Koen Setyawan's Blog
July 23, 2021
Giles Farmer of Ham, Satir politik yang lucu
J.R.R Tolkien tidak hanya dikenal sebagai penulis epik bertema fantasi yang menegangkan dan megah. Tapi ia juga menulis beberapa cerita pendek yang lucu tapi penuh sindiran. Jika biasanya ia menggunakan Eropa abad pertengahan sebagai “role model” cerita-cerita semacam Lord of The Rings dan the Hobbit, dalam Giles Farmer of Ham, ia dengan nakal menyelipkan ide modern ke dalam dongeng kunonya. Meski dibalut dengan fantasi semacam ksatria berzirah, naga raksasa dan pertempuran seru, cerita ini juga menyelipkan sedikit pesan berbeda: siapapun bisa jadi penguasa bahkan jika dia hanya anak seorang petani miskin. Dalam abad pertengahan, petani adalah kasta terendah. Mereka biasanya miskin dan menggarap lahan milik bangsawan.
Giles menceritakan para kasatria yang mencoba menangkap seekor naga yang mencuri emas kerajaan. Tak ada ksatria yang berhasil menangkap naga itu. Naga yang bernama Chrysophylax itu justru berhasil dikalahkan oleh Giles, yang sama sekali bukan keturunan ksatria. Giles mengalahkan naga setelah ia memakai pedang Caudimordax ("Tailbiter"). Pedang itu merupakan hadiah dari sang raja karena Giles pernah mengusir seorang raksasa pergi dari kerajaan. Meskipun Giles mengalahkannya tanpa sengaja. Giles berhasil membekuk naga dan menyita harta bendanya.
Penampilan Giles digambarkan dengan jenaka oleh Tolkien sebagai jauh dari penampilan seorang ksatria. Dia gemuk dan berjanggut merah. Ia juga lebih suka kehidupan yang tenang dan sedikit malas. Untuk membuat baju zirahnya, dia dibantu teman-teman kampunya yang mengumpulkan rantai besi.
Karena kehebatannya, Giles yang nama lengkapnya adalah Ægidius Ahenobarbus Julius Agricola de Hammo, kemudian menjadi terkenal bahkan melebihi popularitas sang raja. Sang raja marah dan bertekad menangkap Giles. Tapi dengan kecerdikannya Giles berhasil mengalahkan pasukan raja. Ia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja. Karena tak bisa membaca dan berbicara bahasa latin, ia menghapus keharusan menggunakan bahasa latin dan menggantinya dengan bahasa rakyat biasa. Padahal sebelumnya bahasa latin adalah bahasa resmi dan mendominasi rakyat karena mejadi simbol kekuasaan raja dan bangsawan. Hanya orang-orang penting saja yang bisa bahasa itu. Rakyat jelata tidak. Dengan gayanya yang kocak, Giles membuat rakyatnya setara. Ia memerintah kerajaan a la petani. Buku ini diterbitkan pada tahun 1949 dan nampaknya merupakan satir politik yang diceritakan secara karikatural. Naga dan anjing Giles, Garm, diceritakan bisa bercakap-cakap seperti manusia. Namanya diambil dari Mitologi Norse.
March 4, 2018
Menemukan Majapahit di Trowulan
Jangan membayangkan lokasi eksotis semacam kompleks Angkor Wat yang terkenal itu. Trowulan memang jauh berbeda. Jika kompleks Percandian Angkor Wat di Kamboja tertelan rimba raya, kompleks kota raja Majapahit tertelan perkampungan padat penduduk. Bukan lilitan akar dan sulur-sulur pohon raksasa yang membelit candi-candinya, melainkan deretan rumah, ruko, pasar, kios, warnet, dan warung yang menutupi reruntuhan Trowulan. Sulit membayangkan sebuah ibu kota megah dari sebuah kerajaan yang pernah berjaya di Asia Tenggara pada abad ke-13 hingga 15 saat mengunjunginya pertama kali. Sewaktu ditemukan oleh Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris pada abad ke-19, kota yang hilang ini tertutup hutan jati yang lebat. Kini Trowulan tak ubahnya seperti kota-kota kecamatan lainnya di Jawa Timur yang padat, sibuk, panas tetapi tetap ramah. Terletak di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, sekitar 62 kilometer dari Surabaya atau 93,3 kilometer dari Malang, status Trowulan jelas tak sehebat dulu lagi. Butuh usaha ekstra untuk menemukan ibu kota yang hilang itu. Tak mudah menemukan candi-candi yang dulu sempat tersebar di kompleks seluas 11 km × 9 kmkilometer persegi itu. Bahkan pengunjung pemula tak jarang tersesat di gang-gang sempit. Keterangan-keterangan lokasi pun seringkali tak terlihat jelas tertutup daun atau terselip di mulut gang. Belum lagi jika antar situs terpotong perempatan jalan.
Salah satu cara terbaik memulai “pencarian” situs trowulan adalah dengan mengunjungi Museum Trowulan. Tetapi sebelum mencapai museum, pengunjung akan disuguhi dengan panorama kolam segaran. Terletak di sebelah Timur museum, kolam segaran diperuntukkan sebagai pengatur tata air di Majapahit. Maklumlah, Trowulan terletak di tepian Sungai Brantas yang kerap meluap saat musim penghujan. Para insinyur Majapahit mencoba menjinakkan luapan air dengan membangun beberapa bendungan dan kolam-kolam buatan untuk membuang limpahan air agar tidak menggenangi pemukiman. Nama Kolam Segaran berasal dari Bahasa Jawa “segara” yang berarti 'laut'. Mungkin karena kolam itu merupakan miniatur laut. Kolam ini memiliki panjang 375 meter, lebar 175 meter, tebal tepian 1,6 meter dengan kedalaman 2,88 meter. Di beberapa bagian terdapat bagian yang menurun untuk memudahkan orang turun ke kolam. Saat ditemukan oleh Henry Maclaine Pont pada tahun 1926, struktur tanggul dan tembok bata merah tertimbun tanah dan lumpur. Dahulu tentulah kolam itu menempati posisi sentral di ibukota Majapahit. Konon pada masa lalu setelah menjamu tamu dengan makanan yang dihidangkan dalam perkakas dari emas, wadah-wadah itu dibuang ke dalam kolam. Kini ada jalan beraspal sempit di depannya yang dipenuhi warung-warung kecil dengan hidangan ikan tawar garing yang renyah.
Kolam Segaran
Terbengkalai selama bertahun-tahun seperti layaknya museum lainnya di negeri ini, kini museum Trowulan bersolek dengan tampilan yang lebih informatif dan menarik. Museum yang didirikan oleh Henri Maclaine Pont, seorang arsitek sekaligus arkeolog yang menggali situs Trowulan ini tidak hanya memamerkan pernak-pernik penemuan berbagai macam peninggalan Majapahit seperti Kala Makara, bubungan atap, sumur dan bahkan bak mandi keramik, tetapi juga dengan menarik memamerkan berbagai benda yang selama ini jarang terlihat seperti kelereng kuno, saluran air, gerinda, batu bata segi enam dan berbagai macam celengan. Di antara model celengan karikatural berwajah tembem yang menggambarkan selera humor dan humanis para seniman Majapahit, terselip seraut wajah yang dulu dipercaya kuat sebagai wajah Gajah Mada, Maha Patih Majapahit yang terkenal itu. Entah bagaimana celengan gerabah lucu itu bisa menginspirasi wajah tokoh majapahit yang paling tenar itu. Berbagai poster dan diorama juga terlihat apik seperti rekonstruksi rumah Majapahit.
Koleksi Museum Trowulan
Kunjungan ke museum semakin menarik karena di sebelah museum terdapat bangunan dua lantai berotot besi dan beratap lebar. Pengunjung dapat naik ke bagian atas melalui tangga besi dan menyusuri kanopi besi yang lega sambal menatap pemandangan menarik di bawahnya. Inilah situs penggalian pemukiman kuno Majapahit. Sisa-sia batu bata dibiarkan apa adanya seperti setengah terbuka dari tanah yang pernah menimbunnya. Meskipun tinggal puing-puing, situs itu dengan jelas menunjukkan petak-petak rumah yang tersusun rapi dengan jalan-jalan yang pastinya dulu tertata asri. Kitab Negara Krtgama karya Prapanca menggambarkan deretan rumah-rumah itu dengan jelas. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
Informasi yang mengesankan di Museum Trowulan bisa menjadi pengantar yang menarik sebelum menyusuri situs-situs Trowulan lainnya semacam Candi Wringin Lawang, Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Brahu dan Makam Ratu Campa. Tetapi bukan berarti membuat pencarian lebih mudah karena reruntuhan bangunan tersebar diantara pemukiman padat. Pengunjung harus sering bertanya untuk menemukan situs yang dicarinya. Apalagi bagi pengunjung pemula seperti saya yang hanya berbekal semangat dan rasa ingin tahu yang besar. Untunglah penduduk lokal siap membantu memberikan informasi. Cara paling mudah dan murah untuk “mencari” Trowulan adalah dengan motor seperti yang saya lakukan bersama teman dari Malang. Motor lebih kecil daripada mobil sehingga lebih lincah menyusuri jalanan kecil dan gang-gang sempit di Trowulan.
