplikasi emosi yang begitu kompleks.

4. A Farewell To Dream
Ini yang the best, menurut gue. Paling tidak terpikirkan dan paling biasa di permulaan. "A Farewell To Dream" bercerita tentang pertemuan terakhir dua orang sahabat yang dulu saling mendukung untuk impian masing-masing, namun di saat salah seorang di antaranya berhasil meraih impian mereka lebih tinggi, sahabat satunya punya satu alasan kenapa ia tidak boleh pergi terlalu cepat. Masih dengan cerita yang ringan dan santai, gue suka sekali dengan kontradiksi kedua tokohnya, Bima dan Anjani. Anjani awalnya gue kira adalah cewek yang pendiam, menyinggung namanya yang sangat Indonesia, namun justru sebaliknya, Bima yang lebih menjadi pendengar yang baik, sedangkan Anjani, selalu saja ingin didengarkan. Seperti yang gue bilang sebelumnya, permulaan cerita ini tidak terdengar seperti sebuah kisah perpisahan, sederhana, gue kira ini adalah pertemuan curhat antar sahabat, sampai di akhir cerita, plotnya begitu fantastis membuat pembacanya terpaku sejurus untuk percaya.

5. Happy Days
Tidak secerah judulnya lho, "Happy Days" mungkin salah satu kisah yang paling emosional di "Blue Romance", berkisah tentang penyesalan dan sebuah kejutan di masa yang akan datang. "Happy Days" dirangkai dengan plot yang maju namun mundur di waktu yang bersamaan. Gue cukup suka dengan ceritanya, juga deksripsi serta adisi beberapa pernak-pernik yang ditambahkan penulis sehingga membuat narasinya terbaca sangat pas. Hanya saja, mungkin ini selera, gue kurang suka dengan peralihan bahasa Inggris-Indonesia yang kadang dirasa tidak perlu, dan malah agak plin-plan.

6. The Coffee & Cream Book Club
Berceloteh tentang Bening dan temannya yang sesama pencinta kopi berkrimer yang membuat komunitas diskusi buku. Kalau dilihat polanya, dalam "Blue Romance", semakin ke belakang, ceritanya menjadi semakin berisi, tidak seperti di depan, "The Coffee & Cream Book Club" tidak seringan judulnya yang membuat pembaca berpikir tentang acara kongkow sekumpulan orang yang kutubuku. "The Coffee & Cream Book Club" menghadirkan karakter yang unik, tentang seorang "kakek" yang ingin membaur dan menjadi bujang untuk kedua kali.

7. A Tale About One Day
Yang terakhir mungkin agak sedikit berbeda, Sheva menutupnya dengan kisah perbincangan seorang anak kecil dan seorang laki-laki 30-an. Kalau sebelum-sebelumnya selalu pakai "aku", Sheva mencoba menulis dengan sudut pandang ketiga yang sama sekali tidak mengganggu alur ceritanya. Plotnya memang sudah dapat ditebak di pertengahan, tapi yang membuat cerita ini tidak boleh terlewat adalah interaksi kedua tokohnya. Mungkin dalam "The Coffee & Cream Book Club", Sheva mencoba menghadirkan sosok yang tua ingin menjadi muda, kali ini ia menciptakan satu yang kebalikannya.


Dari tujuh cerita pendek, gue rasa tiap cerita tidak hanya selintas terbaca oleh mata. Sheva dengan begitu piawai menyatukan pengalaman-pengalaman yang terkadang sangat sepele, tapi dapat menjadi pelajaran hidup tersendiri. Dengan kalimat dan diksi yang mudah dicerna, sesuai dengan suasana "Blue Romance", novel ini menghibur hati pembaca dengan tema-tema cerita yang pas dibaca kala waktu santai mirip di kedai kopi.
January 17, 2018
Suka ceritanya pas bab Espresso, karena setiap bab memiliki cerita masing-masing yang terikat di lokasi yang sama. Gue suka cerita yang simple dengan bahasa yang ringan. Dan menurut gue buku ini rekomen buat dibaca buat yang ga begitu suka cerita berat. Gue berharap ada cafe seperti Blue Romance di daerah Cikini.
December 17, 2021
Jujur, enggak pernah bosen ngikutin cerita Kak Sheva hehehe.

