Eva Sri Rahayu's Blog, page 7

June 27, 2016

Review Novel “Wrecking Eleven” Karya Haris Firmansyah

Novel Wrecking Eleven

Novel Wrecking Eleven


Sebagai pecandu sepak bola kambuhan di ‘hanya’ musim Piala Dunia, saya cukup penasaran dengan novel “Wrecking Eleven” karya Haris Firmansyah ini, selain karena sejak personal literature “Date Note” keluar dan booming, saya memang udah kepoin tulisan Haris di blognya. Bisa dibilang saya suka humor-humor Haris.


Haris-Firmansyah


Siapakah Haris Firmansyah?


Cowok penyuka mie instan dan bergolongan darah A–sama seperti saya–ini merasa wajahnya ganteng di mata tukang parkir. Hobinya makan, tidur, dan bernapas. Kurang percaya diri memfoto diri sendiri, karena itu lebih suka memfoto buku-bukunya yang bertebaran di toko buku, seperti Date Note, 3 Koplak Mengejar Cinta, Cireng Forever, Good Hobby vs Bad Habit, All About Teens Idols, Nyengir Ketupat, dan Wrecking Eleven.


Silakan kalau masih pengin tahu segokil apa orangnya, bisa follow twitter-nya @harishirawling dan baca tulisannya di blog www (dot) harisfirmansyah (dot) com


Data Buku


Judul : Wrecking Eleven


Penulis : Haris Firmansyah


Penerbit : Ping!!! (Diva Press Group)


Tebal : 180 Halaman


Editor : Dyas


ISBN : 9786022791799


Blurb :


Sepak bola menjadi titik balik kemampuanku setelah entah sudah berapa ratus kali kalah dalam pertarungan Tazos, Bayblade, maupun Tamiya. Setelah menemukan passion itu, aku harus berjuang untuk bersama Bang Jep demi mencairkan tim sepak bola Garuda Baja yang sudah setahun dibekukan. Jatuh bangun kami menghidupkan tim kembali….


Duh, kok jadi kayak lagu.


Persatuan dan kesatuan kami diuji ketika kekalahan dan hal lain menghampiri. Rupanya, strategi dan kemampuan saja tidak cukup. Kerja sama sangat dibutuhkan. Apalagi setelah sebagian besar anggota ada yang dapat kontrak iklan sosis dan kacang atom, kumat main PS, milih nemenin ceweknya, piala Wali Kota makin berat didapat. Kami adalah sekumpulan pejuang di lapangan.


“Di lapangan, kita satu tim. Di luar lapangan, kita sahabat!”


Eva membaca wrecking eleven


Review Buku


Kisah-kisah perjuangan ekskul SMA selalu membuat saya tertarik, pasalnya bagi saya masa SMA itu super indah, jadinya saya suka banget bernostalgia dengan membaca buku-buku remaja. Ditambah lagi menceritakan jatuh bangunnya memenangkan perlombaan. Penasaran bagaimana penulis mengisahkan perjuangan dari nol, semacam from zero to hero. Apakah akan terlalu cepat menang atau sabar menjalin cerita dengan membuat grupnya baru bisa menuai kemenangan setelah lama berusaha.


Baik, kita mulai dengan cover novelnya. Cover-nya buat saya cukup menarik. Pemilihan warnanya seger di mata. Makin ke sini cover Diva Press Group memang makin kece. Blurbnya berkesinambungan dengan cover dan juga menarik. Kemudian di cover ada semacam tagline bertuliskan “Novel romance komedi gokil campur sepak bola”. Karena membaca tagline itu ekspektasi saya bergeser, dari awalnya setelah membaca blurb berpikir novel bakalan didominasi sama cerita bola, menjadi berpikir isi novel berisi kebanyakan kisah cintanya. Ternyata ekspektasi pertama saya yang benar. Bisa dibilang kisah cintanya terasa tempelan, dan saya agak kecewa karena ‘perempuan’ tampak sebagai pemanis. Standar cerita-cerita yang tokohnya didominasi cowok.


Selanjutnya, seorang bocah berambut berantakan dan berkacamata berdiri dengan punggung bengkok. Sekilas, gayanya mirip kakek-kakek narsis. Tapi, kalau diperhatiin lagi, dia niruin habis-habisan tokoh anime L alias Ryuzaki “Death Note”. –Halaman 68


Tokoh dalam Wrecking Eleven semuanya kuat sehingga mudah diingat, dan karakternya unik-unik. Tokoh utamanya, Seto, digambarkan seperti pecundang pada awalnya, yang kemudian perkembangan karakternya ditulis dengan baik. Seto tidak sekonyong-konyong berubah dari si kasat mata, menjadi pusat perhatian. Penyampaiannya halus sehingga pembaca diajak merasakan perjuangan Seto untuk berkembang. Tokoh antagonis masa kecil Seto, Rahmet, juga kuat. Haris membuat Rahmet menyebalkan tapi enggak bikin pembaca benci. Begitu juga dengan lawan-lawan Seto yang lain. Saya suka ketika tokoh antagonis dibuat seperti itu, jadinya enggak hitam putih, dan menulis begitu memiliki tingkat kesulitan tinggi. Kemudian tokoh satu tim Seto di Garuda Baja (Bang Jep, Sion, Tian, Irman, Cakra, dan si kembar Awan-Adi) digambarkan semua memiliki keunikan sendiri, yang meski kadang maksa tapi termaafkan karena karakter-karakter itu memiliki poin penting dalam cerita. Jadi enggak asal unik biar lucu, tapi memiliki tujuan sendiri. Buat saya tokoh-tokohnya lovable.


Setting novel ini cukup tergambar jelas. Saya bisa membayangkan tempat seperti sekolah dan lapangan bolanya, juga nuansa atau keadaan tiap kejadiannya. Namun ada yang ganjil di setting waktunya. Haris memilihan permainan yang oldies, semacam tazos. Novel ini lahir di tahun 2015 dengan tokoh utama masih SMA, jadi kurang tepat dan kekinian ketika memilih permainan itu. Pembaca remaja kita mungkin tak mengenal tazos di masa kecil mereka. Jadi kurang related ^^ Kecuali kalau memang Seto SMA di tahun 2000-2006an. Tentu itu enggak mungkin, melihat Haris memasukan unsur kekinian kentara yang booming di masa sekarang, yaitu meme dan media sosial. Atau masa kejayaan tazos pernah kembali ya? Mungkin saya yang kurang update.


Aku dan Bang Jep ngobrol di kantin sekolah. Kami makan mi ayam berhadap-hadapan. Di meja sebelah kanan, ada dua sejoli yang makan bakso berhadap-hadapan. Sesekali dua sejoli itu suap-suapan. Di meja sebelah kiri, ada sepasang kekasih yang makan batagor berhadap-hadapan. Sesekali ceweknya ngelap mulut cowoknya yang belepotan sambel kacang. –Halaman 49-50


Kemudian masuk ke cerita. Diawali dengan kumpulan anak yang sedang bermain, pembukaan novel ini cukup mengambil perhatian saya, apalagi sejak awal kelucuan sudah dibangun, meski terasa satir. Mungkin terasa remeh ketika konflik awal yang diketengahkan adalah masalah antara anak-anak, tapi justru terasa kuat karena di masa kanak-kanak itulah tokoh utama kita diperlihatkan menjadi pecundang. Untuk anak-anak, masalah mendapat pengakuan dari teman-teman lewat permainan adalah masalah berat. Pengenalan Seto pada passionnya pun  menjadi terasa halus. Salah satu bagian yang paling saya suka adalah saat Seno pertama kali bermain sepak bola di masa kecilnya. Unik aja gitu adegan itu pake gambaran theme song. Ini juga terasa dekat dengan kehidupan karena diam-diam banyak orang suka memberi soundtrack pada kejadian penting dalam hidupnya

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 27, 2016 10:58

June 21, 2016

5 Alasan Mengapa Harus Menginap di House of Chandra 5 Saat Ke Yogjakarta

House of Chandra 5


Pulang ke kotamu


Ada setangkup haru dalam rindu


Masih seperti dulu


Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna


 


*Lirik lagu Yogyakarta yang dinyanyikan Katon Bagaskara


 


Buat saya, Yogja udah kerasa jadi rumah kedua. Jogjakarta memang punya magnet yang luar biasa. Bikin betah dan rindu untuk terus kembali ke sana. Selain punya banyak tempat wisata, Jogja juga memiliki kuliner khas yang memanjakan lidah, dan pastinya orang-orangnya yang ramah bersahabat. Jadi meskipun udah sering ke sana, rasanya masiiih aja ada tempat-tempat yang belum dieksplorasi. Pokoknya selalu ada alasan buat ke Jogja.