Candi Jawi
Candi-candi Bajang Ratu dan Wringin Lawang yang sejatinya adalah pintu-pintu masuk Kota Raja Majapahit itu untungnya bukan berada di pemukiman padat, melainkan tersembunyi di hamparan kebun tebu yang luas. Candi-candi yang dahulunya dilengkapi dengan pintu-pintu besar dari besi berukir itu terlihat tetap kokoh dan menakjubkan. Terutama jika kita mengunjunginya di pagi hari yang berkabut. Kabut tipis yang menyelimuti candi memberikan kesan mistis seperti membawa kita kembali ke masa-masa ketika kota agung itu riuh dengan kesibukan penduduknya. Tak heran banyak yang memanfaatkan pintu gerbang Majapahit yang terbuat dari batu bata itu sebagai lokasi pemotretan. Sejak tahun 1815 candi ini dikenal dengan nama Gapura Jatipasar. Nama Wringin Lawang berasal dari dua pohon beringin yang mengapit bangunan ini. Tinggi bangunan 5,5 meter. Kini di sekitarnya juga dihiasi taman-taman yang luas, tempat parkir dan pos jaga dan dilengkapi dengan jalan setapak yang tertata rapi dan bersih. Sayang tak banyak informasi dan buklet yang menjelaskan tentang candi-candi tersebut selain keterangan pada papan kayu.
Candi Bajang ratu
Candi Wringin Lawang
Untuk mencapai Candi tikus, pengunjung harus melintasi jalanan kampung yang berliku-liku diselingi pemukiman dan kebun tebu. Dari sisi jalan, candi itu terlihat jelas. Candi Tikus yang konon memperoleh namanya dari banyaknya sarang tikus saat ditemukan pada tahun 1914, merupakan pemandian berbentuk kolam segi empat. Khas dengan bangunan dari batu bata merah dan batu kali, candi ini sekaligus menegaskan pergeseran arsitektur Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada tangga yang mengantar pengunjung ke kolam air. Bangunan Candi Tikus menyerupai kolam dengan beberapa bangunan di dalamnya. Hampir seluruh bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 x 28,25 meter. letaknya yang lebih rendah sekitar 3,5 meter dari permukaan tanah sekitarnya. Di bagian tengah kolam terdapat menara yang dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil melambangkan gunung. Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran berbentuk bunga teratai dan makara.
Candi Tikus
Candi Brahu terletak di sisi jalan diantara hamparan sawah. Bentuknya seperti genta raksasa dari batu bata. Brahu diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu. Bangunan megah setinggi 20 meter ini dihiasi dengan taman asri yang dipenuhi pepohonan rindang. Salah satunya adalah pohon maja yang konon menjadi cikal bakal nama Majapahit. Di dekat situs Brahu terdapat situs candi lainnya yang belum selesai dipugar. Batu-batunya masih terkumpul dalam bangunan bertiang tanpa dinding. Sayang atap-atapnya mulai berlobang di sana-sini. Tak banyak keterangan tentang reruntuhan candi itu. Tetapi menilik kompleknya yang luas, tentulah dahulu bangunannya cukup megah apalagi berdekatan dengan kompleks Candi Brahu. Kini di depannya, persawahan membentang dengan jalan beraspal yang teduh oleh pepohonan. Dalam situs Trowulan kita dapat mengunjungi beberapa tempat lainnya seperti Makam Putri Campa yang berasitektur Islam, situs watu umpak, Candi Minakjinggo, Sitinggil, Candi Jedong dan Makam Troloyo. Mungkin masih banyak lagi reruntuhan bangunan yang masih terkubur di ladang, sawah, pekarangan dan rumah penduduk karena setiap saat penemuan baru selalu terungkap.
Candi Brahu
Rasanya tak akan cukup sehari mengunjungi Trowulan. Namun, mengunjungi tempat ini merupakan tantangan tersendiri. Alih-alih disuguhi kompleks luas yang steril dari pemukiman modern, kita seakan harus “mencari” sisa-sisa masa lalu diantara tumpukan jerami perumahan yang riuh yang kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Trowulan.
December 20, 2017
Dunia Hobbit yang Lain
Hobbit versi J.R.R. Tolkien. Sumber: designstack.coSama dengan manusia kerdil dari Liang Bua yang menghuni perut bumi (baca: goa), Hobbit Tolkien juga tinggal di dalam tanah. Tepatnya mereka menggali bukit dan membuat rumah di dalamnya. Tapi ternyata bukan hanya itu kesamaan hobbit flores dan hobbit dari Dunia Tengah (baca: dunia fantasi Tolkien). Banyak kesamaan yang lain yang dituangkan Almarhum Mike Morwood dan Penny van Oosterzee dalam Buku The New Human. Morwood adalah salah satu anggota tim yang menemukan Homo Floresnis. Tolkien menceritakan sebuah dunia yang dipenuhi oleh ras manusia, elves, dwarf, troll dan berbagai binatang fantasi seperti naga, gajah bergading empat, hyena tunggangan, dan lain-lain. Di Flores purba ternyata juga ada gajah. Uniknya gajahnya bukan gajah raksasa, melainkan jenis stegodon yang sama kerdilnya dengan manusia kerdil Liang Bua. Stegodon yang gadingnya atau disebut bala hingga kini masih dipakai sebagai mas kawin di Flores, mengerdil di Flores.
Kawanan gajah dalam film Lord of The Ring, lanjutan The Hobbit. Sumber: WingNut Films and The Saul Zaentz Company
Perburuan gajah kerdil flores. Sumber: Mauricio Anton.Dalam The Hobbit, Tolkien menceritakan Smaug, naga raksasa terbang penjaga harta karun yang setiap saat mengancam desa-desa di sekitar istananya dengan semburan apinya. Di Flores, para manusia kerdil juga harus selalu hati-hati kalau tidak mau jadi mangsa naga. Ya memang ada naga yang tidak kalah hebatnya dengan Smaug. Naga yang mereka hadapi adalah naga komodo! Bagi para manusia kerdil, komodo sepanjang 2 meter pastilah sangat besar dan menyeramkan.
Smaug, naga penjaga harta karun. Sumber: wikipedia
Komodo dan Homo floerensis. Sumber: Mauricio Anton.Tolkien menceritakan bagaimana penyihir Gandalf bersahabat dengan para elang raksasa. Di Flores, burung raksasa juga pernah hidup. Memang bukan elang, tapi bangau tontong raksasa. Para bangau pemakan bangkai itu bersaing dengan Homo floresiensis yang sama-sama juga mengincar bangkai binatang yang ditinggalkan predator. Menurut Thomas Sutikna dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang merupakan anggota tim penemu Homo floresiensis , bangau itu tingginya 170-180 sentimeter dengan bobot 16 kilogram.
Elang raksasa a la Tolkien. Sumber: Darrell Sweet.
Bangau raksasa era Hobbit Flores. Sumber: google.co.idPara Homo floresiensis juga harus bersaing dengan manusia biasa. Persaingan yang mungkin melenyapkan para manusia kerdil Flores sekitar 50.000 tahun lalu, mungkin terawetkan dalam cerita rakyat tentang Ebu Gogo kendati mungkin Homo Floerensis telah punah terlebih dahulu sebelum kedatangan manusia modern. Ebu Gogo adalah manusia kerdil yang suka mencuri bayi manusia. Makluk ini digambarkan tinggal di dalam goa, tempat yang sama tempat ditemukan fosil-fosil Homo Florensis.
Berbagai binatang di Flores purba. Sumber: www.pasttime.org.
Keunikan makluk-makluk di Flores memang bukan tanpa alasan. Pulau Flores tak pernah terhubung dengan pulau atau daratan lain sehingga membuat isolasi geografis yang mempengaruhi evolusi makluk-makluk yang mendiaminya. Banyak mamalia berukuran kecil tumbuh menjadi besar, sedangkan mamalia berukuran besar menjadi lebih kecil. Misalnya tikus yang panjangnya mencapai 40 sentimeter Tanpa kehadiran mamalia karnivora, burung dan reptil tidak menghadapi persaingan ketat dalam mencari makanan sehingga beberapa spesies tumbuh menjadi raksasa. Bayangkan dunia yang dipenuhi manusia biasa dan manusia kerdil yang berburu gajah kerdil dan tikus raksasa dengan tombak batu dan mengusir kadal raksasa dan bangau raksasa dengan api. Pasti sebuah dunia hobbit yang tak kalah mengagumkan dengan “Dunia Tengah” nya Tolkien.
October 18, 2015
Animasi Rusia menglobal bersama Masha and the Bear
Sumber: russian-crafts.comKonon pada zaman dahulu di pedalaman Rusia tinggalah dua pasang suami istri renta bersama cucu kesayangan satu-satunya, seorang bocah perempuan bernama Masha. Suatu hari Masha pun pergi mencari jamur bersama teman-temannya ke hutan. Tetapi malang, ia terpisah dari teman-temannya. Si kecil Masha akhirnya menemukan sebuah pondok kayu. Di pondok itu tinggal seekor beruang merah yang besar yang melarangnya keluar rumah dan memaksanya mengurus segala keperluan rumah tangganya.Suatu hari ia meminta beruang mengantarkannya makanan ke kampung untuk kakek dan neneknya. Setelah kue itu sampai di rumah kedua kakek dan neneknya, ia berjanji kembali ke pondok hutan. “Hutan ini berbahaya. Lebih baik aku yang mengantarkan makanan ke rumahmu,” kata beruang. Justru itulah yang diinginkan Masha. Ia menyiapkan sebuah keranjang besar dan mengisinya dengan kue buatannya yang lezat dan buah berangan. “Jangan pernah memakan kue dan buah berangan selama di perjalanan. Saat kau pergi, aku akan memanjat pohon yang tinggi sekali dan mengawasimu dari kejauhan,” pesannya. Beruang setuju. Tetapi saat beruang akan pergi, diam-diam Masha masuk ke dalam keranjang dan menutupi dirinya dengan kue dan buah berangan.Begitu sampai di depan rumah kakek dan nenek, beruang meletakkan keranjang besar itu di depan pintu dan mulai mengetuk pintu. Tetapi anjing piaraan mereka mengejarnya, hingga beruang lari ketakutan ke dalam hutan, meninggalkan keranjang. Saat akhirnya kakek dan nenek Masha keluar, mereka menemukan cucunya keluar dari dalam keranjang dengan selamat.
