Eko Nurhuda's Blog, page 15

March 11, 2018

Review Acer Aspire Z3-451, Laptop Gaming Murah Meriah

SEBENARNYA sudah sangat lama saya ingin mengulas laptop satu ini. Saya membelinya awal November 2017, sudah dibuatkan video unboxing di YouTube malah, tapi kemudian lupa-lupa terus mau membuat ulasannya di blog. So, mumpung ingat :D, inilah dia review Acer Aspire Z3-451 si laptop gaming murah meriah. Laptop ini saya beli seiring semakin mendesaknya kebutuhan akan perangkat yang memadai untuk pekerjaan video editing. Setelah bertahun-tahun memakai Acer Aspire E1-422 untuk segala kebutuhan, saya merasa perlu upgrade alat tempur agar lebih produktif dalam memproduksi video demi video. Sebenarnya tidak ada masalah sama sekali dengan laptop terdahulu. Hanya saja dengan RAM cuma 2GB ditambah kartu grafis dan prosesor kelas bawah, pekerjaan olah video sering terhambat. Aplikasi Magix Movie Edit Pro 2016 yang saya pakai berjalan sangat lambat, lalu salah-salah klik bisa crash. Sebagai kreator YouTube dengan lebih dari satu channel, laptop berkemampuan semenjana begini tentu sangat mengganggu produktivitas. Walhasil, saya pun mulai berburu laptop baru dari satu marketplace ke marketplace lain. Tadinya sempat mau nekad beli yang bergambar apel kroak, tapi harga second-nya saja bikin bulu kuduk merinding. Saya musti mengelus dada sembari melirik angka saldo. “Sabar, belum waktunya pakai laptop bergambar apel lagi,” kata saya menghibur diri sendiri. “Salah sendiri dulu sudah [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 11, 2018 09:30

February 27, 2018

Cara Praktis dan Hemat Merencanakan Liburan ke Nusa Penida, Bali

OKTOBER 2016 saya dapat rejeki nomplok dari sebuah lomba iseng: liburan sekeluarga selama 4 hari 5 malam di Bali. Wow! Begitu mendapat kabar ini saya langsung meloncat dari kursi kerja, mencari anak-anak yang sedang bermain di halaman, lalu berputar meloncat-loncat sembari bergandengan tangan. Luar biasa… noraknya
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 27, 2018 00:39

February 21, 2018

Menyeruput Hangat dan Nikmatnya Wedang Uwuh Imogiri

SEGELAS besar minuman berwarna kemerahan dihidangkan ke atas meja. Seorang ibu berkaca mata membawa dua gelas dalam nampan stainless steel, masing-masing diletakkan di hadapan saya dan Tedy. Nama lengkapnya Tedy Suryanto, teman sekampus yang bersama-sama saya bertugas atas nama mingguan Malioboro Ekspres hari itu. “Monggo diunjuk, Mas,” bapak berbaju surjan kuning keemasan yang sedari tadi duduk menemani kami berdua mempersilahkan. Beliau memperkenalkan diri sebagai Windarno, pemilik salah satu kios yang berada di tempat parkir kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, DI Yogyakarta. Asap tipis mengepul dari permukaan air di dalam gelas. Pertanda wedang masih panas. Tenggelam dalam air merah tersebut berbagai macam dedaunan dan serutan kayu. Saya juga melihat seruas jahe yang telah dikepruk. Lalu sebongkah gula batu teronggok di dasar gelas. Turut kata Pak Windarno, dedaunan dalam gelas itu diambil dari area pemakaman. Tidak dipetik dari pohon, melainkan dibiarkan kering dan gugur. Daun tua yang sudah gugur di tanah itulah yang diambil. Dibersihkan, lalu dikeringkan kembali, untuk kemudian dikemas dalam bungkusan-bungkusan plastik kecil. Tentu tak sembarang daun. Pak Windarno hanya mengumpulkan daun pala dan daun cengkih. Khusus yang terakhir pohonnya telah berusia ratusan tahun, ditanam pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) bertahta. Sebagai pengaya rasa ditambahkan kayu manis, serutan [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 21, 2018 05:18