1


Saya inget banget waktu pertama kali menginjakkan kaki ke Jogja, waktu itu saya masih SD. Saya sekeluarga liburan ke sana. Saat itulah saya langsung jatuh cinta pada Jogja. Syukurnya saya merasa chemistry dengan Jogja bersambut, karena setelah itu entah sudah berapa kali saya datang ke Jogja dengan berbagai kepentingan, termasuk buat berlibur. Di antara semua petualangan saya ke Jogja, perjalanan bulan Juni ini termasuk yang paling berkesan. Salah satu alasan terbesarnya karena saya menemukan tempat penginapan yang sangat nyaman di sana.


Halaman dan tempat parkir di HOC 5

Halaman dan tempat parkir di HOC 5


Terus terang, saya bukan tipe yang rewel soal penginapan tiap melakukan perjalanan. Pokoknya yang penting saya bisa tidur dan mandi, enggak punya kriteria sempurna ini itu. Tapi beda soal ketika saya berlibur dengan keluarga. Karena saya mesti memikirkan kenyaman seluruh anggota keluarga termasuk anak saya yang masih kecil, jangan sampai karena persoalan penginapan liburan yang dalam bayangan menyenangkan berubah jadi mimpi buruk, hohoho. Tapi masalah penginapan nyaman biasanya berbanding lurus dengan budget. Ya… kepengin nyaman sih, tapi gimana kalau budget yang tersedia minim. Huuft. Dilema berat kan ya. Bisa dibilang persoalan itu terpecahkan ketika saya menemukan penginapan House of Chandra 5. Serius! Gimana sih ngerasain nyamannya hotel berbintang dengan sewa terjangkau. Rasanya seneng banget.


Pintu utama HOC 5

Pintu utama HOC 5


5 Alasan Mengapa Harus Menginap di House of Chandra 5 Saat Berlibur Ke Yogjakarta


Kesan pertama saya saat melihat bangunan HOC 5 dari luar adalah elegan. Saya memang menyukai tipe-tipe desain rumah minimalis. Ketika sampai di sana, kami disambut oleh Pak Wahono yang dengan cekatan membukakan pintu. Terlihatlah halaman yang bersih tertata dan tempat parkir yang cukup luas untuk dua buah mobil. Halamannya cukup asri oleh tumbuhan. Ternyata HOC 5 dibagi menjadi 2 bagian. HOC depan dan belakang. Kedua bagian itu disewakan terpisah. Saat masuk ke rumah, kami diperkenalkan pada dua mbak penjaga rumah, yaitu Mbak Tari dan Bu Sari. Saya langsung tersentuh oleh kehangatan dan keramahan ketiga penjaga HOC 5 itu. Memang pelayanannya juara!


Ada lima alasan kuat kenapa saya merekomendasikan House of Chandra buat penginapanmu ketika berlibur ke Yogyakarta.


Salah satu kamar di HOC 5

Salah satu kamar di HOC 5



Semua Kamarnya Luas, Nyaman, dan Kamar Mandi Water Heater.

Terdapat 4 kamar tidur yang setiap kamar dilengkapi TV flat, AC, lemari tempat penyimpanan pakaian, dan pastinya tempat tidur empuk yang membuat kualitas tidur bagus. Habis capek-capek jalan-jalan keliling Jogja, sesampainya di penginapan bisa tidur enak

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 21, 2016 19:22

May 11, 2016

Kista Ginjal Mengantarkan Saya Pada Salah Satu Momen Luar Biasa dalam Hidup

PicsArt_05-07-10.21.19


Sungguh, hidup dan semesta ini menyimpan begitu banyak rahasia. Begitu banyak momen-momen luar biasa dalam hidup. Mengecap kehidupan ini rasanya memang haru paling hakiki yang dianugerahkan Tuhan. Haru yang disampaikanNya lewat tiap detik napas, namun seringkali baru terasa ketika rasa menyentuh klimaksnya: bahagia, sedih, ketakutan….


Dalam kurun waktu mingguan ini saya tengah mengenyam satu momen luar biasa lagi dalam hidup. Seperti yang saya ceritakan dalam postingan sebelumnya “Sesungguhnya Aku Takut” saya baru tahu kalau ternyata di ginjal saya ada kista yang telah setengahnya terinfeksi sehingga tak bisa ditunda lagi untuk segera diangkat supaya tak mengganggu fungsi ginjal.


Segala ketakutan menerpa saya minggu lalu. Berbagai bayangan berkelebat bagai mimpi buruk. Alhamdulillah semuanya telah berlalu berkat segala doa dan upaya banyak pihak. Dalam postingan ini, saya tak hendak membagikan hal-hal negatif. Karena itu saya tidak memasukkan foto-foto pra dan pasca operasi. Saya tidak ingin membuat teman-teman yang mungkin membutuhkan penanganan operasi menjadi takut dan cemas. Saya hanya ingin membagikan berbagai makna dan pengetahuan yang saya dapat dari momen luar biasa itu.


Akan saya kisahkan dari mulai Kronologis menuju dan setelah Operasi.


Tentang Kista Ginjal


Penyakit yang saya derita adalah kista ginjal. Bisa dibilang, jenis kista ini jarang diketahui orang. Terus terang, saya pun baru tahu setelah membaca dari hasil ultrasonografi (usg). Menurut dokter, kista di ginjal saya merupakan kista keturunan. Dokter sempat menanyakan riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang memiliki kista? Saya jawab orang-orang tua saya tidak. Dari beberapa artikel yang saya baca mengenai kista ginjal, disebutkan bahwa kista ini sebenarnya bisa sembuh dan hilang dengan sendirinya, juga termasuk jinak. Berdasar itu saya membuat kesimpulan sok tahu, yaitu mungkin saja memang ada orangtua atau leluhur saya yang memiliki kista ginjal, tetapi sembuh sehingga tidak pernah terdeteksi. Selain faktor genetik, kista ginjal juga bisa muncul karena hal lainnya.


Gejala Kista Ginjal


Gejala kista ginjal  ada beberapa, yaitu demam, menggigil, sering buang air kecil, kalau terinfeksi pinggang akan terasa sakit. Biasanya kalau kista ginjalnya tidak terinfeksi, tidak membuat pinggang kesakitan, hanya terasa seperti pegal-pegal. Memang, kadangkala saya merasa pegal pinggang, biasanya saya akan banyak minum air putih dan buang air banyak juga, setelah itu pegal di pinggang hilang. Sayangnya, saya punya satu kebiasaan buruk: menahan buang air kecil. Ternyata, di sanalah letak penyakit itu bersumber. Akibat sering menahan itu, saluran air kencing infeksi dan kista di ginjal saya pun ikut infeksi. Dan terjadinya telah lama, tapi baru terasa sakit ketika setengah kista yang telah besar itu infeksi. Setelah itu saya melakukan pengecekan darah untuk mengetahui apakah fungsi ginjalnya normal? Alhamdulillah baik-baik semuanya.


Kronologis Operasi


Sabtu setelah saya mendapat diagnosa, dokter bilang saya sebaiknya operasi Seninnya. Karena akan dioperasi, minimal satu hari sebelumnya saya mesti dirawat di RS, karena harus melalukan pengecekan, perawatan, dan persiapan dulu. Tentunya keadaan tubuh saya mesti terpantau dokter.