Beda media beda cerita
Dongeng Rusia ini sangat terkenal di negerinya. Tapi kini bentuk lain dari dongeng ini pun mulai mendunia. Ya, film animasi Masha and The Bear atau dalam versi aslinya Маша и Медведь, kian digandrungi. Kedua tokohnya, si gadis kecil Masha dan beruang merah memang dicomot dari dongeng tenar itu. Hanya saja dalam versi kartunnya, Masha digambarkan sebagai gadis kecil yang lincah tapi sok tahu. Ia tidak disekap di pondok beruang, tetapi sering mengunjunginya. Sebaliknya, beruangnya pun bukan beruang ganas, tetapi digambarkan sebagai sosok yang penyabar dan baik hati. Kunjungan Masha seringkali merepotkan beruang karena menimbulkan kekacauan. Tetapi Masha membuat hidup beruang menjadi lebih berwarna.
Sumber: www.pinterest.comTokoh lain yang sering muncul adalah dua serigala yang tinggal di sebuah caravan rusak, kelinci yang suka menyatroni wortel milik beruang, tupai serta binatang ternak milik Masha. Selain itu berbagai bintang tamu juga muncul seperti saudara kembar Masha, panda, penguin, harimau sahabat lama beruang dan seekor beruang betina yang ditaksir oleh Bear. Kelucuan dan kepolosan Masha menjadi tema sentral cerita Masha and The Bear. Ciri khasnya adalah ucapannya di setiap episodenya: “Come Play With Me!”. Lalu larilah para penghuni hutan terbirit-birit menghindari kejahilan Masha. Masha dalam bahasa Russia merupakan panggilan kecil dari Maria yang merupakan nama umum yang digunakan di sana. Ide animasi ini digagas oleh trio Andrei Dobrunov, Oleg Kuzovkov, dan Dmitry Loveiko. Menurut produsernya, animasi ini sebenarnya sebuah metafora tentang bagaimana anak-anak berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaimana orang dewasa dapat mendampinginya.
Duta kebudayaan RusiaMasha and the Bear diproduksi oleh Animaccord Studios yang didirikan pada tahun 2008. Teknik animasinya tak kalah luwes dengan animasi-animasi masa kini. Tapi mungkin yang menjadi rahasia kesuksesannya adalah muatan lokal rusianya yang kental. Kisah Masha, pakaian Masha yang merupakan pakaian tradisional Rusia, lokasi dan pemakaian beruang merah yang nota bene menjadi lambang tak resmi negara Rusia semakin membuat kesan Rusia mengental. Penulisnya juga menambahkan latar belakang beruang sebagai mantan anggota sirkus. Di Rusia, beruang merah memang sering dipakai dalam pertunjukkan sirkus. Tokoh binatang lainnya seperti harimau Siberia, serigala, dan kelinci memang benar-benar ada di Rusia. Tetapi pembuatnya memasukkan juga binatang-binatang non rusia yang menjadi bintang tamu seperti penguin dan panda. Tak pelak lagi, film animasi ini pun menjadi duta kebudayaan Rusia.
Dengan cepat bocah TK hiperaktif dan teman beruangnya yang penyabar berhasil merebut hati pemirsa. Tak kurang dari 92 stasiun televisi kini memutarnya termasuk jaringan Cartoon network, France Television, KIKA, Sony Music dan NBC Universal. Di YouTube, film ini menduduki ranking ke- 20 dalam daftar saluran yang paling popular pada tahun 2014 dan telah ditonton lebih dari 2,5 juta kali. Begitu terkenalnya seri ini hingga Vitaly Sherman, seorang pengusaha keturunan Rusia, memberanikan diri membuka restoran yang dinamai sama dengan seri film animasi ini. Dua minggu setelah dibuka, restoran ini mengangguk sukses besar mempromosikan makanan tradisional Rusia.
Sumber: www.funnypicx.xyzKarakteknya dipilih oleh Panini Group, perusahaan stiker terkenal, sebagai karakter saat mereka meluncurkan album stikernya di Rusia dan Ukraina. Kini Masha and The Bear termasuk 3 brand pra-sekolah paling kondang di Eropa Tengah dan Timur dan salah satu lisensi paling dicari di dunia. Saat ini sudah ada 100 lisensi yang tercatat yang mencakup 50 buah produk, termasuk beberapa produk Ferrero seperti Kinder Surprise, Kinder Mix, Kinder Pingui dan Nutella. Produk lainnya termasuk DVD, games, mainan dan bahkan kosmetik. Perusahaan Amerika juga tak ketinggalan membeli lisensinya melalui Ink Brands. Pada tahun 2012, telah diterbitkan 4 juta buku dan 850 majalah. Itu juga belum termasuk produk bajakan yang beredar di pasaran. Jampi Masha and the Bear memang terbukti manjur!
Kesuksesan animasi Masha and the Bear merupakan sebuah pencapaian luar biasa dari sebuah negara yang jarang dianggap penting dalam percaturan perfilman dunia. Maklumlah, jika berbicara tentang animasi yang selalu muncul lebih dulu di benak kita pastilah Amerika dengan Disney-nya atau Jepang. Rusia sama sekali tak masuk hitungan. Masha and The Bear diluncurkan pertama kali pada tahun 2009 di televisi Rusia, Rossiya 1. Sasarannya adalah anak-anak yang berumur 3-9 tahun. Pengisi suara aslinya Alina Kukushkina. Nada khasnya adalah “Ahaa” sebelum Masha melakukan tindakan-tindakan lucu yang menjengkelkan. Ketika diputar dan disulihbahasakan dalam Bahasa Inggris, pengisi suaranya diganti oleh Elsie Fisher yang pernah mengisi suara menggemaskan si Agnes dalam film Depicable Me. Beruang yang dalam Masha digambarkan tidak bisa berbicara tetapi hanya berdehem, disuarakan oleh Boris Kutvenich.
Tonggak sejarah animasi Rusia
Masha and the Bear menandai kebangkitan animasi Rusia. Yang membanggakan pada tahun 2015, film ini memenangkan Kidscreen Award sebagai film animasi terbaik dalam kategori bakat kreatif, menjadikannya film animasi Rusia pertama yang memenangkan penghargaan tersebut. “Penghargaan ini membuktikan bahwa animasi Rusia telah naik kelas ke level yang lebih tinggi,” ujar Dimitri Leveiko. Leveiko yang kegirangan menyamakan penghargaan ini seperti Oscar untuk film anak-anak. Tambahan lagi, Masha and The Bear sekaligus mengungkapkan sisi lain Rusia yang selama ini terlanjur dipersepsikan sebagai negara tertutup dan penuh rahasia. Masha and The Bear telah membukakan mata dunia bahwa Rusia bukanlah negeri yang muram dan menakutkan. Masha telah membuktikan bahwa dongeng dan bakat lokal pun bisa mengglobal jika dituntun oleh kreativitas segar dan teknologi. Kapan giliran kita?
August 17, 2015
Dongeng 1001 Malam, Cerita Awalnya Tak Sampai 1001 Buah
Sumber: http://oldchildrensbooks.tumblr.com/p...Kisahnya diawali oleh Scheherazade, Putri perdana menteri Persia yang dipersunting oleh Raja Shahryar. Sialnya bukannya menemukan kebahagiaan, keselamatan terancam karena sang raja punya tabiat mematikan, menghukum mati istrinya setelah malam pertama pernikahan sebagai balas dendam karena pernah dikhianati oleh istri pertamanya. Sudah puluhan wanita yang menjadi korban kebiadaban sang raja. Untunglah Scheherazade bukan hanya cantik, tetapi juga cerdas. Untuk mengulur waktu agar sang raja tak membunuhnya, perempuan cerdik ini selalu mengisahkan kisah menarik setiap malam. Kisahnya selalu bersambung setiap malam hingga 3 tahun atau 1001 malam. Sang raja akhirnya begitu tertarik dengan ceritanya hingga mengurungkan niatnya untuk membunuhnya. Kumpulan cerita Scheherazade inilah yang kelak dikenal sebagai Kisah 1001 Malam.Menilik nama tokohnya, mungkin dongeng ini berasal dari Persia atau India. Asal muasal ceritanya sendiri dapat ditelusuri kembali dari Arab, Persia, Mesopotamia, Mediterania, Mesir hingga India. Beberapa cerita binatang dalam 1001 malam dipengaruhi oleh Kisah Pancatantra dan Jataka dari India. Cerita-cerita dalam dongeng ini bertema cinta, puisi, kisah berlatar belakang sejarah, fantasi dan sihir. Ironisnya di Timur Tengah, dongeng itu masih kalah tenar dibandingkan puisi. Kalau saja tak ada yang memperkenalkannya ke dunia luar, mungkin dongeng-dongeng itu tetap tinggal sebagai dongeng para saudagar dan pengelana padang pasir.