Sebenarnya saya suka banget sama cerita ini, ringan dan enggak dramatisir mellow gitu, tapi ini poin yang bikin saya suka sama karyanya seperti karya sebelumnya, dan dalam buku ini, saya dibuat lagi tenang sekaligus rileks untuk menerima kenyataan hahaha.
12 reviews
May 31, 2017
masing-masing kisah di Blue Romance ini punya kekhasan tersendiri. paling suka di bagian Rainy Saturday dan The Coffe and Cream Book Club. rasanya ringan sekaligus menyentuh
Profile Image for Rose Gold Unicorn.
Author 1 book138 followers
November 8, 2013
Judul Buku: Blue Romance
Penulis: Sheva
Penerbit: Plotpoint Pubslishing
Tahun Terbit: 2012
Genre: Omnibook, Fiksi
Rate: 3/5

Ada 7 cerita.
Ada 7 jenis kopi.
Ada 7 sudut pandang.

Tapi hanya ada satu setting tempat. Blue Romance.

Blue Romance adalah nama sebuah kedai kopi yang identik dengan suasana suram-romantis. Nah lho, seperti apakah itu?

Buku ini merupakan omnibook yang mana kalau saya tidak salah mengerti yaitu sebuah buku selayaknya kumcer, dengan judul yang berbeda-beda, namun masih memiliki benang merah, yaitu si kedai kopi itu sendiri.
Ya, Blue Romance.

Ada 7 cerita pendek dalam buku ini. Kesemuanya ringan dan menghibur. Satu jenis kopi mewakili satu judul. Favorit saya yaitu cerita pertama berjudul Rainy Saturday. Tentang seorang perempuan introvert yang secara tidak sengaja berkenalan dengan seorang laki-laki stranger dan misterius yang akhirnya membawa mereka ke pertemuan selanjutnya.

Kenapa saya suka? Well, I will let you know only if you wanna promise me that you will not laugh at me. Deal?

Okay. This is it. Saya suka cerita ini karena saya membayangkan pertemuan saya dengan jodoh saya kelak ternyata seperti di kisah ini. Sangat tidak disangka! Hahahaha! *bahkan saya sendiri pun menertawai imajinasi saya sendiri* -_-“

Lalu beranjak ke cerita ke-dua berjudul 1997-2002. Entah kenapa judulnya begitu, padahal dalam cerita ini kedua sahabat berpisah selama sepuluh tahun akhirnya bisa bertemu kembali. Entah saya yang melewatkan kalimat tertentu atau memang penulisnya yang salah kasih judul. CMIIW. Cerita kedua ini remaja sekali.

Cerita ke-tiga berjudul Blue Moon. Ah, ini juga cerita favorit saya ding. Maaf labil. Saya baru teringat akan cerita yang satu ini. Tentang seorang barista yang kedapatan seorang pelanggan yang mabuk karena ditinggal mati ayahnya di saat si anak telah sekian lama tidak pergi menemui bapaknya. Tragis.

Yang ke-empat berjudul A Farewell to A Dream. Nah, yang ini juga tragis. Kalau Anda membacanya mungkin akan terasa kisah cinta yang klise. Tapi, yah tetap saja nancep bok!

Kemudian judul yang ke-lima. Happy Days. Ah, saya tidak suka. Cerita ini mengisahkan tentang perselingkuhan dan pengkhianatan. Bayangkan hey para wanita, pacarmu nikah sama ibumu! Ibumu menyakiti ayahmu. Pacarmu menyakitimu. APA LAGI YANG HARUS DIJELASKAN?!

Cerita keenam, The Coffe and Cream Book Club. Menceritakan tentang klub buku yang bukan hanya sekedar klub buku. klub ini hanya berisi 7 orang dari berbagai usia, gender, dan latar belakang. Klub buku ini juga punya peraturan khusus, sesuai dengan namanya, bahwa mereka pencinta kopi full cream. Sampai akhirnya ada satu anggota baru yang menjengkelkan yang berbeda dari yang lain yang membawa perubahan bagi klub buku itu.

Nah, terakhir ini juga BAGUS BANGET! Agak sedikit tricky dan bikin mikir. Pokoknya baca aja deh!