Karena minimal sehari, maka saya memilih besoknya saja dirawat. Kemudian saya memutuskan hal konyol, saya nekad nonton AADC 2 dulu

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 11, 2016 21:20

May 1, 2016

Sesungguhnya Aku Takut

PicsArt_05-01-07.53.50


Bertahun-tahun saya memiliki pikiran aneh. Tiap kali hidup ini melelahkan, saya akan berpikir, “Tuhan, beri saya sakit. Saya ingin istirahat di rumah sakit.” Percayalah, tak lama dari itu saya akan benar-benar sakit dan dirawat. Buat saya kamar RS begitu damai. Saya bisa tidur dengan lelap, sejenak benar-benar lepas dari beban hidup.


Saya menyukai banyak hal dari rumah sakit. Bau karbol, bau obat, para dokter, suster, dan banyak lagi. Bisa dibilang bukan sekali dua kali saya menginap di RS, begitu pula mengunjunginya. Rasi anak saya lahir di sana, waktu kecil dia seringkali sakit-sakitan hingga saya sudah merasa akrab dengan RS. Belum lagi riwayat saya yang pernah caesar, DBD, dan lainnya.


Namun kali ini, tak terbayangkan untuk saya. RS menjadi momok menakutkan. Seminggu yang lalu, ketika saya pergi ke Jogja untuk menghadiri satu acara, belum lagi acara berakhir, tubuh saya sudah menggigil. Saya pikir mungkin karena efek begadang dan perjalanan panjang. Apalagi sebelumnya pekerjaan saya padat sekali dua bulan terakhir. Saya pikir pasti kelelahan. Sambil menunggu kereta malam, saya dan Evi singgah di rumah sahabat kami, Rara. Do sana saya muntah hingga tak ada yang tersisa, ditambah migrain dan sakit perut kanan atas. Saya minum obat dua kali hingga akhirnya agak kuat untuk melakukan perjalanan ke Bandung.


Di Bandung, saya bedrest dua hari. Migrain menghilang, tapi sakit di perut tak mau hengkang. Saya tetap memaksakan bekerja di rumah sebisa mungkin untuk mengurangi tumpukan peer. Setelah hari kelima, sakitnya malah makin menjadi. Saya pikir, tak bisa dibiarkan. Harus diperiksa. Maka saya pun pergi ke dokter diantar Prajurit Rumput.


Betapa saya tak menyangka, bila ternyata ada kista di ginjal saya. Iya betul, kamu tak salah baca. Kista itu letaknya di ginjal. Saya pun baru tahu ada kista di ginjal. Sudah besar, dan tampak terinfeksi. Maka itu dokter menyarankan saya untuk operasi. Begitu diagnosa dokter Sabtu kemarin. Ya, secepat itu saya harus dioperasi. Hanya berselang dua hari sejak mendapat diagnosa dokter.


Maka di sinilah saya hari ini. Di rumah sakit. Tempat yang biasanya membuat saya damai, terasa begitu menakutkan. Tak usahlah saya jabarkan dengan detail apa-apa yang menjadi ketakutan saya. Saya yakin kamu pun telah paham. Perasaan saya menggigil. Namun sebisa mungkin saya tetap mencoba tersenyum. Sesungguhnya saya takut menghadapi besok. Tapi saya serahkan segalanya pada Dia sang pencipta saya. Pada Allah, tempat satu-satunya berserah. Semoga RS menjadi seterusnya apa yang ada dalam memori saya: Rumah Harapan.


Saya beruntung dikelilingi keluarga yang perhatian. Dikelilingi cinta yang begitu indah. Dipeluk hangatnya persahabatan para sahabat. Akan saya ingat gelombang kehidupan itu.


Bagi kamu yang membaca postingan ini, saya minta doa untuk kelancaran operasi besok. Terima kasih. Semoga Allah mendengar doa-doa kita. Amiin.


IMG_20160420_163048


 •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on May 01, 2016 06:39

April 26, 2016

Kisah di Balik Cerpen Saya di Buku Antologi Kampus Fiksi Emas 3

PicsArt_04-26-10.35.41


Waktu membaca pengumuman audisi antologi Kampus Fiksi Emas 3, saya tidak pernah menyangka kalau cerpen saya akan masuk di dalamnya. Bahkan saya tidak menyangka akan berhasil menulis cerpen untuk dikirimkan ke sana, Dari dulu saya memang jarang sekali menulis cerpen. Paling banyak dalam satu tahun 2-3 cerpen saja. Itu pun kalau ada ide kuat yang hadir di benak. Memang ada satu kala, saya cukup produktif–dalam hitungan saya–menulis cerpen, tahun itu sekitar 2012, saya menulis lima cerpen, kemudian saya kirimkan ke media dan sebagian masuk ke buku antologi.


Bagi saya, menulis cerpen adalah sesuatu yang sakral. Seringkali, saya menunggu ide-ide cerpen di kepala saya matang untuk menuliskannya.


Tahun ini, ketika membaca pengumuman audisi Kampus Fiksi Emas 3, saya tergetar untuk mengikutinya. Tiap kali akan mengikuti lomba menulis, biasanya saya menunggu getaran itu hadir. Banyak lomba yang secara akal ingin saya ikuti, tetapi tidak dibarengi getaran itu, biasanya pada akhirnya saya akan gagal mengikutinya. Sebut saja saya drama, tapi itu jujur adanya.


Buat saya, Kampus Fiksi yang didirikan oleh Penerbit Diva Press grup ini merupakan keluarga besar dimana saya mendapat banyak hal. Ilmu, keluarga, kenangan, hingga alasan kuat untuk terus datang ke kota Jogja. Karena itu pula, saya ingin sekali memiliki karya bersama mereka. Apalagi tema lomba kali ini begitu seksi: Film, Parfum, dan Musik. Boleh memilih salah satu atau dua, bisa juga paduan ketiganya.


Meski getaran itu kuat sekali, tak sekonyong-konyong ide untuk cerpen datang. Hingga deadline tinggal satu minggu, saya masih tak tahu akan menuliskan apa. Sampai saya melewati jalan menuju rumah, bertemu dengan seorang bapak yang seringkali saya temui. Bapak Malaikat, begitu saya dan Evi menyebutnya. Kami tak tahu nama aslinya, tak tahu pula dari mana asalnya. Yang saya tahu, bapak itu selalu berdiam di tempat yang sama, beberapa ratus meter dari rumah orangtua saya.


Ketika melihat bapak itulah, ide cerpen datang. Bapak ini yang memberi saya inspirasi:


PicsArt_04-26-03.25.18


Saya berimajinasi, seperti apa kehidupannya. Mungkin seperti ini, atau juga seperti itu. Saya gambarkan dalam cerpen, bagaimana kesehariannya setiap kali saya melihatnya. Kadang melamun, kadang menyesap rokok. Tapi tak pernah saya temui beliau berbicara dengan seseorang. Tak jauh dari tempat bapak itu selalu duduk, ada satu bangunan yang pada tahun lalu habis dilalap api. Sampai sekarang saat bangunan itu telah kembali berdiri kokoh, penyebabnya masih spekulasi, belum juga diketahui.


Dua hal itulah yang menjadi inspirasi saya untuk menulis cerpen berjudul Dokumenter Tentang Lelaki yang Menyekap “Seandainya” di Mulutnya. Begitulah, ide seringkali datang dari hal-hal yang dekat, kadang dari hal yang tak terbayangkan. Saya akhirnya mengambil tema film. Dalam waktu tiga hari, cerpen itu selesai saya tulis. Waktu yang terbilang singkat buat saya yang biasanya menulis satu cerpen saja membutuhkan dua minggu hingga satu bulan. Menjelang beberapa jam dari deadline, cerpen itu saya kirimkan ke email panitia. Sambil merapal mantra: kirim lalu lupakan. Pura-pura santai dan tak menunggu waktu pengumuman, padahal ketar-ketir tiap kali anak-anak Kampus Fiksi membincangkan perihal lomba

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 26, 2016 06:12

April 17, 2016

Tips Membuat Bank Sampah Sendiri di Rumah

PicsArt_04-17-03.33.14


Ibu-ibu seperti saya pasti tiap hari berhadapan dengan berbagai sampah rumah tangga, seperti bekas makanan yang enggak habis, bungkus sachet bumbu masakan, sampai dengan plastik-plastik pembungkus snack bekas camilan anak. Sehari saja tong sampah sudah penuh. Itu baru ibu rumah tangga biasa seperti saya, apalagi kalau saya melihat trash bag tetangga yang punya usaha jajanan anak, sehari bisa dua trash bag penuh kalau penjualannya sedang laris. Dari obrolan dengan tetangga, ternyata pengangkutan sampah kami awalnya hanya sama-sama tergantung pada tukang sampah yang datang seminggu dua kali. Sayangnya, kadang Aa tukang sampah enggak datang sesuai jadwal, sehingga di depan rumah kadang berjajar kantong-kantong sampah yang memelas minta diangkut. Kami sama-sama enggak kepikiran solusi selain pasrah saja menunggu Aa tukang sampah datang.