1001 malam a la Perancis
Antoine Galland. Sumber: http://images.fineartamerica.comPada tahun Antoine Galland, seorang sarjana Perancis, menterjemahkan The Tale of Sindbad the Sailor di Istambul selama tahun 1690-an dan 1701 ke dalam Bahasa Perancis. Segera setelah menyelesaikan karyanya, Galland berkenalan dengan sejarawan asal Suriah yang memperkenalkannya dengan naskah Arab, Alf Laylah wa Laylah. Kolaborasi itu diterbitkan dalam 12 volume seri buku. Dalam Bahasa Perancis, serinya dikenal sebagai Les mille et une nuits . Kedua belas volumenya terbit antara tahun 1704 hingga 1717. Inilah terjemahan pertama 1001 malam di Eropa. Karya sastra ini sekaligus membuka mata pembaca Eropa pada sastra Arab yang cemerlang. Sebelumnya, dunia sastra Arab sama sekali tak dikenal di Eropa. Ketertarikan Galland pada sastra Arab dimulai ketika ia mempelajari Sastra Latin, Yunani, dan Arab di Paris. Pada tahun 1670, Galland ditugaskan di Kedubes Perancis di Istambul, Turki. Pengalaman itu membukakan jalan bagi petualangan penterjemahan karya sastra Arab. Cerita-ceritanya kelak menginspirasi banyak penulis Barat seperti Voltaire, Samuel Taylor Coleridge, Edgar Allan Poe, Charlotte Bronte, Jorge Luis Borges, Salman Rushdie dan AS Byatt. Aladin dari CinaMeskipun dikenal sebagai 1001 malam, awalnya jumlah ceritanya tak lebih dari 200 cerita. Galland menambahkan cerita kisah Sinbad yang sebelumnya diterjemahkannya. Ia juga diam-diam memasukkan cerita yang lain ke dalam terjemahannya. Aladin yang secara salah kaprah kita anggap sebagai cerita asli 1001 malam, belakangan diketahui cerita tambahan. Tokoh ini pun bukan berasal dari Irak seperti yang selama ini kita kenal. Tokohnya memang muslim dan bernama mirip Arab, tapi latar belakang aslinya sebenarnya adalah Cina. Versi ini jauh berbeda dengan versi film Disney yang kadung menjadi mendunia. Bahkan Puteri Jasmine yang kita kenal, sebenarnya nama aslinya adalah Badroulbadour. Artinya bulan purnama. Mungkin kisah Aladin berlatar belakang komunitas muslim di Cina. Hal ini tak mengejutkan karena cerita 1001 malam lainnya dulunya memang dituturkan dari mulut ke mulut oleh para pedagang di sepanjang jalur sutera. Para penuturnya mungkin mengumpulkan ceritanya atau saling bertukar cerita dengan penutur lainnya di sepanjang perjalanan dagangnya dari Persia, Mesir, India hingga ke Cina. Mungkin juga cerita aslinya diubah latar belakangnya sesuai dengan asal muasal penuturnya. Banyak yang percaya kisah Aladin bersetting Turkestan (kini masuk wilayah Provinsi Xinjiang, Cina) yang memang dihuni oleh mayoritas muslim.
Aladdin dan Lampu Wasiat. Sumber: WikipediaSelain Aladin dan Sinbad, Galland juga menambahkan cerita tenar lainnya yang keburu kita yakini sebagai cerita 1001 malam tulen. Kisah Ali Baba dan 40 penyamun sebenarnya cerita yang ditambahkan ke cerita 1001 malam oleh Galland. Sialnya justru versi Perancis inilah yang kita kenal sebagai dongeng 1001 malam yang asli. Galland mengaku pada tahun 1709 ia berkenalan dengan Hanna Diab, seorang Pendeta Kristen Maronit dari Allepo, Damaskus, Suriah. Dari Diab, Galland mendapatkan empat belas cerita baru. Sayangnya pengakuan Galland tak digubris sebagian ilmuwan yang lebih percaya Galland-lah yang sebenarnya yang mengarang cerita tambahan itu. Untunglah ada yang membelanya. John Payne dalam bukunya, Aladdin and the Enchanted Lamp and Other Stories (London 1901), percaya Galland mendapatkan cerita itu dari Diab. Di Bibliothèque Nationale di Paris juga ditemukan dua naskah Arab yang memuat cerita Alladin. Satu naskah ditulis oleh Dionysios Shawish atau Dom Denis Chavis, seorang pendeta dari Suriah. Lainnya merupakan Salinan yang dibuat oleh Mikhail Sabbagh yang aslinya ditulis di Baghdad pada tahun 1703. Naskah itu dibeli oleh Bibliothèque Nationale pada akhir abad ke Sembilan belas. Tapi peneliti lainnya seperti Muhsin Mahdi dan Husain Haddawy menuduh kedua naskah tersebut sebetulnya adalah terjemahan tulisan Galland ke Bahasa Arab. Mana yang benar? Tak ada yang tahu.Yang jelas, terjemahan Galland membuka jalan bagi penterjemahan karya sastra ini ke berbagai bahasa. Penterjemah 1001 malam yang paling terkenal mungkin Richard Francis Burton. Burton menerbitkan terjemahannya 200 tahun setelah Galland. Hanya saja, terjemahan Burton diterbitkan di kalangan terbatas karena materinya dinilai terlalu erotis. Sisi erotis ini bisa dipahami karena sebelumnya Burton sempat menterjemahkan buku erotis legendaris lainnya, Kama Sutra. Sayangnya di era Victoria, tak ada ruang bagi erotisme yang lebih dianggap sebagai ketidaksenonohan. Akhirnya Burton pun mencetak bukunya secara terbatas dengan bantuan Kama Shastra Society. Yang menonjol adalah catatan kaki Burton yang menggambarkan pengetahuannya yang luas tentang budaya dan sastra Timur Tengah. Berbeda dengan Lane yang melembutkan bahasa dalam terjemahannya, Burton tak hanya menceritakan ulang 1001 malam apa adanya, melainkan juga memberikan pengantar tentang dunia Timur Tengah yang kaya. Reputasinya sebagai penjelajah Eropa yang mengunjungi Mekah dan Afrika memang tak diragukan lagi.Tahun 1835 Muhammad Ali, pemimpin Mesir menerbitkan naskah versi Mesir. John Payne menerbitkan versinya pada tahun 1882 dan Andrew Lang pada tahun 1897. Dalam versi Inggris, judulnya menjadi Arabian Nights. Mungkin karena mereka mengadaptasinya dari naskah Arab, sama seperti yang dilakukan oleh Galland. Sialnya ternyata versi yang diperoleh Galland adalah satu dari sekian versi Arab yang ada. Selain versi Arab, ada juga versi India dan Mesir. Semuanya dianggap sebagai naskah “asli”. Memang kecap selalu nomor satu. Pada tahun 1300 hingga 1700-an cerita 1001 malam memang sudah dikenal luas di Timur Tengah termasuk di Kairo, tempat naskahnya ditulis ulang dan menjadi dasar dari versi 1001 malam selanjutnya. Karena berasal dari versi yang berbeda, maka cerita-cerita setiap penterjemah nampak agak berbeda. Tetapi yang jelas mereka sama sekali tak mempersoalkan kelakuan Galland yang dengan entengnya menambahkan cerita dari luar cerita aslinya ke dalam terjemahannya. Buktinya, mereka masih menyertakan cerita Ali Baba dan 40 penyamun dan Aladin ke dalam terjemahannya.
Tambah 1001 ceritaJadi mana naskah yang asli? Sulit menentukannya. Naskah versi Persia sebelum era Arab dikenal sebagai Hazar Afsana yang berasal dari abad ke 8 hingga 9 Masehi. Mungkin naskah aslinya lebih tua lagi. Yang jelas, saat itu ceritanya berjumlah 200 buah, bukannya 1001. Sayangnya naskah ini lenyap tak berbekas. Pada abad ke 10 hingga 12 banyak unsur Arab yang ditambahkan pada cerita aslinya hingga kemudian menggantikan hamper seluruh cerita aslinya. Latar belakang Persia digantikan dengan latar belakang Arab, terutama Irak dengan Bagdad-nya. Maka munculah versi dongeng Bagdad dengan Sultan Harun Al-Rasyid (786-890), Perdana Menteri Jafar dan Abu Nawas. Tokoh-tokoh nyata tersebut yang ditambahkan untuk memperkuat latar belakang Irak saat cerita itu ditulis ulang, sebenarnya tak ada kaitannya sama sekali dengan 1001 malam. Yang jelas, dengan penambahan itu, ceritanya meningkat menjadi 300 buah. Saat itulah mungkin Alf Laylah wa Laylah ditulis di Suriah. Naskahnya ditemukan di Kairo pada tahun 1947.
Ketika 1001 malam semakin kesohor, para penutur berikutnya seperti memburu tugas suci, “menambahkan ceritanya hingga sesuai dengan judul aslinya, yaitu 1001 cerita. Tahun 1825 hingga 1843, Maxmillian Habicht menerbitkan 8 volume 1001 Malam dalam Bahasa Arab dan Jerman. Penulisnya, Murad Al-Najjar, menambahkan cerita-cerita yang lain hingga jumlahnya kini benar-benar menjadi 1001 buah. Ternyata cerita ini tidak hanya tentang cerita 1001 malam saja, tetapi dirajut dari 1001 sumber berbeda. Tak heran tak ada satupun negeri yang berhak mengklaim sebagai negeri asal muasal 1001 malam karena kisah ini sebenarnya dirajut dari berbagai tempat yang berbeda.
June 8, 2015
Monyet Patas Secepat Patas
Sumber: http://www.planet-mammiferes.orgNamanya memang monyet patas. Tapi memang si monyet benar-benar patas diantara primata lainnya, mirip bus patas. Inilah primata tercepat di dunia. Seekor monyet patas (Erythrocebus patas) dapat berlari dengan kecepatan 55 kilometer per jam. Bandingkan dengan juara Olimpiade 100 meter yang hanya mampu mencapai kecepatan 36-37 kilometer per jam! Uniknya, monyet ini bukan berlari dengan menggunakan telapak kakinya, tetapi dengan jari-jarinya. Bukan tanpa alasan mereka berlari. Berlari adalah cara terbaik untuk menghindar dari binatang buas. Maklum saja, mereka menjadi incaran binatang buas seperti singa, macan tutul, cheetah, anjing hutan, dan hyena. Mereka akan berlari hingga menemukan pohon untuk memanjat. Tentu saja hal itu tidak berlaku jika mereka diburu macan tutul yang juga piawai memanjat.