Setelah membaca terbitan Plotpoint sebelumnya, Raksasa Dari Jogja, jujur saja saya sempat ilfil dengan Plotppoint. Bukan apa-apa. Trauma saja. Hahaha. Eh tapi ternyata penulis muda yang satu ini nggak lho. Saya akui tulisannya memang masih terasa remaja namun nggak menye-menye. Walaupun tema yang diusung tidak jauh-jauh dari drama romantic, tapi tetap berisi kok ceritanya, menurut saya.
Desain sampulnya juga cantik dan cocok dengan isi bacaan. Saya suka sekali.

Membaca buku ini membuat saya tahu mengenai jenis-jenis kopi. Bahwa kopi tidak hanya kopi hitam dan kopi susu saja. Ada juga affogato (eskrim yang disiram kopi), macchiato, dll.

Diksi penulis belum begitu kaya. Tapi saya rasa, kelak ke depannya Sheva bisa menjadi penulis yang sukses kalau ia mau lebih serius menggarap konsepnya. It’s a great beginning, I think.

Buku ini memiliki 7 cerita pendek dengan tebal 214 halaman. Ya, sedikit cerita, banyak halaman. Tapi saya sarankan Anda jangan salah kira bahwa ceritanya akan membosankan/ karena selain ceritanya ringan dan asyik, buku ini juga diterbitkan dengan menggunakan ukuran huruf yang agak besar. Jadi mungkin hal itu yang membuat 7 cerita menjadi sedemikian tebalnya. Huruf tebal ini tidak mengganggu kenyamanan dalam membaca tapi tetap saja saya merasa tidak proporsional dengan ukuran bukunya yang relative sedikit lebih kecil dibanding buku-buku pada umumnya.

Tetap saja, walaupun saya menyukai sebagian besar cerita dalam buku ini, saya hanya bisa memberikan 3 dari 5 bintang yang saya punya. Good enough.
Profile Image for Atria Dewi Sartika.
115 reviews11 followers
September 11, 2013
Buku ini membuat saya tertarik sejak pertama melihatnya di Rumah Buku. Entah kenapa saya sangat suka membeli buku yang covernya menampilkan gambar secangkir kopi dan ceritanya berhubungan dengan kopi. Honesty, saya bukanlah penggila kopi akut. Saya memang sangat suka menenggak bergelas-gelas cappucino saat suntuk atau saat full inspirasi dan butuh dopping agar mata tetap melek. (^_^)v

Blue Romance adalah sebuah omnibook dimana beberapa cerita saling berhubungan secara tidak langsung. Dalam buku ini Kafe Blue Romance adalah tali penghubungnya. Semua cerita menggunakan kafe tersebut sebagai latarnya. Sebuah kafe yang buka 24 jam dengan interior yang unik. Kafe ini punya jendela kaca besar yang dipenuhi tulisan-tulisan. Selain itu dindingnya dipenuhi berbagai hal yang dibagikan oleh dan kepada pengunjung kafe ini. Ada foto-foto polaroid hingga post-it yang menarik. Hm..membaca deskripsinya saya yakin saya pun akan suka nongkrong lama di kafe ini sambil memerhatikan sekitar dan menulis berbagai hal yang berseliweran di kepala saya. (kenapa jadi curhat gini yah?)


Penulis mengambil sudut pandang orang pertama pada setiap cerpen yang di buat. Itu sebabnya buku ini lebih mudah dicerna karena kita merasa dekat dengan alurnya seolah menjadi setiap sosok yang dihadirkan dalam setiap cerita. Dan tema-tema setiap cerita berbeda-beda.

Kisah pertama cukup menarik dan menggugah saya untuk teru melanjutkan membaca. Judul Rainy Saturday. Cerita ini berkisah tentang seorang cewek yang dulunya sangat menyukai kejutan namun tragedi membuat dia lebih suka pada rutinitas. Itulah sebabnya dia merasa tidak nyaman dengan kehadiran seorang cowok yang mengganggu rutinitasnya sarapan Sabtu pagi di Blue Romance. Cowok itu menumpang duduk di mejanya karena saat itu hujan dan membuat area in-door Blue Romance penuh. Namun ia menikmati kehadiran orang itu hingga akhirnya mereka berjanji untuk bertemu sabtu berikutnya. Sayangnya pria itu datang terlambat. (dan kamu tahu, saya sampai sekarang tidak tau nama kedua tokoh ini. Saya malah tahu nama dua barista Blue Romance).