Selain enggak sedap dipandang dan bau, sampah-sampah itu akan berpengaruh pada kesehatan kalau terus dibiarkan karena menjadi sarang perkembangbiakan bibit penyakit yang kemudian disebarkan oleh lalat, tikus, dan serangga. Dan tentunya bila menyumbat saluran air, bisa menyembabkan banjir.


IMG_20151211_150801


Ternyata dari data Kementrian Lingkungan Hidup, di Indonesia, setiap harinya dihasilkan sampah sebanyak 200.000 ton. Dari jumlah yang fantastis itu, sebanyak 30.000 tonnya adalah sampah non organik, dan hanya 10.000 ton saja yang bisa didaur ulang. Sisa 20.000 tonnya? Dua pertiga sampah non organik ini sulit didaur ulang karena sudah bercampur dengan sampah lain, sehingga sulit memilahnya. Lalu, berapa lama sampah-sampah itu dapat terurai?


Berikut ini daftar terurainya sampah-sampah non-organik:





NO
JENIS SAMPAH
WAKTU


1
Kertas
2 – 5 bulan


2
Kardus/Karton
5 bulan


3
Kain nilon
30 – 40 tahun


4
Kain katun
2-5 bulan


5
Filter rokok
10 – 12 tahun


6
Kantung plastik
10 – 20 tahun


7
Benda berbahan kulit
25 – 43 tahun


8
Baju/Kaos kaki yang berbahan Nilon
30 – 40 tahun


9
Plastik keras
50 – 80 tahun


10
Jaring ikan
30 – 40 tahun


11
Aluminium
80 – 100 tahun


12
Batu baterai bekas
100  tahun


13
Kaleng timah
200 – 400 tahun


14
Botol kaca / Benda berbahan kaca
1 juta tahun


15
Styrofoam
Tidak dapat terurai


16
Botol plastik
Tak dapat diperkirakan waktu hancurnya



Sumber dari dhamma-link (dot) blogspot (dot) co (dot) id. Pada artikel berjudul “Berapa Lama Sampah Plastik Dapat Terurai”.


 


Sekarang terbayang kan, betapa pentingnya kita memilah sampah-sampah? Kemungkinan kita enggak melakukan pemilahan sampah karena enggak tahu bagaimana cara memilahnya. Atau memang belum paham seberapa pentingnya aksi yang sebenarnya sederhana itu kita lakukan.


 


Iklan Layanan Masyarakat Tolak Linu Herbal Bertema “Memilah Sampah”


Membaca fenomena itu, PT. Sido Muncul Tbk. yang memang konsisten menyoroti kepedulian lingkungan, mengkampanyekan “pentingnya dan bagaimana cara pemilahan sampah” lewat iklan produk Tolak Linu Herbal yang berfungsi sebagai iklan layanan masyarakat. Menurut Pak Irwan Hidayat, Dirut PT. Sido Muncul Tbk. tujuannya agar masyarakat mengetahui dan paham persoalan sampah di Indonesia. Sehingga nantinya masyarakat bisa belajar dari iklan tersebut kemudian mau memilah sampah domestik rumah-rumah mereka. Selanjutnya, masyarakat juga dapat membantu sesama dengan memberikan hasil pemilahan sampah itu pada pemulung. Solusi cerdas untuk membantu mengatasi masalah sampah domestik.


IMG_20160412_133051

Turut hadir dalam acara, Menteri Lingkungan Hidup RI, Walikota Jakarta Selatan, dan Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta.


Iklan layanan masyarakat bertema “Lakukan Hal Sederhana dengan Cinta yang Besar” ini dibuka dengan memperlihatkan pemandangan tempat pembuangan pembuangan akhir sampah (TPA), dimana terlihat sampah menggunung-gunung. Kemudian Tantri Kotak memberikan penyuluhan cara memisahkan sampah organik dan sampah non organik. Lalu diperlihatkan bahwa kita pun dapat beramal dengan memberikan sampah-sampah non organik pada pemulung. Iklannya sudah memberikan tips yang bisa langsung kita praktikkan.


Peresmian iklan layanan masyarakat peduli lingkungan

Peresmian iklan layanan masyarakat peduli lingkungan


Iklan ini telah di-launching pada tanggal 12 April 2016 lalu di lapangan sepak bola yang beralamat di KH. Naim III, Cipete, Jakarta Selatan. Launching tersebut dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup RI, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc, Walikota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi, dan Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Isnawa Adji. Pada hari itu PT. Sido Muncul menyerahkan sumbangan gerobak sampah pada masyarakat setempat. Dua hal yang paling menarik dari launching produk iklan Tolak Linu Herbal yang bisa membantu menghilangkan pegal dan linu itu adalah para undangan disuguhkan pemandangan TPA dan produk-produk hasil daur ulang sampah non organik.


Sumbangan gerobak sampah dari PT. Sido Muncul untuk masyarakat

Sumbangan gerobak sampah dari PT. Sido Muncul untuk masyarakat


 


Tips Membuat Bank Sampah Sendiri di Rumah


Menurut Wikipedia, pengertian Bank Sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah.


Karena Bank Sampah ini kita buat di rumah, anggotanya cukup keluarga yang tinggal di rumah saja. Seperti ibu, bapak, dan anak. Ini juga bisa menjadi salah satu cara mendidik anak semenjak dini supaya peduli lingkungan. Saya jadi teringat sharing Miss Earth tahun 2009, Nadine Zamira, saat bertemu di acara launching iklan Tolak Linu Herbal tempo hari. Nadine bercerita bahwa dia dibiasakan sadar lingkungan semenjak kecil. Dia berkisah memori terindah dalam hidupnya adalah ketika bertualang ke alam bersama keluarga. Karena sering bermain di alam itulah, sensivitasnya terhadap alam terbangun.


Miss Earth 2009, Nadine Zamira.

Miss Earth 2009, Nadine Zamira.


Mungkin orangtua yang sibuk akan kesulitan mencari waktu mengajak putra-putrinya bertualang ke alam, tapi bukan berarti enggak bisa menanamkan kepedulian lingkungan pada anak-anak. Salah satu cara sederhananya adalah dengan memilih tong sampah berbentuk lucu-lucu, kita beri nama tong-tong sampah itu sehingga anak-anak merasa memiliki kedekatan seperti pada teman. Barulah kemudian kita mengajarkan cara memilah sampah-sampah atau membangun Bank Sampah kecil di rumah.


Kerajinan tangan yang terbuat dari sampah plastik.

Kerajinan tangan yang terbuat dari sampah plastik.


Cara membuat Bank Sampah di rumah:



Pisahkan sampah menurut jenisnya, yaitu organik dan non organik, dengan memasukannya pada tempat sampah terpisah.
Bagi sampah ke dalam tiga tempat. Yaitu untuk sampah organik, sampah plastik, dan sampah kertas atau karton. Agar anak mudah ingat, beri nama berbeda pada tong sampah organik dan sampah non organik tersebut. Misalnya TongGa, TongGo, dan TongGi.
Sebaiknya buang terlebih dulu air dalam botol-botol plastik atau kaca.
Kita enggak perlu memberikan sendiri sampah-sampah itu ke tempat pengepul, cukup berikan saja pada pemulung. Ajak serta si kecil saat memberikannya, sehingga dia akan mengerti bahwa sampah pun bermanfaat.
Kita pun dapat menggunakan sampah kertas karton untuk bahan-bahan kerajinan tangan yang kita buat bersama si kecil. Sampah dapat diolah, si kecil pun menjadi kreatif.