Monyet ini memang dilahirkan sebagai pelari. Badannya ramping dan kakinya panjang sedangkan jari-jarinya pendek. Saat tidak berlari warnanya yang kemerahan sangat sulit dibedakan dengan rerumputan savana kering. Ada 4 sub-spesies monyet patas yaitu Erythrocebus patas baumstarki, Erythrocebus patas patas,Erythrocebus patas pyrrhonotus, dan Erythrocebus patas villiersi. Monyet ini dikenal juga sebagai monyet militer, monyet hussar dan monyet merah. Monyet ini termasuk keluarga guenon.
Meskipun menjadi incaran banyak binatang buas, manusialah ancaman utamanya. Bencana paling besar yang dihadapinya adalah kehilangan tempat tinggal. Akibat praktek pertanian yang berlebihan dan penggembalaan ternak, hutan dan savana meranggas berubah menjadi gurun. Monyet ini pun kehilangan nafkah dan kehidupannya. Populasinya menurun tajam terutama di Kenya dan Tanzania. Di Kenya, populasinya turun 46% sejak tahun 1995.
Untuk menghindari ditangkap binatang buas, monyet ini memilih memakan makanan yang dipetiknya di tempat yang aman. Ia berusaha berada di tempat makanan secepat mungkin, monyet ini dapat menyimpan makanan di dalam pipinya yang menggembung. Di tempat yang dirasanya aman, barulah makanan itu dikeluarkan dan dimakannya sambil “leyeh-leyeh” di atas pohon. Kebiasaannya memang bersandar di pohon sambil mengangkat kakinya. Pas sudah santainya. Meskipun penjelajah daratan, pohon tetaplah tempat yang paling aman. Setidaknya untuk sementara waktu. Agar tidak ditemukan binatang mangsa, monyet patas membatasi tidur di tempat yang sama dua kali. Selebihnya mereka harus pindah pohon. Kalau tidak, binatang buas akan mengetahui pohon favoritnya dan diam-diam mengintainya di sana. Duh susahnya jadi monyet patas!
Monyet penariMereka dijuluki juga monyet penari karena selalu melompat-lompat jika bersemangat. Penyebaran di savana dan hutan bersemak mulai dari Afrika Barat, Kenya, Ethiopia dan Tanzania. Sebagian binatang ini hidup berbatasan dengan Gurun Sahara yang gersang. Binatang ini memang tahan hidup di tempat yang kering. Tetapi ada juga yang hidup di pinggiran sungai seperti Sungai Senegal. Pada umumnya mereka menghindari daerah yang berpohon lebat. Alasannya, justru di daerah seperti itulah mereka gampang diincar binatang buas. Di hutan, monyet ini tidak dapat memanfaatkan ketrampilannya yang utama…yaitu berlari cepat! Ia akan tersuk-suruk menabrak pohon.
Selain suka berlari, mereka juga memainkan tarian yang mirip dengan gerakan melenting-lentingkan badannya saat musim kawin. Maklumlah tubuhnya memang ringan. Paling berat badannya hanya 13 kilogram. Binatang ini hidup berkelompok. Dalam satu kelompok ada satu jantan dewasa, beberapa betina (biasanya 10 hingga 34 ekor) dan anak-anak. Sumber:trevor247.files.wordpress.com
Jika ada bahaya mengancam, jantanlah yang bertugas memberikan peringatan kepada kelompoknya dengan teriakan keras. Betina mulai berbiak pada umur 2,5 tahun. Masa akhil balik jantan lebih lambat 1-2 tahun daripada betinanya.Seekor bayi monyet dilahirkan setelah berada dalam kandungan selama 167 hari. Biasanya pada Bulan November dan Januari. Bayinya berwarna hitam saat dilahirkan dan perlahan menyerupai warna induknya setelah berumur 2 bulan. Mungkin warna hitam itu agar tidak mudah ditemukan oleh binatang buas yang seIalu mengincarnya. Induk menyusui bayinya sampai berumur 6 bulan.
Anak-anak betina tetap tinggal bersama kelompoknya sepanjang hidupnya, sedangkan yang jantan keluar dari kelompok untuk membentuk kelompoknya sendiri atau hidup menyendiri. Uniknya saat bertarung dengan kelompok lain, betina dan anak-anak lebih aktif daripada jantan dewasa. Jantan hanya berteriak riuh mengusir saingannya sedangkan betina lebih agresif mengusir lawannya. Tetapi jika yang mendekat binatang buas lain lagi ceritanya. Monyet akan berteriak keras memperingatkan yang lain agar segera angkat kaki dari TKP. Hebatnya mereka punya teriakan yang berbeda untuk setiap jenis binatang buas! Semacam ring tone alami yang unik.
Monyet ini adalah pemakan segala. Bagian-bagian tumbuhan akasia menjadi santapan utamanya. Menu lainnya buah, umbi, kadal dan serangga. Mereka juga makan getah tumbuhan. Untuk mendapatkan makanannya, monyet-monyet ini harus menempuh perjalanan yang panjang. Delapan puluh lima persen makanannya diambil di permukaan tanah. Biasanya mereka berjalan sampai jarak 0,5 hingga 14,5 kilometer per hari. Karena kegemarannya pada buah, monyet ini menjadi penyebar biji yang efektif. Biji tumbuhan yang jatuh bersama kotorannya akan tumbuh di tempat ia menjelajah sehingga tersebar patnya makan.
Sumber: http://www.factzoo.com/
Meskipun demikian, tak semua bisa menghargai jerih payahnya. Para petani memusuhinya mati-matian karena di dekat daerah pertanian, monyet ini suka menggasak tanaman seperti pisang, nanas, dan bahkan bunga kapas. Padahal bagi sang monyet tanaman itu tak ada bedanya dengan tanaman liar lainnya yang tumbuh di savana.
Para penggemar daging juga suka menangkap dan menyantapnya. Daging monyet ini bahkan dijual di pasar-pasar lokal. Rata-rata 1000 ekor monyet ditangkap setiap tahunnya untuk memuaskan selera para penggemar “daging hutan”. Tak heran monyet patas semakin langka. Kini monyet ini dilindungi di beberapa suaka dan taman nasional. Paling tidak ada 18 taman nasional dan 11 suaka alam yang melindungi kehidupan monyet cepat ini. Di Kenya, populasi monyet yang terbesar terdapat di Laikipia. Di tempat ini, Yayasan Zeitz melakukan kegiatan pelestarian monyet patas. Tanpa perlindungan, kepunahannya akan berlangsung secepat larinya!
April 26, 2015
Beruang Andes Inspirasi Beruang Paddington yang Kalah Tenar
Moncong pendek Uniknya, beruang ini adalah satu-satunya jenis beruang yang hidup di Amerika Selatan. Dia juga satu-satunya jenis beruang yang tersisa dari kelompok beruang moncong pendek dari subfamili Tremarctinae. Beruang moncong pendek yang terbesar pernah menghuni daratan Amerika. Mamalia purba ini bermigrasi dari Amerika Utara ke Selatan pada 12.500 tahun yang lalu. Binatang ini adalah salah satu jenis beruang terbesar yang pernah hidup. Sepupu lainnya adalah beruang kaca mata Florida yang juga telah punah. Dibandingkan beruang lainnya, wajah beruang peru lebih membulat dan moncongnya lebih pendek. Namanya juga beruang moncong pendek. Bandingkan dengan moncong beruang madu atau beruang grizzly yang panjang dan pipih. Moncong yang pandek ini merupakan adaptasi sebagai predator ganas agar rahangnya lebih kuat menggigit mangsanya. Tapi beruang kaca mata lebih banyak makan bagian tumbuhan dibandingkan jenis beruang moncong pendek lainnya. Adaptasi ribuan tahun terhadap lingkungannya yang basah dan lembab telah mengubahnya menjadi lebih kalem dan penyuka tumbuhan. Masyarakat lokal mengenalnya sebagai ukuku atau jukumari. Beruang ini jago memanjat dan suka menghabiskan waktunya di atas pohon. Ia bisa memanjat pohon yang tingginya sampai 25 meter dengan bantuan cakar-cakarnya yang panjang dan melengkung. Ketrampilannya panjat pohon ini diperlukan karena makanan utamanya adalah tumbuhan bromeliad dan tumbuhan epifit lainnya yang gurih dan renyah. Epifit tumbuh menumpang di pepohonan yang tinggi untuk mendapatkan sinar matahari. Jadilah sang beruang bersusah-susah dahulu memanjat pohon untuk memanen makanan kesukaannya. Anehnya, sesampai di atas pohon, dia bukannya langsung makan, melainkan memotong tanaman itu dengan cakarnya yang tajam dan menjatuhkannya ke tanah. Di tanah, barulah tanaman itu dikupas untuk dimakan hatinya yang lunak. Nyam..nyam…nyam. Maknyus rasanya.
Di atas pohon juga, beruang ini suka leyeh-leyeh di saat siang hari bolong. Untuk menambah kenikmatannya, dia membuat semacam sarang darurat sederhana dari ranting-ranting dan daun-daunan yang diratakan dengan badannya yang berat. Tetapi beruang jarang tidur di sarang itu. Di malam hari, dia lebih suka tidur di bawah pohon. Maklumlah beruang ini memang hanya mencari nafkah di siang hari atau sore dan senja. Malamnya ya…molor. Tapi jangan sekali-kali menyepelekan binatang ini. Meskipun gerakannya nampak lamban, beruang kaca mata juga bisa berlari cepat dan bahkan berenang bila diperlukan. Penampilan memang bisa mengecoh.