Oiya, sebelum saya lupa. Setiap cerita direpresentasikan oleh jenis-jenis kopi yang berbeda. Ada Affogato, Mochaccino, Café Latte, Americano, Caffé Macchiato, Coffee and Cream, dan Espresso. Semua kopi-kopi ini diberi keterangan tentang campurannya apa saja dan bisa jadi itu adalah filosofi dasar dari cerpen tersebut. Seperti Coffee and Cream yang merepresentasikan Cerpen “The Coffee & Cream Book Club” maka kita akan mencoba memahami bahwa hidup itu memang seperti kopi yang pahit dengan kadar manis tertentu. Menambahkan creamer hanya sedikit menutupi rasa pahit itu namun tidak menghilangkannya. Maka kita seharusnya menghadapi rasa pahit itu bukannya melarikan diri darinya.

Saya menyukai hampir semua cerita dalam novel ini kecuali Happy Days, karena saya tidak suka konfliknya (ini murni tendensi pribadi..he..he..). Dan bagi saya Kafe hasil imajinasi ini mungkin layak menjadi kenyataan suatu hari nanti J

Hm..jika saya harus memberi nilai untuk buku ini dalam skala 1-10, maka saya memberinya nilai 8. Sekedar info nih, saya suka dengan desain sampul dan pembatas buku dari dua buku terbitan PlotPoint yang saya baca (Stasiun dan Blue Romance).
Profile Image for Febri Candra.
28 reviews
July 24, 2014
Blue Romance = Coffe Shop

Ada tujuh bagian, yaitu:
Profile Image for Rayya Tasanee.
Author 3 books22 followers
August 18, 2016
Apabila ingin mengulas kumpulan cerpen, saya seringnya tak tahu bagaimana harus memulainya. Apa ada aturan harus diulas setiap cerpennya? Atau disampaikan sedemikian rupa menjadi review utuh tanpa perlu dirinci satu per satu? Entahlah.
Yang jelas, buku ini berisi tujuh cerpen:
1. Rainy Saturday
Pembukaan cerita agak membosankan karena tokoh ‘aku’ terkesan menceritakan dirinya sendiri hingga akhirnya ‘aku’ bertemu dengan seorang lelaki gondrong di Blue Romance--yang ternyata asyik diajak berbincang. Cerita selanjutnya berjalan manis, mengubah persepsi awal saya yang tadinya menganggap cerpen pembuka ini bertele-tele, ternyata layak untuk dibaca dan berhasil membuat saya tersenyum. :)

2. 1997-2002
Cerpen kedua menceritakan tentang pertemuan kembali dengan teman masa kecil bernama Nico. Yah, cinta dengan sahabat semasa kecil. Menurut saya agak klise dan mainstream, seperti FTV. Kurang berkesan bagi saya.

3. Blue Moon
Kisahnya sendu. Tentang seorang lelaki bernama Edi yang merindukan ayahnya. Hmm, sampai berlembar-lembar halaman, saya belum menemukan poin apa yang ingin disampaikan penulis. Begitu hampir sampai ending, okelah. Lumayan membuat saya terbawa perasaan haru.

4. A Farewell to A Dream
Cerpennya cukup bagus. Tentang meraih impian, cinta, dan luka. Hanya saja kenapa tokoh wanitanya digambarkan begitu sempurna? Cantik, smart, menyenangkan. Pintar berbahasa Inggris pula. Terlepas dari karakter sempurna itu, konflik dalam cerpen ini kuat. Ending-nya tak terduga. Penulis berhasil menggunakan POV 1 dengan tokoh utama lelaki. Sisi maskulinnya terlihat, meskipun karakter tokoh utamanya agak cengeng.

5. Happy Days
Saya merasa judulnya kurang mewakili isi cerpennya. Sebenarnya tema cerpen ini sedih, tapi saya tidak terbawa merasakan kesedihan si tokoh utama yang dikhianati kekasihnya.