Itulah sedikit tips membuat Bank Sampah sendiri di rumah. Semoga bermanfaat.


Bersama para blogger yang peduli lingkungan

Bersama para blogger yang peduli lingkungan


 


 


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 17, 2016 02:32

April 8, 2016

Review dan Giveaway Novel “In (De) Kos” Karya Swasmita Buwana

PicsArt_04-08-12.01.58


Ini kali kedua saya membaca novel karya Swasmita Buwana. Saya mendapat kejutan darinya. Tentunya kejutan yang bagus. Sebelum membahas hal itu, saya mau memperkenalkan dulu siapa itu Swasmita Buwana.


Mita


Siapa Swasmita Buwana?


Biasa dipanggil Mita. Penyuka segala sesuatu berbau unyu, drama unyu, film unyu, komik unyu, novel unyu, terlebih pria unyu. Katanya kalau ketemu, kesan orang-orang padanya adalah kalem dan pendiam, tetapi setelah mengenalnya ternyata anaknya kelam dan tidak bisa diam.


Mau kenalan lebih jauh? Follow aja IG @swasmitabuwana dan atau Twitter @smasmitabuwana


Balik lagi ke novel In (De) Kos.


Data Buku


Judul : In (De) Kos


Penulis : Swasmita Buwana


Penerbit : Elex Media Komputindo


Tebal : 256 Halaman


Editor : Afrianty P. Pardede


ISBN : 9786020278520


Blurb :


Sadewo Subagja, cowok ganteng yang sok cool ini harus mengubur cita-citanya di ibu kota karena wajib mengemban amanah mulia dari sang eyang yang baru saja meninggal. Dewo, diberikan warisan berupa rumah kosan yang berisi perempuan-perempuan ‘ajaib’ se-Yogyakarta. Dewo harus menjalankan tugas sebagai bapak kosan dan bertanggung jawab dengan segala hal yang terjadi di kosan. Hidup Dewo menjadi sangat berwarna, tapi terkadang seperti berada di neraka. Ulah perempuan-perempuan ajaib itu membuat Dewo kewalahan. Panggilan-panggilan ‘ajaib’ pun ditujukan padanya: De, Wo, Dewo, Mas De, Pak De, Pak Kos, Pak Kos Ganteng, Mas Rangga, dan lain-lain. Belum lagi, Dewo harus meninggalkan pujaan hatinya yang berada di Jakarta. Rasanya Dewo tidak sanggup lagi menjalankan tugas yang hampir mirip kutukan ini.


Review Buku


Cover novel In (De) Kos ini unyu, dengan pemakaian warna-warna pastel dan gambar yang imut. Cukup menarik untuk membuat pembaca remaja berkeinginan membawa bukunya ke kasir ^_^ Judul yang dipilih sangat mewakili isi bukunya, Buat yang sedang atau pernah merasakan hidup kos-kosan, judul ini membangkitkan kepenasaran. Blurb novelnya sudah menggambarkan masalah-masalah yang dihadirkan dalam cerita, meskipun ada satu konflik penting tidak dituliskan di sana, padahal bagian itu paling menarik menurut saya.


Dari blurbnya, sudah terbayang kalau novel ini melibatkan banyak tokoh, meski dengan satu tokoh sentral. Tapi terbayangkah bagaimana menghidupkan banyak sekali tokoh dalam novel, dengan memberi para tokoh itu porsi pas sehingga tidak hadir untuk menjadi sekadar tempelan? Itu bukan perkara mudah. Membuat satu tokoh ‘memorable‘ bagi pembaca saja sudah sulit. Memorable di sini bukan saja membuat pembaca ‘ngeuh’ dengan keunikan atau kekhasan satu karakter, tetapi membuat pembaca mengingat si tokoh sampai jauh ketika satu buku selesai dibaca. Jangankan membuat yang memorable, yang ‘jelas’ saja karakternya sudah peer banget.


Dalam In (De) Kos, yang ceritanya sudah mengambil kisah anak kos-kosan, mau tidak mau tentunya penulis ‘harus’ menghadirkan banyak karakter. Karena jelas beda rasanya kalau cerita tentang kosan dengan anak kos dua orang saja, mungkin lebih tepat jadi kisah di kontrakan dengan sentral konflik yang berfokus bukan pada interaksi anak-anak kos dan bapak kosnya.



Cinta? Ah, itu hanya alasan klasik pria yang menginginkan sesuatu tanpa ingin memberikan sesuatu. – Halaman 126 –



Lalu bagaimana dengan tokoh-tokoh dalam In (De) Kos? Tokoh-tokoh dalam In (De) Kos ini hampir seluruhnya komikal. Namun Mita berhasil memberikan perbedaan yang ‘jelas’ bagi 11 tokohnya, meskipun karakter-karakternya masih sering ditemukan dalam cerita lain. Masing-masing tokoh memiliki ciri khas sehingga pembaca tidak akan tertukar antara satu dan lainnya, apalagi ditambah dengan adanya ilustrasi beserta penjabaran karakter tiap tokohnya. Namun tokoh utama Sadewo dan Dini, masih terasa sekali ‘mirip’ dengan kedua tokoh utama dalam novel Mita sebelumnya: Pasangan Labil. Sepertinya Mita harus lebih mengeksplor lagi karakter-karakter tokoh utamanya, sehingga tidak membuat novel berikutnya menjadi kisah berbeda untuk tokoh yang ‘sama’. Kesamaan ini bukan hanya dari segi karakter, tapi juga tata bahasanya. Saya yakin Mita punya potensi lebih untuk menciptakan tokoh-tokoh di luar kotak-nya, tanpa meninggalkan ciri khas penulisannya. Karena terbukti Mita berhasil memberikan nuansa-nuansa berbeda pada tokoh-tokoh lain di luar Dewo dan Dini dalam novel ini.


Konflik dalam novel ini terbagi ke dalam dua bahasan besar. Pertama, konflik Sadewo dengan anak-anak kosannya. Kedua, konflik Sadewo dengan Dini. Meskipun konflik yang diketengahkan ‘banyak’ tetapi semuanya sama-sama ringan. Pembaca tidak membutuhkan energi besar untuk menyelami konflik-konfliknya saking ringannya. Mita memberikan keenam anak kos Sadewo masing-masing konflik yang dibahas dalam satu bab khusus untuk satu tokoh. Mulai dari masalah masakan yang membuat sakit perut, sampai mengangkat isu perjodohan. Di bagian-bagian inilah kelucuan banyak bertebaran, membuat saya senyum-senyum sendiri. Kemudian di bagian terpisah, dikisahkan bagaimana Sadewo mengejar cintanya. Bagian ini yang paling menarik buat saya. Terutama bagian prolog yang mengisahkan bagaimana Sadewo dan Dini berkenalan.



Lagi pula keseriusan lelaki juga dinilai dari saat mereka mencoba mendekati wanita tersebut, kan? – Halaman 206 –



Namun karena konfliknya diceritakan dengan cara hampir menyerupai sketsa-sketsa yang selesai saat itu juga, tidak ada kedalaman dalam semua konflik yang disuguhkan. Tapi bukan berarti pembaca tidak mendapat amanat dari sana. Tentu saja selalu ada yang bisa dipetik dari tiap kasus. Ada yang saya sayangkan, tokoh Sadewo ini kan lulusan S2 Manajemen UI,tapi latar pendidikannya itu tidak dijadikan konflik, apa gunanya Sadewo lulusan S2 dengan keluaran S1? Toh, tidak mengubah dan tidak berpengaruh apa pun dalam jalinan cerita. Sadewo tetap bapak kos yang sehari-harinya hanya melakukan rutinitas tidur-makan-nonton TV. Mungkin kalau Mita membuat kelanjutan ceritanya, itu bisa jadi pertimbangan untuk membangun konflik lebih dalam.


Kejutan yang saya mention di awal posting adalah kerapian tulisan Mita. Ada kemajuan beberapa tingkat dari segi teknik dibandingkan novel Mita terdahulu. Editing In (De) Kos pun rapi, hanya saya temukan dua typo dan penempatan tanda baca yang double.