February 13, 2018

Tari Kapita di Rum Balibunga

PELABUHAN Rum tengah sibuk pada pagi menjelang siang itu. Suara riuh-rendah manusia bercampur derum mesin tempel dan suara kecipak air laut menghantam pembatas beton. Sesekali terdengar seruan-seruan yang tidak dengan jelas saya tangkap kata-katanya. Dermaga di Pelabuhan Rum ini kecil saja. Lantainya terbuat dari papan kayu yang dipasang tidak rapat, sehingga dari celah-celahnya kita dapat melihat air laut di bawah. Tiang-tiang besi sebesar pergelangan tangan berdiri di beberapa sudut, menyangga atap seng berbentuk limas. Baca juga: 1. Perjalanan Panjang Menuju Tidore 2. Mega Mendung di Langit Ternate 3. To Ado Re, Tidore… Kapal kayu bermesin yang tadi saya lihat dari speed boat bersiap merapat. Seorang lelaki di atas kapal melempar tambang ke lantai dermaga. Seorang lelaki lain yang berdiri di dekat tiang besi menyambut tali itu, menariknya perlahan-lahan seiring menepinya kapal ke sandaran dermaga. Para penumpang keluar dari kapal. Beberapa penumpang lelaki yang sedari tadi berdiri di buritan kapal lebih dulu memanjat naik. Mereka harus melewati atap kapal untuk mencapai dermaga. Menyisir pinggiran atap dan setengah melompat ke lantai dermaga. Dari sisi lain, penumpang berdatangan dan langsung berdiri di tepian dermaga. Sepertinya pelabuhan ini tak pernah sepi. Dari cerita Kak Muhammad Gathmir di grup WhatsApp, penyeberangan dari Rum ke Ternate [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 13, 2018 20:37

February 6, 2018

To Ado Re, Tidore…

MATAHARI sepenggalah. Masih terhitung pagi, namun sinarnya sudah terik sekali saya rasakan. Saya ambil beanie dari dalam tas kecil. Dengan kedua tangan saya pasang benda berwarna hitam-ungu tersebut di kepala yang hanya ditutupi rambut super pendek. Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate kian jauh dari pandangan. Dua mesin tempel speed boat di sebelah saya meraung-raung memekakkan telinga. Tepat di bawahnya air laut seperti diaduk, bercipratan ke mana-mana. Segaris gelombang tercipta, menjadi semacam jejak sepanjang jalur yang kami lalui. Angin berhembus semilir. Aroma khas laut menguar. Kemana mata memandang yang terlihat hanya biru dan biru. Air laut, Pulau Tidore di hadapan dengan Gunung Marijang nan menjulang, langit cerah di atas, juga cat bagian dalam speed boat yang kami tumpangi, semua berwarna biru. Sungguh sebuah kebetulan yang menyejukkan mata. Baca tulisan sebelumnya: 1. Perjalanan Panjang Menuju Tidore 2. Mega Mendung di Langit Ternate Speed boat kuning yang ditumpangi rombongan perempuan terlihat mengambil jalur berbeda. Jauh di sisi kiri speed boat kami, posisinya lebih ke belakang. Samar-samar saya lihat Mbak Rien dan Mbak Zulfa selalu siaga dengan kamera masing-masing. Satu memegang Canon 70D, satu lagi Nikon D3300. Tadi saya sempat membayangkan dua speed boat ini bakal iring-iringan depan-belakang, atau bersisian. Tapi rupanya tidak begitu. Mungkin [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 06, 2018 07:48