6. The Cofee and Cream Book Club
Cerita ini seperti terjadi di luar negeri meskipun setting tempatnya di Jakarta, dan tentunya Blue Romance yang berada di Cikini. Karakter Jeff dan Bening ini kuat. Jeff berhasil menjadi tokoh yang anti mainstream. Saya suka caranya membaca apa yang selama ini dipendam Bening.

7. A Tale about One Day
Sebenarnya cerpen ini bagus, tapi twist-nya sangat mudah ditebak. Ada dialog Chantal yang menurut saya terlalu dewasa untuk gadis berumur 12 tahun. Tetapi kalimat bijaknya bisa dijadikan pembelajaran:
“Vous avez trop peur de tout de choses.... Monsieur takut terhadap segala sesuatu, takut ditinggalkan, takut mengecewakan istri Monsieur, takut dengan janji yang sudah dibuat saat menikah, dan takut tidak bisa menepatinya.” (Hlm. 201)

Saya suka penggambaran kafe Blue Romance. Meskipun fiktif, saya harap memang ada kafe dengan nuansa hangat seperti itu. Kafe Blue Romance menjadi saksi berbagai kisah. Sungguh ide yang brilian menggabungkan beragam minuman kopi dan berbagai kisah kehidupan dengan Blue Romance sebagai benang merahnya. Apalagi saya juga penggemar kopi dan pemerhati interior kafe. ^^

Mungkin kumpulan cerpen ini bisa lebih menarik jika ditulis dengan sudut pandang yang berbeda, lebih bervariasi, tidak melulu menggunakan POV 1. Tetapi saya rasa Sheva adalah penulis yang berbakat. ^^v

3,2 of 5 stars.
Profile Image for owleeya.
305 reviews98 followers
December 21, 2012
Jika mengedarkan pandangan ke seluruh sudut coffee shop ini, aku selalu punya satu kata di otakku: menyenangkan. Ini seperti planet lain. Planet tempat kamu bisa bermain dengan aroma kopi, tulisan-tulisan antik di seluruh kaca besarnya, barista-barista yang baik dan ramah, pelayanan yang hampir sempurna, serta pencerahan dari secangkir kopi yang bukan kopi instan.


Kalau ada tempat seperti Blue Romance di Bandung, saya ingin ke sana.

Awalnya saya sering melihat kak @dearsheva di Timeline Twitter, karena salah satu penulis favorit saya, mbak Morra (@williamhakim) terkadang me-RT tweet-nya kak Sheva. Dan mengetahui kalau kak Sheva ternyata seorang penulis juga dan sudah menerbitkan satu buku dengan cover yang cantik ini, saya jadi ingin membacanya. Blue Romance rasanya jarang saya lihat di toko buku langganan saya, tapi ketika saya ke Gramedia Merdeka tempo hari, saya menemukannya. Langsung saja saya membawanya ke kasir.

Selesai membaca dalam waktu satu hari saja, karena saya memang biasa membaca cepat, dan tidak sabaran. :)

Saya tidak kecewa.

Saya bahkan tidak kecewa karena ceritanya kurang panjang atau malah kepanjangan. Pas. Seperti gula di kopi saya yang tidak terlalu banyak meskipun saya yang penyuka makanan manis, lebih suka agar kopi saya pahit saja. Tidak terlalu manis.

Setiap cerita di buku ini memang memiliki kopinya tersendiri, dengan ilustrasi dan keterangan jenis kopi di awal cerita.

Cerita favorit saya sih Rainy Saturday. Manis gitu. Tentang dua orang asing yang terjebak di Blue Romance karena hujan. Dan

Cerita favorit selanjutnya adalah Blue Moon dan The Coffee and Cream Book Club. Bukan tentang percintaan, melainkan tentang hubungan seorang anak dan orangtua. Jadi terharu sendiri baca dua cerita itu. :')

Ada lagi A Tale About One Day. Manis juga ceritanya kayak yang dikasih krimer meskipun akhirnya gampang ditebak. :))

Untuk cerita 1997-2002, agak gak begitu ngerti sama akhirnya. Iya itu kamu aja yang gak mudeng, Aul.