Saya merekomendasikan novel ini bagi kamu yang suka bacaan super ringan dan kocak ^_^


ilustrasi indekos

Salah satu ilustrasi dalam novel In (De) Kos


Giveaway



Mau novel In (De) Kos? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:


1. Follow akun twitter @swasmitabuwana dan @evasrirahayu


2. Twit info giveaway ini dengan tagar #GAInDeKos dan mention akun twitter saya dan Mita.


3. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kamu.


Kalau kamu ngekos, kepengin punya temen sekosan kayak apa sih?


4. Giveaway ini berlangsung dari tanggal 8 sampai 14 April 2016. Pemenang akan dipilih sendiri oleh penulisnya dan diumumkan tanggal 15 April jam 8 malam di akun twitter saya @evasrirahayu



 


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 08, 2016 01:38

April 6, 2016

[Cerpen] “Panggungku” Dimuat di Batak Pos Tahun 2013

 


Sumber gambar yudasmoro (dot) net

Sumber gambar yudasmoro (dot) net


Panggungku*


Oleh: Eva Sri Rahayu


 Aku berdiri di panggung. Menatap penonton yang memberikan standing applause, lalu membungkuk memberi hormat, kemudian melayangkan ciuman jauh. Tiba-tiba saja, wajah-wajah penuh binar kekaguman itupun berubah menjadi pandangan jijik dan menyunggingkan senyum penuh ejekan. Sorot lampu panggung yang biasanya membuatku tampak semakin bersinar, terasa seperti lampu sorot interogasi.


Suara tepuk tangan yang terdengar keras dan seperti tidak akan pernah putus itu ikut berubah menjadi seruan kekecewaan, dan teriakan cemoohan. Semakin keras, semakin meninggi, dan tiba-tiba saja tiang penyangga lampu panggung terlepas menimpaku!


Suara seruan pun berubah menjadi jerit histeris kepanikan.


***


Aku terbangun dengan kesedihan luar biasa, sekaligus rasa lega yang datang sama besarnya. Mimpi. Mimpi buruk yang terasa begitu nyata. Mimpi itu datang karena aku terlalu khawatir akan pertunjukan nanti malam. Ya, pasti karena itu. Ini bukan pertanda atau de javu. Aku yakin. Aku menghela napas panjang, menenangkan diri, lalu bangkit berdiri dari tempat tidur, berjalan ke jendela yang gordennya masih tertutup.


Kusibakkan gorden, membuka daun jendela, dan membiarkan udara pagi memasuki paru-paruku dengan bebas. Ragaku mungkin ada di kamar ini, tapi jiwaku telah berdiri di pangggung, menunggu tirai terangkat. Malam ini aktingku akan diuji dengan peran yang sangat kontroversial, sangat menantang, sebagai wanita serigala.


Pikiranku kemudian mengembara pada saat-saat pertama kali aku memasuki dunia panggung. Dunia yang kusebut sebagai my neverland. Neverland, sebuah negeri di mana setiap orang bisa terus menjadi seseorang di waktu paling membahagiakan, masa kecil. Tapi bagiku, saat paling membahagiakan adalah saat bisa menjadi siapa saja dengan jutaan cerita yang menyertainya. Neverland-ku adalah negeri panggung.


Panggung pulalah yang mempertemukan aku dengan pria yang kucintai. Gara. Pria yang telah membuatku merasa begitu rendah sekaligus mahadewi. Aku tahu dia mencintaiku dengan sangat besar. Tapi egonya telah menghancurkan semua itu.


Kami sama-sama mencintai panggung. Karir kami pun dimulai di saat yang sama. Aku sebagai aktris teater, dan dia sebagai sutradara muda. Sayangnya, karirku jauh lebih melesat. Aku memiliki bakat alami dan aura bintang yang besar. Semua tokoh yang kuperankan begitu hidup dan bernyawa. Gedung teater tidak pernah sepenuh itu sebelum aku datang. Dalam waktu singkat, kepopuleranku telah menyamai aktris yang melegenda.


Tapi bintang yang cemerlang tidak melekat pada Gara. Semua pertunjukannya gagal, sekalipun aku terlibat di dalam garapan itu, semua penonton dan kritikus menilai pertujukan itu hanya berpusat padaku, sedangkan sutradara tidak memberi sentuhan apa-apa. Berkali-kali seperti itu membuat Mas Putra—pimpinan teater kami—tidak lagi mempercayakan garapan besar padanya. Gara frustrasi.


Aku berusaha menghiburnya, memberinya semangat. Namun sikapku justru membuatnya semakin merasa terpuruk. Sikapnya yang lembut berubah kasar. Setelah itu, aku merindukan malam-malam di awal karir kami. Malam-malam penuh perbincangan tentang mimpi-mimpi, masa depan, dan tentang cinta. Aku menyukai saat-saat dia menceritakan konsep-konsep pertunjukannya, mendiskusikannya dengan berapi-api. Semangatnya itu selalu membuatku percaya, suatu hari, dari tangannya, akan lahir sebuah maha karya. Tapi saat itu tidak juga tiba, dan waktu yang terlewati malah juga menggerogoti cinta kami.


Hujan turun, menimbulkan bau tanah basah, membuatku kembali menginjak bumi setelah lamunan masa lalu melenakan. Tersadar oleh waktu yang terbuang, membuatku bergegas untuk segera pergi ke gedung. Aku perlu menanamkan chemistry untuk pertunjukan malam ini. Kalau mau jujur, aku belum lagi siap tampil. Aku begitu kesulitan menghidupkan karakter ini. Karakter tokoh yang unik, seorang wanita yang dibesarkan oleh serigala, hingga sifatnya seperti serigala. Kesulitan ini pernah juga kukatakan pada Mas Putra.


“Mas, aku ragu memerankan tokoh ini. Aku tidak merasakan trans dengannya,” kataku pada Mas Putra, saat latihan terakhir sebelum gladi kotor.


“Rasi, kamu pasti bisa. Yakin saja, aktingmu bagus,” katanya menenangkanku.


“Tapi aku merasa seperti robot, hanya mengucapkan dialog yang harus kuucapkan, dan bergerak sesuai tuntutan naskah saja!” jeritku frustrasi.


“Tiket sudah sold out, kita tidak mungkin mengundurkan pertunjukan. Jangan manja!” tegas Mas Putra membuatku terdiam dalam diam yang paling diam.


Dan di sinilah aku sekarang, berdiri sendirian di atas panggung yang telah selesai di setting menjadi hutan rimba buatan. Tidak lama kemudian, satu persatu dari tim berdatangan. Mereka menyapaku semringah, memberi semangat. Di negeri Neverland-ku ini, aku tidak pernah sendirian. Setiap pertunjukan adalah hasil kerja keras banyak tangan dan keringat. Mulai dari penjaga tiket, office boy, para penata, hingga aktor dan sutradara. Merekalah yang sesungguhnya menciptakan Neverland-ku.


Pintu gedung terbuka untuk kesekian kalinya. Aku menangkap sosok Gara yang tak sedikit pun menatapku. Padahal aku yakin, dia tahu betul saat ini aku sudah berada di panggung. Tapi bukan itu yang membuat hatiku tersayat. Aku sudah biasa diperlakukan tak acuh seperti itu. Yang membuatku tak enak hati, karena sekilas, aku seperti memergokinya sedang mengerling nakal pada Tira—seorang aktris baru di teater kami. Tira hanya sebentar melintas di depan Gara. Tira sedang berjalan ke arahku, membawakan kostum yang akan kugunakan nanti malam. Tapi hatiku tak bisa dibohongi, aku mencium sesuatu yang tak beres.


***


Aku tidak pernah menyangka pertunjukan ini akan menjadi kuburan bagi karir keaktrisanku. Saat pertunjukan tiba, dengan penuh rasa gugup aku memasuki panggung. Aura panggung yang besar selalu menyedotku, mengubah diriku “menjadi” tokoh yang harus kumainkan, dan bukan “berperan”. Tapi kali ini aku tidak bisa. Aku kebingungan. Berkali-kali aku salah mengucapkan dialog, salah blocking, dan bahkan salah mengambil properti.