January 26, 2018

Mega Mendung di Langit Ternate

LANGIT Kota Ternate tersaput mendung pagi itu. Arak-arakan awan kelabu bahkan menyelimuti puncak Gunung Gamalama. Andai hari cerah, saya dapat dengan jelas melihat gagahnya gunung ini dari apron Bandara Sultan Babullah. Apa boleh buat. Angin laut berhembus semilir. Windsock yang terpancang di sebuah tiang nun jauh tampak berkibar-kibar pelan. Toh, udara terasa panas sekali bagi saya yang hanya tidur beberapa jam semalam. Dan tidak pernah benar-benar nyenyak. Gabungan penat dan kantuk yang tak tuntas dilepas membuat suhu tubuh naik. Kaos merah yang saya kenakan sejak berangkat dari Pemalang kemarin pagi mulai basah oleh bintik-bintik keringat. Aromanya jangan ditanya lagi.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 26, 2018 14:00

January 17, 2018

Perjalanan Panjang Menuju Tidore

SATU sentuhan kecil terasa di lengan kiri saya. Setengah kaget saya buka mata. Suara bising mesin pesawat langsung menembus telinga. Saya duduk tepat di samping sayap. Kantuk masih bergelayut, mata masih pedas karena kurang tidur, tapi penumpang di sebelah menyodorkan boks styrofoam yang mau tak mau harus saya terima. Ternyata sudah waktunya sarapan. Boks styrofoam yang diangsurkan ke saya tadi menu makan pagi dari pramugari Sriwijaya Air. Sedikit canggung saya beri senyuman ke penumpang di sebelah, berusaha memberi isyarat terima kasih karena sudah “mewakili” saya menerima kotak ransum dari pramugari. Saya rogoh handphone di dalam tas untuk melihat jam. Pukul enam kurang. Itu artinya pesawat sebentar lagi mendarat. Kurang-lebih seperempat jam lagi jika sesuai jadwal. Kami terbang pukul 04:25 WITA dari Bandara Sultan Hasanuddin di Maros. Lama penerbangan ke Ternate satu jam 45 menit. Handphone saya kembalikan ke dalam tas. Botol air mineral ganti saya keluarkan. Saya teguk isinya sedikit untuk membasahi mulut. Sambil mengangsurkan badan lebih maju saya melirik ke bangku depan. Mbak Zulfa “Emak Mbolang” dan Mas Rifqy Faiza Rahman duduk tepat di hadapan saya, sedang asyik menikmati sarapan. Botol plastik transparan saya letakkan di sudut meja lipat, lalu boks styrofoam saya raih. Dengan berhati-hati kemasan lunak berwarna [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 17, 2018 02:11

Perjalanan Panjang ke Tidore

SATU sentuhan kecil terasa di lengan kiri saya. Setengah kaget saya buka mata. Suara bising mesin pesawat langsung menembus telinga. Saya duduk tepat di samping sayap. Kantuk masih bergelayut, mata masih pedas karena kurang tidur, tapi penumpang di sebelah menyodorkan boks styrofoam yang mau tak mau harus saya terima. Ternyata sudah waktunya sarapan. Boks styrofoam yang diangsurkan ke saya tadi menu makan pagi dari pramugari Sriwijaya Air. Sedikit canggung saya beri senyuman ke penumpang di sebelah, berusaha memberi isyarat terima kasih karena sudah “mewakili” saya menerima kotak ransum dari pramugari. Saya rogoh handphone di dalam tas untuk melihat jam. Pukul enam kurang. Itu artinya pesawat sebentar lagi mendarat. Kurang-lebih seperempat jam lagi jika sesuai jadwal. Kami terbang pukul 04:25 WITA dari Bandara Sultan Hasanuddin di Maros. Lama penerbangan ke Ternate satu jam 45 menit. Handphone saya kembalikan ke dalam tas. Botol air mineral ganti saya keluarkan. Saya teguk isinya sedikit untuk membasahi mulut. Sambil mengangsurkan badan lebih maju saya melirik ke bangku depan. Mbak Zulfa “Emak Mbolang” dan Mas Rifqy Faiza Rahman duduk tepat di hadapan saya, sedang asyik menikmati sarapan. Botol plastik transparan saya letakkan di sudut meja lipat, lalu boks styrofoam saya raih. Dengan berhati-hati kemasan lunak berwarna [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 17, 2018 02:11