Last, A Farewell To A Dream dan Happy Days. Bukannya cerita ini jelek sih, bagus malahan. Tapi akhirnya itu loh... #hiduphappyending

Overall, saya puas sama buku ini sampai rela kasih 4 bintang. Pas buat dibaca saat hujan, sambil menyeruput kopi, dan mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh Tulus. :)) Oiya, pembatas bukunya juga lucu loh! Males difoto, mending lihat sendiri aja.

4/5

Profile Image for Ifnur Hikmah.
Author 5 books12 followers
July 23, 2013
Buku antologi cerpen yang menyatakan dirinya sebagai omnibook pertama di Indonesia (hmm.. Okelah) ini menjadi novel roman Indonesia pertama yang gue baca di tahun 2013. Bukan punya sendiri, melainkan minjam ke Adit. Membacanya pun karena sesuatu dan lain hal (hmmm....).

Buku ini berisi tujuh cerita pendek yang memiliki benang merah yang sama: terjadi di sebuah coffee shop bernama Blue Romance. Blue Romance merupakan sebuah kedai kopi fiktif yang terletak di kawasan Cikini dan konon kabarnya sangat ramai dikunjungi. Ceritanya pun beragam. Cinta, persahabatan, keluarga, persahabatan, mimpi, masa lalu. Semua tumpang tindih jadi satu. Keberagaman cerita ini menjadi nilai plus novel ini.

Begitu membaca buku ini, gue bisa menebak bahwa penulisnya, Sheva, adalah seseorang yang tahu banyak. Terbukti dengan banyaknya kutipan film atau tokoh tertentu, lagu, buku, yang tersebar di dalam cerita. Cara Sheva mengaitkan sebuah buku/film/lagu dengan ceritanya mengingatkan gue sama Ika Natassa. Bedanya, jika di Ika gue merasa suka, di Sheva gue merasa terganggu. No offense ya, karena kadang, hal itu nggak ada hubungannya dengan apa yang hendak diceritakan.

Hal lain yang bikin gue nggak sreg adalah pengulangan deskripsi tempat. Seperti apa Blue Romance itu sudah dijabarkan panjang lebar di cerita pertama, jadi, menurut gue, nggak apa-apa kok kalau nggak dijelasin lagi di cerita lain. Toh, pembaca juga sudah tahu dan bisa membayangkan gambaran Blue Romance seperti apa.

Gue cukup menyukai cara penceritaan Sheva. Deskripsi yang detail menjadi nilai plus. Hanya saja, ketika masuk dialog, well, jujur aja gue agak merasa terganggu.

Gue menikmati membaca novel ini, tetapi, akan lebih menikmati lagi jika Sheva tidak bertele-tele menuliskan hal pendukung yang tidak terlalu terkait ke cerita. Sebagai pembaca, gue akan lebih masuk ke cerita jika Sheva lebih menjelaskan tentang inti cerita. Seperti Blue Moon dan The Coffee and Cream Book Club. Jika Sheva lebih mengeksplor tema besarnya (hubungan ayah dan Edi di Blue Moon serta hubungan Bening dan perasaan kehilangannya yang disadarkan oleh lelaki bernama Jeff) dan membuang hal pendukung (seperti interaksi Edi dan wanita jackpot serta Bening dan pekerjaannya di perpustakaan), cerita juga akan sama bagusnya.

Buku ini cocok dibaca saat santai atau sebagai teman menuju tempat kerja seperti yang gue lakukan. Sebagai karya perdana, novel ini sudah cukup bagus. Di antara semua cerita, gue paling suka A Story About One Day dan gue lebih dapat feel-nya ketika membaca cerita berbalut keluarga ketimbang cinta biasa. Mungkin, Sheva memang cocok menulis drama keluarga seperti ini--menurut gue.
Profile Image for Gita Ganesha.
78 reviews11 followers
February 12, 2013
Alih-alih disebut sebagai novel, buku ini lebih pantas disebut sebagai kumpulan cerpen. Seperti tagline buku ini, “Setiap kisah punya kopinya sendiri”. Kisah-kisah dalam buku ini berkaitan dengan kopi dan ternjadi di Blue Romance. Blue Romance adalah sebuah coffee shop di Jakarta. Penulis mendeskripsikan Blue Romance ini dengan sangat baik, seolah tempat itu benar-benar ada. Ah jadi pengen kesana… ^^