Pertunjukan yang harusnya menjadi luar biasa dan mengharu biru itu berubah menjadi sebuah komedi. Tidak pernah terjadi sebelumnya, Mas Putra sebagai sutradara sampai menghentikannya di tengah-tengah, membuat penonton semakin menggila. Mereka berteriak-teriak memaki, dan melempari panggung. Pertama kalinya aku tidak ingin berada di panggung. Aku takut. Melihatku malah terdiam shock, Mas Putra dengan kasar menyeretku ke belakang panggung.


Di pinggir panggung, aku melihat seringai puas muncul di bibir Gara. Apa mataku salah melihat? Apa yang dipikirkan lelakiku hingga bisa berekspresi seperti itu? Tapi pikiran tentang Gara harus segera kusingkirkan, karena Mas Putra segera mendampratku tanpa ampun. Dalam rasa takut dan kecewa pada diri sendiri, aku mendengar semua kata-kata menyakitkan Mas Putra. Tak ada bantahan, bahkan aku sama sekali tak membuka mulut. Aku terus diam, kali ini tanpa ekspresi, tanpa topeng apa pun.


***


Subuh sudah menyapa, tapi gagal membuatku terlelap. Aku sangat gelisah. Bayangan kejadian di atas panggung terus menghantui. Beginikah sakitnya gagal? Beginikah perasaan Gara setiap kali pertunjukan yang disutradarainya berakhir? Aku bukan tak pernah gagal, tapi merasakan jatuh seperti ini … jelas baru pertama kali. Ini bukan hanya sekadar jatuh, tapi hancur. Aku harus menumpahkan kesedihanku pada seseorang, dan orang pertama yang kupikirkan adalah Gara.


Maka aku menelepon Gara, tapi telepon genggamnya tidak aktif. Aku menyusul ke apartemennya. Tapi setelah aku membuka pintu dengan kunci milikku yang diberikan Gara, dia tetap tidak kutemukan. Sial, ke mana dia?


Dengan segala kecemasan, kesedihan, dan galau yang memuncak, hanya satu tempat yang kupikirkan, panggung! Ya, aku harus kembali ke sana. Menyelesaikan semua keresahan di tempat asalnya. Bukankah berada di panggung selalu membuatku tenang? Bukankah panggung telah menjadi rumah bagiku?


Aku segera pergi ke gedung teater. Gedung telah sepi. Perlahan aku membuka pintunya. Berjalan dalam gelap di antara bangku-bangku penonton. Bangku-bangku yang berderet ini tadi penuh oleh penonton, mereka datang untukku. Sesak sekali dada ini, seperti tidak menyisakan ruang untuk bernapas. Aku duduk di salah satu bangku, menatap lurus ke depan. Tirai panggung tertutup, tapi cahaya samar dari lampu di baliknya menyusup di antara sela bawah tirai.


Bagaimana perasaan mereka saat melihatku bertindak tolol? Pasti, bukan hanya aku yang kecewa, mungkin mereka lebih merasa kecewa dari yang kurasa. Cukup! Aku tidak bisa selalu menyesali diri bila mengingatnya. Aku beranjak dari bangku penonton, lalu berjalan mendekati panggung.


Samar aku mendengar suara desah napas. Siapa malam-malam begini masih berada di panggung? Di panggungku? Aku mempercepat langkah, semakin mendekati arah suara. Sekarang terdengar bisikan pelan seorang pria, disusul tawa genit seorang wanita. Kusingkap tirai panggung, dan hampir membatu melihat dua sosok yang kukenal tengah bercinta di panggung.


“Rasi!” teriak Gara kaget.


Sedangkan Tira menjerit sambil menutupi tubuhnya. Aku dan Gara berdiri berhadapan.


“Kenapa?” tanyaku singkat dengan nada getir.


Gara membuang muka, tapi sekejap kemudian tertawa keras.


“Mau bergabung bersama kami di panggung ini, aktris besar Rasi?” tanyanya sinis. Nada mencemooh itu semakin membuatku terluka.


“Teganya kamu, di panggungku!” kataku histeris.


“Panggungmu? Egois sekali! Oh, iya, aku lupa. Tadi kamu bermain sangat brilian, Sayang.” Gara bertepuk tangan, suaranya membahana di panggung.


“Cukup! Kamu keterlaluan!”


“Kamu pikir aku sedih melihatmu gagal? Tidak, Sayang, aku berpesta….”


“Inikah … inikah sosok pria yang kucintai?” tanyaku, lebih pada diri sendiri. Sekalipun aku setengah mati ingin menangis, tidak kujatuhkan satu tetes pun air mata.


“Cinta? Jangan pernah bicara cinta. Cinta hanya ada di panggung, setelah itu semuanya hanya mitos,” lanjutnya. Kata-katanya terus mengiris.


Kutatap jauh ke dalam matanya. Mata itu hanya menyorotkan kebencian, membuatku tersentak. Kenapa kamu membenciku, lelakiku? Sudah tidak tersisakah cinta itu? Pandangannya menyadarkanku, tidak ada yang tersisa dari hubungan kami. Mungkin, sebuah perselingkuhan masih bisa kumaafkan, tapi ketika cinta telah menguap, apalagi yang bisa kupertahankan? Dengan sisa harga diri, aku berlalu meninggalkan Gara yang tertawa puas. Suara itu lebih mengerikan dari lonceng kematian.


***


Ajaib, hanya itu kata yang tepat ketika akhirnya aku bisa tidur tanpa bermimpi. Meskipun terbangun dengan kepala pusing dan menerima rentetan kritikan di koran-koran. Nyatanya dunia tidaklah kiamat. Semua ini juga tidak bisa membunuhku. Aku masih bernapas, merasakan angin yang melintas di tengkukku, juga sengatan matahari yang membakar.


Maka aku memberanikan diri untuk sekali lagi berdiri di panggung. Melunaskan hutang kegagalan. Aku telah membulatkan tekad, aku tidak akan menyerah, aku tidak akan meninggalkan negeri Neverland-ku! Aku menemui Mas Putra dengan penuh keyakinan dan kepercayaan diri yang lebih besar daripada yang pernah kurasakan sebelum-sebelumnya. Meyakinkannya agar malam ini tetap diadakan pertunjukan. Mas Putra akhirnya setuju juga.


Tapi kami harus menelan konsekuensi dari kegagalanku kemarin, karena lebih dari delapan puluh persen penonton mengembalikan tiket. Sebelum pertunjukan, tetap terjadi kegaduhan seperti biasa—hanya kali ini, bukan keributan penonton yang tak sabar ingin memasuki gedung—tapi mereka tak sabar ingin mendapatkan uang pengembalian tiket. Semuanya tampak pasrah, tapi tidak bagiku. Aku akan mempertahankan Neverland-ku, aku akan tetap pentas. Walaupun hanya untuk satu atau dua penonton, karena mereka datang untukku. Dan sekali lagi aku memasuki negeri milikku itu.***


 


Bandung, 2012


*Pernah dimuat di Batak Pos tahun 2013 dengan judul Neverland


 


 


 


1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 06, 2016 21:14

April 3, 2016

Kado Unik Buat Tuan Absurd

EvaFuan


 


Entah konspirasi apa antara semesta dengan Tuhan, hingga saya dianugerahi pasangan yang absurd

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 03, 2016 05:20

March 15, 2016

[Blog Tour] Review + Giveaway Novel Anak Pohon Karya Haditha

12368999_10205155733241583_3809306404907955656_n

Cover E-book Anak Pohon


Pertama kali saya tertarik membaca novel “Anak Pohon” karena mengandung kampanye lingkungan di dalamnya. Hadhita penulisnya bercerita sedang giat mengkampanyekan #SaveTheTreeSaveTheWorld salah satunya dengan pemilihan bentuk e-book yang paperless sebagai langkah nyata. Meskipun saya belum terbiasa baca e-book dan lebih suka menghirup bau kertas buku, novel “Anak Pohon” ini jadi e-book pertama yang selesai saya baca.


pin


Siapa Haditha?