January 10, 2018

Geef Mij Maar Nasi Goreng, Ungkapan Rindu pada Tanah Kelahiran

LAHIR dan tumbuh besar di Palembang membuat saya kerap dilanda kerinduan akan makanan khas kota ini. Terutama pempek dan laksan, dua penganan lokal yang sempat dijual Ibu. Karenanya saya bakal senang bukan main kalau menjumpai penjual pempek di mana saja pergi. Apalagi kalau si penjual berasal dari Palembang, atau setidak-tidaknya Sumatera Selatan. Rupanya hal sama dialami seorang mevrouw Belanda kelahiran Surabaya, Wieteke van Dort. Di tempat tinggal barunya, pesohor Negeri Kincir Angin ini tak pernah bisa melupakan makanan khas Kota Buaya. Makanan khas Indonesia. Bedanya, ia mengungkapkan kerinduan tersebut dalam bentuk lagu. Lagu-lagu gubahan Wieteke banyak menceritakan romansa semasa tinggal di Hindia Belanda. Ia mengenang keindahan alam Nusantara, juga makanan-makanan khasnya. Dari sekian ciptaan, Geef Mij Maar Nasi Goreng merupakan salah satu yang paling populer. Judul lagu ini berarti “beri saja aku nasi goreng”, bercerita tentang adaptasinya terhadap makanan Belanda yang terasa asing di lidah. Ketika itu Wieteke dan keluarganya baru saja pindah ke Belanda, bersama-sama ratusan ribu orang Belanda lain dari Indonesia. Ini menyusul kebijakan anti-Belanda yang dilancarkan pemerintah RI terkait sengketa Irian Barat. Wieteke pun memulai lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng dengan cerita repratiasi pada bait pertama. “Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd (Saat kami [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 10, 2018 08:55

Mimpi Punya ASUS VivoBook Flip TP410 untuk Wujudkan Grombyang TV

SUDAH sejak lama saya dibuat tertarik sekali mendalami dunia audio visual. Terlebih setelah melihat perkembangan YouTube yang semakin lama semakin membuat ketar-ketir dunia pertelevisian. Butuh waktu lama memang melawan semua keraguan, tapi saya mantap menggantungkan impian untuk membangun sebuah production house skala kecil dan memproduksi konten-konten video. Rencana ini sebenarnya sederhana saja. Saya buat video, upload di YouTube, lalu promosikan sesering mungkin di media sosial untuk menjaring penonton. Tentu saja videonya dibuat semenarik dan sebagus mungkin. Dari muatannya serta pengemasannya haruslah jempolan agar penonton selalu kembali ke channel yang saya bangun. Soal pemasukan, target pertama adalah program partnership yang ditawarkan YouTube. PH rumahan saya dapat meraup pemasukan dari sharing pendapatan iklan di program ini. Jumlahnya memang berbanding lurus dengan jumlah pemirsa video. Namun seiring berjalannya waktu, konsistensi dan keseriusan bakal membuka jalan pemasukan lain. Saya yakin itu. Lagipula, saya sudah melatih diri dengan pola ini selama setahun terakhir lewat channel anak-anak, Damar Dian. Oktober 2016, kanal tersebut baru memiliki 100-an subscriber. Setiap video baru ditonton paling banyak 50 kali. Dengan ketekunan dan konsistensi dalam memproduksi video-video baru, kini (saat pos ini ditulis) channel Damar Dian punya 33.790 pelanggan. Dalam sebulan tak kurang dari 1,6 juta tayangan secara total dicatatkan dari [...]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 10, 2018 08:36