Gaya bahasanya cantik, walaupun ada beberapa deskripsi yang rasanya tidak perlu. Setiap chapter diawali dengan deskripsi jenis-jenis kopi. Well, sebagai seseorang yang hanya minum kopi sachet merk blablabla, saya nggak ngeh dengan jenis-jenis kopi. Mungkin abang Siwon akan mengerti ^^. Lalu di setiap chapter diakhiri dengan sebuah sketsa yang membuat buku ini semakin cantik. Oiya pembatas bukunya juga unik, berbentuk sendok kecil. ^^

Jika Anda pecinta kopi, mungkin Anda juga sebaiknya “menncicipi” buku ini dan menemukan kisah mana yang cocok dengan kopimu. ^^




#NowPlaying:

Falling in Love at a Coffee Shop – Landon Pigg

I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the paths that your eyes wander down
I want to come too

I think that possibly, maybe I'm falling for you

No one understands me quite like you do
Through all of the shadowy corners of me

I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew

I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too

Because oh because
I've fallen quite hard over you

If I didn't know you, I'd rather not know
If I couldn't have you, I'd rather be alone

I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while, I never knew

All of the while, all of the while,
it was you

Profile Image for Arif Kurniawan.
32 reviews
January 5, 2015
3,5 stars.

Waktu memang berjalan begitu cepat. Waktu bahkan tampak seperti terbang dengan kekuatan super, tak mampu diraih dan ditangkap, membuat kita merasa tertinggal di belakang.

Kesan pertama waktu membaca lembaran pertama buku ini, udah berprasangka pasti bakalan penuh sama cerita roman yang mainstream khas buku-buku teenlit. Tapi setelah menuju ke cerpen ke 2 dan selanjutnya lama-lama aku bisa masuk juga kedalam ceritanya. Bahkan banyak cerita malah berkesan seperti 1997-2002 yang berceritakan tentang pertemuan kawan lama (kawan SD) yang sekian lama terpisah dan akhirnya bertemu kembali, yang kemudian membawa kedua tokohnya kepada nostalgia khas anak-anak jaman dulu yang berbeda 180 derajat dengan yang sekarang.

Lalu, ada Blue Moon yang bercerita tentang kerinduan seorang anak terhadap ayahnya.

A Farewell to A Dream yang berkisahkan tentang cinta segitiga antara Bima-Anjali-Bram dimana sang tokoh sentral (Bima) yang seorang penulis artikel dihadapkan antara cinta dan persahabatan.

A Tale About One Day pertemuan tidak disengaja antara seorang pria berumur 36 tahun dengan seorang gadis pelajar SMP berusia 12 tahun yang kemudian membawa sang pria kembali kepada masa lalunya.

The last, but not least. The Coffee and Cream Book Club yang berceritakan tentang klub pembaca buku yang bernama sama seperti judul cerpennya dimana suatu ketika seorang pria bernama Jeff membawa sebuah buku anak-anak berjudul matilda yang mengingatkan sang tokoh sentral (Bening) pada ibunya yang telah tiada.

Sisanya seperti Rainy Saturday yang bercerita tentang 2 orang asing yang sama-sama terjebak di Blue Romance karena hujan yang udah pasti endingnya menuju kesana dan Happy Days yang errr.. lupa juga ini kisahnya tentang apa. Yang sebenarnya bagus juga sih, cuma masih kalah greget dibanding kisah-kisah yang aku sebutkan sebelumnya.

Jadi, keseluruhannya sih bagus untuk seorang penulis yang baru debut apalagi penulisnya masih terhitung belia, 20 tahun kalau gak salah. Jadi, 3,5 bintang kayaknya cukup deh untuk mengapresisasi buku bercover dominasi cokelat yang manis ini. 
Profile Image for Linda♥.
349 reviews
July 26, 2014
Mumpung 'kopinya masih hangat', bolehlah aku review sedikit tentang buku ini. Full review insyaallah akan aku tulis di blog saat udah kebagian colokan panjang di rumah nenek untuk laptop tersayangku yang nggak bisa nggak dicolokin lima menit saja. *duh.. malah curcol mudik serba sulit lin* :')

Seperti blurb-nya, buku ini merupakan kumpulan cerpen yang dihubungkan oleh satu benang merah: kopi. Setiap kisah punya rasa kopinya sendiri. Setiap kisah punya kadar manis dan pahit yang berbeda-beda.