Mari kita berkenalan dengan penulis yang aktivis lingkungan ini. Biodatanya bisa kamu baca di pict ini:


1620514_10153609052167872_9203523654857272019_n


Fun Fact Novel “Anak Pohon”




Kenapa Handitha nulis Anak Pohon?
Karena melaluinya saya bernostalgia terhadap desa tempat saya tinggal dulu. Setting ceritanya bertempat di desa Kebonagung. Which is adalah tempat saya 12 tahun pernah tinggal bersama Pakdhe.


 Selain setting, apalagi yang diambil dari kenyataan?
Memang banyak elemen-elemen dalam cerita yang saya masukkan itu asli. Beneran ada. Seperti sumur dan legendanya, itu betulan ada.
Sumur itu sendiri…. di samping rumah saya persis. Cuma ya dipoleslah cerita besarnya.
Sedang karakter yang asli ada itu Laskun, Djabrik, Kamiyadi, Waras, Bowo, Pak Karno, Mas Yulis, dan Ustad Tajir.
Tapi ya diedit sedikit pembawaan karakter dan umurnya. Menyesuaikan kebutuhan cerita.


 Novel “Anak Pohon” ini berapa kali revisi sebelum drafnya final?
Dua kali revisi. Draf kasarnya ada konten vulgarnya. Nah, bagian itu yang dipangkas.


Sekarang kita masuk ke pembahasan novelnya.


Data Buku


Judul : Anak Pohon


Penulis : Handitha


Penerbit : Fantasious


Tebal : 208 Halaman


Editor : Dini Novita Sari


ISBN : 9786026922014


Blurb :





Satu kisah misteri mencuat dari keberadaan sebuah pohon angker di bekas runtuhan sumur. Satu misteri yang memberi kehidupan bagi makhluk lain. Misteri yang tak bisa dipecahkan oleh warga sekitar. Misteri yang dibiarkan menjadi legenda menyeramkan. Ini tentang hidup seorang gadis bernama Nuansa Aruna. Seorang gadis anomali yang menyingkir dari pergaulan normal.

Menghilangnya anak-anak perempuan dengan pola yang sama, usia delapan tahun, sore hari, dan pohon keramat. Mengingatkan warga desa terhadap peristiwa yang pernah terjadi bertahun silam. Kabarnya peristiwa itu pernah menimpa Nuansa.

Nuansa yang penasaran semakin terjerumus ke dunia lain ketika berulang tahun ke-16. Bertemu dengan makhluk-makhluk halus penghias mimpi-mimpinya. Semakin ia terlibat, semakin ia menjadi bagiannya. Pada saat tulang belulang ditemukan di dekat pohon angker, luka-luka lama terbangkitkan. Desa Kebonagung bersiap menyaksikan peristiwa yang tak akan dilupakan seumur hidup.


Review


Buat saya, cover Anak Pohon ini menarik, karena mata sosok lelaki yang sepertinya gambaran anak pohon itu menyorotkan kekosongan. Ditambah gambar pohon dalam tubuhnya, memberikan kesan misterius sekaligus horor. Serasi dengan font penulisan judulnya. Cover-nya juga sudah berhasil menggiring gambaran pembaca tentang lokalitas yang cukup pekat di dalamnya. Seandainya judul “Anak Pohon” bukan berwarna merah. dan saya belum membaca blurbnya, saya sepertinya akan mengira novel ini antara novel kisah anak pedalaman atau novel horor. Blurbnya cukup menggambarkan isi novel, tapi masih kurang nendang. Namun sudah cukup membuat pembaca horor penasaran.


Kalaupun Handitha tidak bercerita kalau kebanyakan tokoh-tokoh dalam Anak Pohon diambil dari karakter nyata, membaca novel ini saya sudah bisa membayangkan seandainya tokoh-tokoh itu benar ada, karena memang dituliskan dengan sangat hidup. Selain dari segi fisik, perwatakannya pun sangat jelas. Antara satu tokoh dengan tokoh lain memiliki kekhasan dan tidak saya temukan stereotipe, kecuali tokoh tiga cewek pesolek di kelas Nuansa. Yang meskipun karakter standar teenlit, tapi toh memang selalu ada yang berwatak begitu dalam satu sekolah. Tokoh favorit saya adalah Djabrik dan Laskun yang sebagai anak muda zaman sekarang cukup digambarkan kekinian namun kental kelokalannya.



Kenapa orang harus menghakimi orang lain, sebelum mengenal mereka? -Halaman 54-



Lokalitas dalam novel Anak Pohon saya baca cukup total. Mulai dari pemilihan tempat, legenda, kebiasaan masyarakat, sampai bahasa. Bahasa Jawa bertebaran di setiap bab, membuat saya merasa berwisata ke Jawa. Teknik memberi pengertian pada pembacanya pun tidak menggunakan footnote, sehingga saya tidak sedikit-sedikit mesti melihat ke bawah. Tetapi langsung diartikan di pinggir, kadang dalam satu kalimat. Saya menemukan teknik ini dalam novel Tabula Rasa karya Ratih Kumala. Kalau peletakannya tidak tepat, bisa jadi aneh. Namun menurut saya di novel ini berhasil. Saya berharap Handhita bakal menulis novel bernuansa lokalitas lagi, tapi bukan horor. Karena kebanyakan novel lokalitas yang saya baca memang mengambil unsur legenda mistiknya sebagai unsur lokalitas terbesarnya.


Konflik novel ini sudah disuguhkan dari awal. Bab per bab menyajikan ketegangan dan misteri. Meskipun tidak begitu rapat. Namun naik turunnya terasa mengalir. Karena tegang, saya beberapa kali berhenti untuk mengambil napas. Novel ini berhasil membuat saya penasaran sampai akhir. Apalagi soal angka “8” yang begitu keramat. Selain masalah mistis, ada juga masalah persahabatan dan cinta. Saya suka bagaimana Handitha menjalin chemistry antar tokohnya. Namun ada satu bab yang saya rasa dragging, yaitu bab Nuansa dan teman-teman band Djabrik. Kelewat panjang sehingga jatuhnya membosankan. Mungkin penulis ingin memperlihatkan keseruan dan warna-warni masa muda. Namun ya menurut saya kebanyakan. Seperti satu halaman untuk lirik lagu, ketimbang memilih lagu barat, akan menjadi nilai tambah jika justru yang ditulis adalah lirik lagu daerah. Lalu satu masalah tentang persahabatan Nuansa-Eka-Nanda diselesaikan dengan mudah sehingga jatuhnya kurang berkesan.



Kata-kata indah adalah seni tertinggi. Bisa sekaligus bermakna juga hampa, tergantung kepada siapakah kata-kata itu dilontarkan. -Halaman 98-



Pemilihan tokoh remaja menurut saya menarik. Karena bisa merangkul pembaca remaja. Memberikan mereka bacaan lokalitas tapi cukup kekinian, sehingga mudah diserap.



Pemaparan setting- nya tergambar jelas, detail tapi tidak kebanyakan. Ending novel ini realistis, sehingga rasanya sangat pas. (Mungkin spoiler)Tidak utopis, tidak juga tragis karena memberikan pengharapan.  Editan novelnya juga rapi, bikin nyaman dibaca. Terakhir, pesan yang disampaikan novel ini sangat menonjol, meskipun penyampaiannya terasa menggurui.


Secara keseluruhan, saya menyukai novel ini. 3,5 Bintang untuk Anak Pohon.



GIVEAWAY


Ebook Tour


Mau e-book Anak Pohon? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:


1. Follow akun twitter @hahahaditha dan @evasrirahayu


2. Twit info giveaway ini dengan tagar #AnakPohon dan mention akun twitter saya dan Haditha.


3. Peserta harus memiliki akun gmail


4. Like FP Anak Pohon di Facebook


5. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kamu.



Ceritakan pengalaman paling berkesan kamu yang berhubungan dengan pohon. Bisa pengalaman seram, menyenangkan, menyedihkan, pokoknya yang berkesan.





 6.Giveaway ini berlangsung dari tanggal 15-20 Maret 2016. Satu pemenang akan mendapat e-book Anak Pohon. Pengumuman pemenang pada tanggal 21 Maret 2016 jam delapan malam di akun twitter saya.

Ditunggu partisipasinya ^_^

 


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 15, 2016 07:14