Beruang tertua Induk beruang kaca mata mulai berkembang biak pada umur 4 hingga 7 tahun. Dia bisa beranak dua hingga tiga ekor setelah mengandung selama 225 hari. Anaknya diasuh di dalam liang. Tak banyak yang tahu perkembangan anak beruang kaca mata di habitat aslinya. Maklumlah, binatang ini begitu pemalu dan penyendiri. Dia selalu menghindari manusia. Warnanya yang gelap tersembunyi dengan rapi diantara bayangan pepohonan yang lebat. Di kebun binatang, beruang ini bisa hidup 20 hingga 25 tahun. Diana, seekor beruang kaca mata di Kebun Binatang Buffalo, Amerika Serikat, mencapai umur 35 tahun. Inilah beruang kacamata tertua yang pernah hidup di kebun binatang. Di alam liar umurnya pasti lebih singkat lagi.
Bayi yang dilahirkan beratnya 300 gram dan sudah membuka matanya pada umur sebulan. Perkembangannya memang pesat. Hanya butuh waktu 180 hari agi sang orok untuk mencapai berat 10 kilogram. Tentu saja berkat ASI induknya yang sehat. Air susunya memang benar-benar “Bear Brand” murni. Induknya berkomunikasi dengan anak-anak dengan menggunakan beberapa jenis suara. Beruang andes adalah jenis beruang kedua setelah pandayang paling banyak menggunakan suara saat berkomunikasi. Anak-anak ini tinggal dan belajar mencari makan dari induknya hingga berumur setahun sebelum menghilang di kegelapan hutan untuk memulai hidup baru sebagai beruang dewasa. Sejak saat itu hubungan induk dan anak pun terputus. Tinggi beruang andes sekitar 1,8 meter dan beratnya 100 hingga 200 kilogram. Betinanya jauh lebih kecil daripada jantannya. Beruang ini adalah karnivora terbesar di Amerika Selatan selain jaguar dan buaya kaiman. Beruang Andes mendapatkan namanya karena menghuni dataran tinggi Andes mulai dari Venezuela, Kolombia, Ekuador, Peru, Bolivia, dan Argentinameskipun sebagian kecil hidup dataran rendah di Panama. Binatang ini menghuni padang rumput hingga hutan berkabut di pegunungan hingga ketinggian 4000 meter di atas permukaan laut.
Dibenci petani Makanan utamanya adalah hati tanaman bromeliad yang gurih, buah-buahan, umbi anggrek, kulit kayu, dan jantung palem-paleman. Makanan selingannya serangga, tikus dan burung. Karena terdesak, seringkali beruang ini juga menyatroni ternak dan tanaman pertanian di perkampungan. Tak heran banyak peternak dan petani yang menganggapnya sebagai hama, dan tak segan-segan membunuhnya. Tak mengherankan jika jumlahnya terus menyusut sejak 500 tahun yang lalu. Diperkirakan jumlahnya tak sampai 10.000 ekor. Tanpa upaya pelestarian, beruang ini akan mengikuti jejak sepupunya…punah dari muka bumi. Pembangunan jalan, pipa minyak, gas, bendungan, lahan pertanian dan perkampungan mempersempit ruang gerak beruang sehingga beruang kehilangan tempat tinggalnya. Perluasan perkebunan koka dan opium juga turut menyumbang kesengsaraan sang beruang pemalu ini. Perburuan beruang juga masih terjadi. Diperkirakan 200-an ekor beruang diburu setiap tahunnya. Kandung empedunya dihargai mahal di pasar gelap dan diselundupkan ke luar negeri sebagai bahan obat-obatan tradisional. Cakarnya juga laku dijual. Pendek kata setiap bagiannya bisa jadi uang. Klop sudah penderitaannya.
Anak-anak beruang yang lucu juga tak luput dari incaran pemburu. Perlindungan dari lembaga perlindungan dan pemerintah berusaha membuat kehidupan beruang ini lebih baik. Kini beruang peru yang sepupunya terkenal itu bahkan sering terlihat di dataran Machu Pichu, situs Inca yang paling terkenal. Kunjungan Paddington Bear ke Peru pun turut membangkitkan semangat melestarikannya. Semoga semakin banyak yang mengenalnya dan ikut tertarik melestarikannya.
Paddington Bear Beruang Imigran Tenar dari Peru
Semuanya bermula ketika Michael Bond tak sengaja menemukan sebuah boneka Teddy Bear di sebuah toko di dekat Stasiun Kereta Paddington, London, pada tahun 1956. Saat itu ia lagi sial karena ketinggalan bus. Sambil menunggu bus berikutnya, tak sengaja pandangannya terpaku pada sebuah boneka terakhir yang dilihatnya di etalase sebuah toko. Ia merasa iba pada boneka beruang itu dan membelinya sebagai hadiah natal untuk istrinya tercinta. Tapi siapa sangka bahwa peristiwa sepele yang singkat itu mengubah jalan hidup Bond. Inilah awal perjalanan Paddington Bear yang legendaris itu. Bond yang waktu itu bekerja sebagai seorang kamerawan BBC, segera kepincut dengan boneka lucu itu. Di rumahnya, bahkan Bond dan istrinya mengajaknya sang boneka bercakap-cakap seolah-olah di amakluk hidup. Tak butuh waktu lama bagi Bond untuk menuliskan ceritanya. Hanya dalam waktu 10 hari terciptalah Paddington Bear. Maka dimulailah petualangan sang beruang peru.
Nama Paddington meminjam nama stasiun kereta dekat toko tempat Bond membeli boneka beruang tersebut. Dalam ceritanya, Bond memunculkan tokoh keluarga Brown sebagai personifikasi dirinya. Alih-alih menemukan sebuah boneka beruang, mereka menemukan seekor beruang dari Peru dengan topi merah lebar, jaket tebal berwarna biru, sandwich, koper besar dengan tulisan “Wanted on Voyage” dan sebuah label pada jaketnya yang bertuliskan “Tolong pelihara beruang ini. Terima kasih”.
Anehnya beruang itu bukan hanya lucu, tetapi juga bisa berbicara seperti manusia! Singkat cerita keluarga Brown mengadopsi beruang itu dan menamainya Paddington Brown yang diambil dari nama stasiun kereta tempat ia ditemukan. Beruang yang mengaku berasal dari Peru itu sebenarnya bernama Pastuso. Tapi ia tidak keberatan dengan nama barunya. Dia tinggal bersama Keluarga Brown di Windsor Gardens nomor 32, di dekat Harrow Road di antara Notting Hill dan Maida Vale. Sebenarnya di Windsor Gardens tidak ada rumah bernomor 32. Rumah itu hanya rekaan Bond.
Karakter klasik Inggris
Meskipun diceritakan berasal dari Amerika Selatan, dengan cepat beruang Paddington mencuri hati anak-anak. Petualangan pertama Paddington Bear dibukukan dengan judul “The Bear Called Paddington” yang terbit pada 13 Oktober 1958 oleh Penerbit William Collins & Sons. Ilustrasinya dikerjakan oleh Peggy Fortnum. Fortnum melanjukan pekerjaannya hingga tahun 1972.
Tokoh-tokoh dalam buku Paddington Bear antara lain Hendry dan Mary Brown, anak-anaknya yang ceria, Jonathan dan Judy, Mrs. Bird, pengasuh anak-anak keluarga Brown, Mr. Reginald Curry, tetangga keluarga Brown yang pemarah, dan Mr. Samuel Gruber, pemilik toko barang antik di Portobello Road. Jalan itu sebenarnya dekat dengan flat Bond.
Bond sebagian mendapatkan inspirasi penampilan Paddington Bear dari ayahnya yang pegawai pos. “Ayahku ramah dan tak akan pernah keluar tanpa membawa topinya agar saat bertemu dengan orang lain ia bisa mengangkat topinya untuk memberi hormat,” ujar Bond seperti dilansir oleh www.dailytelegraph.com.
Kepiawaian Bond dalam melukiskan kisahnya tidak mengherankan karena ia sudah menulis sejak taun 1945 saat bertugas sebagai anggota Resimen Middlesex yang ditempatkan Mesir. Selepas perang, Bond bergabung dengan BBC sebagai kamerawan. Terbukti bakat sebagai penulis lebih menjanjikan daripada karir di televisi. Ia akhirnya memutuskan meninggalkan BBC dan menjadi penulis penuh pada tahun 1965.
Segera setelah buku pertamanya terbit, berturut-turut buku-buku lainnya ditulis. Ada sekitar 23-an judul buku. Cerita Paddington bear sebenarnya menggambarkan keluguan anak-anak pada lingkungan di sekelilingnya. Kelucuan-kelucuan muncul karena beruang peru yang sopan dan ramah ini sering terlibat dalam masalah secara tak sengaja karena salah paham akibat perbedaan budaya. Tetapi ia selalu berusaha menyelesaikan masalahnya yang justru menimbulkan masalah baru. Bagaimana pun juga, beruang kecil ini telah menjadi beruang kesayangan di seluruh dunia dan sekaligus menjadi karakter klasik Inggris. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa dan terjual 35 juta kopi lebih. Buku terakhirnya berjudul “Love From Paddington” yang terbit tahun lalu. Tak heran dengan ketenarannya, Paddington Bear pun menjelma menjadi tokoh beruang kedua yang paling tenar di dunia setelah Winnie The Pooh.