Aku sendiri menyukai, bahkan bisa dibilang addicted to coffee (begitulah julukan yg kudapat dari keluargaku, juga beberapa teman kampus, meski aku sendiri merasa biasa-biasa saja, nggak ketagihan amat :p). Makanya, aku excited saat tahu tentang buku ini, yang katanya 'punya' coffee shop yang jadi impian para pecinta coffee and cakes! And when I started to know this place, same like others, aku jatuh cinta pada tempat ini. Aku jatuh cinta pada post-it notes dan gambar-gambar yang ditempelkan di dinding dan kaca di dalam coffee shop. Aku jatuh cinta pada pelayanannya, meski aku belum pernah (dan entah kapan akan pernah) menyicipi pelayanan barista di sana, dan aku sangat jatuh cinta pada aroma kopi, suara mesin pembuat kopi, dan alunan lagu-lagu yang mengalun di sepenjuru Blue Romance. Terima kasih, Sheva, karena telah memperkenalkan aku pada Blue Romance dan membuatku berharap berlebihan bahwa coffee shop seperti Blue Romance memang benar-benar ada.

Kisah yang benar-benar menarik hatiku adalah kisah pertama dan terakhir. Aku juga jatuh cinta pada tokoh-tokohnya, apalagi Kai. Duh.. entah kenapa cowok yang sudah menikah itu menarik perhatianku, padahal ciri-cirinya hampir sama dengan cowok lain di kisah lain: brewokan, gondrong, dan berantakan. >.<

Once again, thank Sheva for those coffee stories! I enjoy them a lot. Hope I could enjoy my favorite coffee right now in my favorite place at home (it will be next week, I guess). xD
Profile Image for Nur.
137 reviews
December 4, 2015
Sebenernya, udah dari dulu aku lihat buku ini. Beberapa kali juga aku memegang buku ini di toko buku, tapi berakhir dengan tidak jadi membelinya. Entah kenapa asa kurang sreg aja gitu... Belum datang 'keinginan' yang tepat untuk membeli dan memiliki buku ini.

Tapi kemudian, pada tanggal 13 Oktober 2015, aku menemukan buku ini di tumpukan buku obral di depan kampusku. Dan pada saat itu aku merasa, mungkin ini saat yang tepat untuk memiliki buku ini, karena entah kenapa aku penasaran. Begitu saja perasaan itu datang untuk memiliki buku ini :") Pada akhirnya, aku jadi membeli buku ini dengan harga yang murah. *tebak deh harganya berapa hehehehe*

Ada tujuh cerita pendek dalam buku ini, yang kesemuanya memiliki satu benang merah. Cafe Blue Romance. Dan entah kenapa secara menakjubkan, aku MENYUKAI semua cerita pendek yang ditulis oleh kak Sheva ini. Seriusan. Aku bener-bener suka, dan perasaanku terhanyut ketika membaca cerita-cerita tersebut.

Gimana ya? Susah menjelaskan perasaanku ini ke dalam kata-kata. Rasanya lembut, dan mengalir begitu saja. Perasaan 'mengenang' dalam sendu semacam itulah. Apakah kata bittersweet cukup tepat untuk menjelaskan apa yang aku rasakan ini?

Walaupun aku suka semua cerita pendek yang ada dalam buku ini, ada dua cerpen yang berhasil menempati tempat spesial di hatiku :3 Itu karena penulisan kak sheva yang manis dan agak sedikit sendu, sehingga kedua cerpen itu begitu spesial di hatiku. Itu adalah "Rainy Saturday" dan "1997-2002", dan kalian harus membacanya sendiri :")

Ah, aku tidak menyesal sudah membaca buku ini. Memberikan perasaan sendu kepadaku. Dan mungkin melankolis? Suatu hari nanti, aku juga ingin bisa menulis sesuatu yang seperti ini :")
Displaying 1 - 30 of 86 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.