Seiring dengan ketenaran sang Paddington Bear, Stasiun Kereta Paddington juga ikut-ikutan populer. Untuk menghormati kisah beruang kecil yang terkenal itu, patung perunggunya buatan oleh pemahat Marcus Cornish didirikan di stasiun tersebut. Pembukaannya dilakukan oleh Michael Bond pada tanggal 24 Februari 2000. Di dekat patung tersebut terdapat sebuah eskalator pendek yang mengarah ke satu-satunya toko di dunia yang secara khusus didedikasikan untuk Paddington Bear. Bagaimana pun juga dalam kisah asli dan ceritanya, semuanya bermula di stasiun itu.
Diangkat ke layar lebar
Menyusul kesuksesannya, Paddington Bear pun merambah dunia lainnya: animasi dan layar lebar. Serial televisinya dibuat oleh BBC pada tahun 1975. Serial berikutnya tahun 1989 dibuat di Amerika oleh produsen animasi kondang, Hanna Barbera yang sempat melahirkan The Flintstones, Tom & Jerry, dan Yogi Bear. Pada tahun 1997, Cinar Films membuat seri “The Adventure of Paddington Bear.
Adegan Paddington Bear the movie (2014)
Pada tahun 2014, Paddington Bear resmi diangkat ke layar lebar dengan sutradara Paul King sekaligus memperkenalkan sang beruang ke generasi masa kini. Untuk merayakan film layar lebarnya, The Paddington Trail diluncurkan pada 4 November hingga 30 Desember 2014. Lima puluh patung Paddington Bear didirikan di sekitar London berdekatan dengan museum, taman, toko dan penanda kota lainnya. Patung-patung itu dibuat oleh seniman, desainer dan selebriti terkenal antara lain supermodel Kate Moss, aktris Nicole Kidman, Hugh Bonneville, Stephen Fry, Julie Walters, Emma Watson, David Beckham dan Liam Gallagher. Patung-patung itu selanjutnya akan dilelang yang hasilnya akan disumbangkan kepada Action Medical Reseach yang telah memanfaatkan Paddington Bear sebagai maskotnya selama 35 tahun. Paddington Bear pun sempat mengunjungi negeri asalnya di Peru dan bertemu dengan fansnya di sana.
Sempat akan dituntut
Setelah bukunya terbit, giliran boneka Paddington bermunculan. Boneka menggemaskan sang beruang pertama kali diproduksi oleh Gabrielle Designs, sebuah perusahaan kecil milik Shirley dan Eddy Clarkson, pada tahun 1972. Shirley sebenarnya membuatnya sebagai hadial natal bagi kedua anaknya, Joan dan Jeremy. Jeremy kelak lebih dikenal sebagai pembawa acara “Top Gear UK”. Clarkson menambahkan Sepatu Boot Wellington agar sang berung lebih mudah didirikan saat dipajang. Dalam cerita aslinya, Paddington tak bersepatu. Tak dinyana tambahan sepatu itu melekat hingga kini, menjadi bagian tak terpisahkan dari ciri khas sang beruang seperti halnya jaket dan topi lebarnya. Setelah sempat memakai boot buatan Dunlop, akhirnya Gabriel Designs memproduksi sendiri boot bagi sang boneka dengan tambahan cetakan jejak kaki beruang di bagian solnya.
Awalnya penjualan boneka itu menuai kritikan Bond karena Clarkson tak pernah meminta ijin resmsi kepadanya. Bond bahkan mengaku pernah berniat menuntut suami istri Clarkson seperti disampaikannya pada www.thedrum.com. Namun, ia mengurungkan niatnya setelah secara kebetulan ia bertemu dengan mereka di dalam lift. Clarkson minta maaf atas kesalahpahaman mereka. Bond begitu terkesan dengan pertemuan singkat itu dan tanpa ragu segera memberikan lisensi kepada Clarkson. Sejak saat itu ia bersahabat dengan Keluarga Clarkson. Rupanya sang pencipta sama baik dan murah hatinya seperti tokoh ciptaannya.
Beruang Peru
Awalnya Paddington bear berasal dari Afrika. Tapi agen Bond, Harvey Unna, menasehatinya agar merubah ceritanya karena tak ada beruang di Afrika. Maka diubahlah negeri asal sang beruang menjadi Peru, Amerika Selatan, karena di Peru memang ada sejenis beruang andes. Untuk menguatkan ceritanya, Michael Bond-pun menciptakan tokoh Tante Lucy dan Paman Pastuzo. Tante Lucy adalah kerabat yang mengasuh Paddington yang yatim piatu sejak kecil dan mengajarinya Bahasa Inggris. Tak heran ketika ditemukan Keluarga Brown, sang beruang dapat berbahasa Inggris dengan fasih.
Paddington Bear dan penciptanya
Gambaran Paddington Bear di stasiun kereta sebenarnya berasal dari kejadian nyata selama perang dunia kedua. Saat itu jamak ditemukan anak-anak yang diungsikan dari London tiba di Stasiun Kereta Reading. Mereka membawa koper kecil dengan label tanda pengenal melingkar di leher mereka. Pada dasarnya Pardington Bear adalah pengungsi, sama dengan anak-anak itu. Tentu saja bukan karena perang, melainkan karena bencana alam di negerinya. Di tempatnya yang baru, ia bukan hanya menemukan sebuah keluarga, tetapi cinta dan ketenaran sebagai salah satu karakter paling dicintai di dunia.
June 4, 2012
Menikmati ketenangan Niigata
“Selamat datang di Niigata”, ujar Amin, seorang pria Palestina dengan bahasa Inggris yang lancar. Amin sudah lama tinggal di Jepang dan menguasai bahasa Inggris dan Jepang sama baiknya. Maklum, sebelumnya dia bekerja di project JICA di negara asalnya. Pagi itu dia dan Kazue Kasahara, keduanya staf ACAP (Asia Center for Air Pollution Research), menjemput kedatangan kami di Stasiun Niigata, Prefektur Niigata. Kami baru saja turun dari Stasiun Kereta Niigata setelah menumpang Kereta Express Shinkansen selama 5 jam dari Stasiun Tokyo yang jaraknya 250 kilometer. Di dalam bus yang menjemput kami, beberapa peserta Workshop on Air Pollution sudah duduk dengan manis. Para peserta berasal dari 11 negara Asia plus Rusia. Namun, saat itu hanya peserta dari 9 negara yang ada di dalam bus, yaitu peserta dari Malaysia, Filipina, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Thailand, Cina, Laos. Dari Indonesia kami berenam, saya dan Purnomo Wiwoho dari Jaringan Pendidikan Lingkungan, Susy Sadikin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Yayah Komariah, kepala sekolah serta tiga siswa dari SDN Bantarjati 9, Bogor. Selama 4 hari sejak tanggal 27 Februari hingga 2 maret 2012 kami menghadiri undangan ACAP dalam workshop tahunan tentang pengembangan materi peningkatan kepedulian pada isu hujan asam.
Bus melaju perlahan di jalanan yang lengang, jauh sekali dengan hiruk pikuk Jakarta. Tumpukan salju teronggok di tepian jalan membentuk bukit-bukit kecil berwarna putih terang. ”Seperti es serut,” ujar anak-anak Bantarjati saat pertama kali memegangnya. Rumput-rumput kering berwarna kuning pucat menyembul dari balik salju. Untunglah cuaca tak terlalu dingin meskipun untuk ukuran orang Katulistiwa, begitu istilah Azri bin Alias peserta dari Malaysia, masih kelewat menusuk tulang. Beberapa siswi sekolah pun melenggang santai dengan rok mininya. Inilah kota kelahiran Ken Watanabe, aktor jepang yang kerab bermain dalam film-film Hollywood seperti The Last Samurai, Batman Begins dan Inception.
Terletak di Prefektur Niigata, Kota Niigata dipenuhi rumah-rumah kotak kecil diselingi gedung-gedung persegi sederhana yang menjulang di sana sini. Beberapa rumah mungil yang terselip diantara gedung-gedung jangkung, dihiasi pohon-pohon cemara mungil yang tumbuh mirip bonsai. Mobil-mobil kota (city car) mungil merayap dengan tertib di jalanan yang bersih. Pohon-pohon merangas memamerkan cabang-cabangnya yang telanjang, kontras dengan latar belakang putih salju. Di kejauhan, muncul stadion besar kebanggaan warga Niigata. Tohoku Denryoku atau dikenal sebagai Big Swan Stadium. Stadion yang memang bentuknya mirip angsa raksasa ini adalah salah satu stadion tempat dilaksanakannya pertandingan Piala Dunia 2002. Ada sedikit perubahan rencana, ujar Kasahara dan Amin kepada para peserta. Sebelumnya panitia merencanakan peserta langsung menuju Hotel Okura. Tetapi mendadak ada acara tambahan, mengunjungi Furusato Mura. Kompleks ini semacam museum miniatur Niigata. Di dalamnya dipamerkan sejarah Niigata sejak kota itu hanya sebuah kampung pertanian yang kecil hingga menjadi kota modern. Penyusunan koleksinya menarik. Dindingnya dipenuhi papan persegi empat yang sekaligus berfungsi sebagai kanvas lukis atau foto yang memamerkan berbagai kejadian di masa lalu dan cuplikan kebudayaan jepang. Misalnyanya festival layang-layang tradisional. Di bagian dalamnya gedung itu mirip cerobong raksasa yang dikelilingi ruangan-ruangan pamer. Di bagian tengah yang cukup lega digantung berbagai benda seperti miniatur mobil dan karya seni termasuk layang-layang raksasa. Ruang-ruang pamer mengelilingi kolom raksasa itu. Di salah satu ruangan terdapat replika rumah jepang kuno yang ajaibnya diselingi dengan adegan orang-orang sungguhan dalam bentuk hologram. Replika lampu lalu lintas yang dijalankan secara manual diperagakan di salah satu ruangan. Ada juga patung petani tradisional lengkap dengan jaket dan sepatu tradisional yang terbuat dari jerami. Sayang kami tidak bisa berlama-lama di sini karena harus segera check in di Okura Hotel. Namun, ada tambahan acara lagi. Setengah berlari memasuki bus yang dihela Amin, kami melaju ke Toki Messe. Toki Messe adalah pusat pertemuan besar, semacam pusat kebudayaan di Niigata. Gedung luas ini pernah menjadi tempat penyelenggaraan APEC tahun 2010. Di sinilah Eco Kids Conference dan Workshop Acid Deposition akan dilaksanakan.
Ada banyak ruangan pertemuan besar di gedung itu. Dua patung origami burung dari logam menyambut pengunjung di sisi eskalator. Dari balik dinding kaca raksasa kami bisa melihat Sungai Shinano yang bantarannya dipenuhi tumpukan salju. Kapal-kapal berlabuh di tepian sungai. Sementara di seberang sungai dipenuhi gedung-gedung jangkung. Sungai ini adalah sungai terpanjang di jepang. Sungai Shinano memanjang meliuk-liuk dan bertemu dengan Jembatan Bandai, tepat di sebelah Hotel Okura, tempat kami menginap. Niigata berarti laguna baru. Kota ini benar-benar memanjakan pejalan kaki. Jalannya yang lebar dihiasi dengan pedistrian yang lebar dan nyaman. Jalur pejalan kaki ini juga sekaligus menjadi jalur sepeda. Pera pengendara sepeda dapat mengayuh sepedanya dengan tenang tanpa takut dilanggar mobil atau motor. Di setiap perempatan terdapat lampu lalu lintas sehingga pejalan kaki dan pengedara sepeda dapat menyeberang dengan aman. Safety memang menjadi prioritas. Bahkan lobang galian pun dilengkapi dengan tiang-tiang pendek berlampu sehingga waktu malam tak ada orang yang terjatuh ke dalamnya. Toko-toko pakaian, restoran kecil dan makanan tertata rapi. Di beberapa tempat terdapat selasar lebar dengan langit-langit tinggi. Lagi-lagi jalanan bersih dan nyaman. Beberapa pengendara sepeda melenggang dengan nyaman. Lampu-lampu antik berjajar rapi berbaris di depan toko-toko berhias kaca lebar yang memerkan koleksi terbarunya. Salah satu selasar yang kami singgahi dihiasi dengan patung-patung manga dari perunggu bertema baseball, salah satu olah raga favorit di Jepang. Kuil-kuil tradisional kecil menjorok ke dalam seperti gang-gang buntu seperti membawa siapapun kembali ke zaman lampau. Tetapi begitu keluar dari gerbangnya, kita pun seperti kembali ke kota modern, lengkap dengan gedung-gedung, pertokoan dan lampu jalan yang terang-benderang. Tetapi percaya atau tidak produksi paling penting dari kota modern ini adalah pertanian. Beras Koshihikari yang sempat disajikan di hotel, adalah salah satu beras unggulan di Jepang. Selain beras, produk lainnya yang terkenal adalah mochi dan sake. Bagaimana pun juga, Niigata tetaplah kota pertanian yang tenang. Saat kami berjalan menyusuri pusat kota sekitar jam 9 malam dalam suhu dingin menggigit, toko-toko mulai tutup, jalanan lengang, menyisakan taksi-taksi yang berbaris di depan stasiun kota yang masih benderang.April 27, 2012
The Wind in the Willows Kesederhanaan yang tak lekang oleh waktu
Ia tidak ingin mengabaikan kehidupan barunya. Dunia di atas sana terlalu menarik. Tempat itu memanggil-manggil ke dalam dirinya. Namun sungguh melegakan karena dia punya tempat untuk pulang, rumahnya sendiri, hal-hal yang pasti membuatnya diterima. Sungai adalah tempat bertualang. Di sini adalah rumahnya.Untaian kalimat itu mengalir dengan lancar dalam goresan pena Kenneth Grahame. Renungan Molly, sang tikus mondok, seperti mengungkapkan pemikiran mendalam tentang artinya pulang. Tokoh-tokoh dalam rekaan Grahame dalam The Wind in the Willows seolah pesonifikasi dari kehidupan sederhana masyarakat pedesaan. Dalam kasus Grahame adalah pedesaan di tepian sungai Thames dan Hutan Windsor, Inggris. Dengan kepiawaiannya, Grahame yang sangat terkenang dengan masa kecilnya di kampung halaman neneknya menggambarkan dengan indah kehidupan desa yang sederhana dan berbagai kejadian kecil yang menyertainya. Lewat tokoh-tokohnya, Grahame mengungkapkan artinya persahabatan, kejujuran, kebersamaan dan kesetiakawanan. Sebuah cerita yang sangat sederhana tetapi menawan. Tak heran bukunya tetap dibaca hingga seratus tahun lebih setelah penerbitannya pada tahun 1908.
The Wind in the Willows menceritakan kehidupan di sepanjang sungai kecil di tepian hutan. Ada tikus sungai yang suka berperahu, tikus mondok yang mencoba bertualang jauh dari liangnya yang gelap, badger yang penyendiri tapi bijak dan katak yang cerewet, ceroboh, sombong dan suka lupa diri sekaligus jujur dan baik hati. Cerita ini bukan fabel murni karena masih ada tokoh-tokoh manusia seperti gadis puteri penjaga penjara, pemilik mobil yang mobilnya dijahili katak, dan pengembara gipsy yang membeli kuda curian sang katak. Grahame menggambarkan konflik sederhana antara keinginan mencoba sesuatu yang modern (dalam hal ini diwakili kehidupan kota kecil dan mobil) dan kerinduan mendalam untuk pulang ke kehidupan kampung yang damai (diceritakan dalam perebutan kembali kastil sang katak dari genggaman para weasel). The Wind in the Willows mewakili kegalauan industrialisasi yang menyerbu desa-desa di Inggris Raya pada era 1900-an. Tak seperti George Orwell yang menggambarkan fabelnya (Animal Farm) secara sinis, Grahame menceritakan kisahnya dengan bahasa kanak-kanak yang riang dan naif. Tanpa mengurangi sisi petualangan, Ia menggambarkan tokoh-tokohnya dalam ikatan dekat kekeluargaan pedesaan yang kental sambil menebarkan pluralisme dalam tokoh-tokohnya. Tak lupa Grahame juga menampilkan kesan mistis lewat penggambaran hutan di batas desa yang menyeramkan dan perjumpaan tikus tanah dan tikus air dengan pan, manusia setengah binatang dari mitologi Yunani kuno. Grahame menggambarkan perjumpaan itu dengan lembut sekaligus mendebarkan.
“Tikus tanah merasakan kekaguman yang luar biasa menerpanya. Rasanya seperti teror, tetapi bukan yang menyebabkan kepanikan, melainkan keajaiban serta kedamaian. Ia menundukkan kepala. Sesuatu yang agung berada sangat dekat dengan mereka..........”The Wind in the Willows adalah kenangan masa kecil Grahame di kampung halaman neneknya saat ia dititipkan oleh ayahnya yang putus asa setelah kematian ibunya. Buku ini adalah buah petualangan masa kecilnya menyusuri sungai dan ilalang dan bergaul dengan para penduduk desa yang sederhana. Tapi Grahame juga memasukkan gambaran tentang putra tunggalnya, Alastair, dalam tokoh sang kodok yang suka bikin masalah tetapi setia kawan. Kelak sang putra tak sempat mengikuti jejaknya karena mati muda. Anak malang yang terlahir separuh buta itu ditemukan tewas di rel kereta api menjelang ulang tahunnya yang ke dua puluh. Grahame yang tak bahagia menumpahkan semua impiannya tentang kehidupan desa yang ceria dan bahagia dalam bukunya. Bagi pembacanya, The Winds in the Willows adalah buah pena emas Grahame yang tak lekang oleh waktu,. Bagi Grahame sendiri buku ini adalah kisah hidupnya sendiri, impian yang tak tergapai dan kenangan yang membekas sangat dalam.Sayangnya The Wind in the Willows yang begitu dikenal dalam dunia kesusasteraan Barat, kurang dikenal di sini. Maka penerbitan kembali oleh Mahda Books patut diacungi jempol. Meski pengerjaannya terkesan terlalu seadanya untuk karya sebesar ini, namun penterjemahnya mampu menuangkan kembali keindahan dan kesederhanaan Grahame dalam bercerita. Kenakalan sang katak yang menjadi tokoh yang paling mewarnai buku ini, tergambar dengan lugas. Hanya penterjemahan kalimat-kalimat Grahame yang kuat dan berima kurang terasa dalam buku ini. Tapi pembaca masih ikut terhanyut saat merasakan tarikan kuat dalam hati tikus tanah saat ia dan temannya, tikus air, lewat di dekat rumah lamanya. Tarikan antara kerinduan untuk pulang dan keinginan membara untuk bertualang. Yang cukup mengganggu mungkin ilustrasinya yang kurang kuat dan kurang dalam menggali karakter-karakternya. Ilustratornya juga kurang berani menampilkannya ilustrasinya dengan gayanya sendiri. Kesannya, ilustrasinya sengaja dimirip-miripkan dengan ilustrasi para pelukis di buku-buku sebelumnya terutama E. E Shepard. Bagaimanapun juga, menterjemahkan karya sebesar ini memang menjadi beban tersendiri. 

